"Alam membisikkan keselarasan"
Tentu kita tidak sama dengan makhluk ciptaan yang lain. Secara fisik dan berperilaku terlihat berbeda. Perbedaan lain, manusia memiliki nalar, akal sehat, rasio, serta hidup mengandalkan kebajikan. Dalam artian sesungguhnya, manusia yang hidup selaras dengan alam, hidup sesuai desainnya. Manusia memiliki desain makhluk yang hidup dan bernalar.Â
Alam dalam cakupan yang lebih besar bukan semata-mata hanya lingkungan hidup. Lingkungan hidup seperti: dimana kita tinggal, kawasan apakah tempat yang kita tinggali, dan suasana yang tercipta. Alam mencakup keseluruhan alam semesta dan hubungan penghuninya.Â
Hidup bahagia karena selaras dengan alam
"Aku akan bahagia, bila aku mendapatkan ini dan itu"
Bukanlah pernyataan tersebut klise.Â
Tanpa kita sadari, kita terbelenggu dalam keinginan dan emosi spontan yang memengaruhi nalar. Bahkan dapat berujung tindakan irasional. Realitanya, kesia-siaan bila aktif secara sosial, tetapi tidak menggunakan nalar. Bahkan sampai dikuasai emosi negatif. Reaksi dari emosi negatif, berujung pada luapan yang besar.
Rantai peristiwaÂ
Segala hal yang terjadi, tidak ada yang murni kebetulan. Â Kejadian-kejadian yang terjadi merupakahan hasil rantai peristiwa besar maupun kecil. Bagaimana hubungannya dengan keselarasan alam? Â tentu ada kesinambungannya. Alam menawarkan kesempatan dan situasi yang tepat untuk mendapatkan yang kita inginkan. Ini tentang peluang bukan?Â
Dikotomi kendali
Manusia punya cara untuk menentukan sikap terhadap situasi, tetapi tidak bisa memilih situasi yang terjadi. Tentunya selama kita hidup berbagai situasi kita alami.Â
Baik dan buruk adalah situasi yang terus melingkari kehidupan. Kita bisa terus berusaha untuk mengendalikan situasi yang kita terima. Sikap yang akan kita tunjukkan berpengaruh terhadap ketahanan diri menyikapi situasi baik dan buruk.
Ada hal-hal di  bawah kendali (tergantung  pada) kita, ada hal yang tidak di bawah kendali (tidak tergantung pada) kita. Hal-hal di bawah kendali kita bersifat merdeka, tidak terikat, tidak terhambat. Hal-hal tidak di bawah kendali kita bersifat lemah, bagai budak, terikat, dan milik orang lain. Kendali bukan hanya soal kemampuan kita memperoleh, tetapi juga mempertahankan.
Mencintai diri
Ada ungkapan bila cinta terbesar adalah ketika kita mampu mencintai diri sendiri. Kita terlahir dengan fisik maupun sifat yang tertanam. Hendaklah kita tidak menyesali apa yang kita terima. Akan sia-sia bila kita tidak menerima diri kita dengan terbuka dan apa adanya.
-Filosofi Teras-
Penulis: Henry Manampiring
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H