remaja Indonesia saat ini sering disebut-sebut sebagai "Generasi Emas" karena memiliki peranan yang sangat penting dalam memajukan Indonesia di kancah global di masa depan. Akan tetapi, nyatanya kalangan remaja Indonesia yang digadang-gadang mempunyai peranan sentral dalam mewujudkan Indonesia Maju, justru menghadapi masalah kesehatan mental yang cukup serius.
PopulasiMenurut Indonesia-National Adolescent Mental Survey (I-NAMHS) 2022, setidaknya lebih dari sepertiga dari semua remaja (34,9%) di Indonesia memiliki masalah kesehatan mental. Selain itu, setidaknya satu dari dua puluh (5,5%) remaja mengalami gangguan mental.
Adapun angka tersebut setara dengan 15,5 juta remaja (yang memiliki masalah kesehatan mental) dan 2,45 juta remaja (yang memiliki gangguan mental). Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 2,6% dari remaja dengan masalah kesehatan mental yang pernah mengakses layanan yang menyediakan dukungan atau konseling untuk masalah emosi dan perilaku.
Lebih lanjut, I-NAMHS menemukan bahwa, gangguan cemas merupakan masalah gangguan mental yang paling banyak dialami oleh kalangan remaja di Indonesia. Disusul oleh masalah terkait pemusatan perhatian dan/atau hiperaktivitas, depresi, masalah perilaku, dan stres pasca-trauma.
Faktor penyebab
Tuntutan hidup yang semakin tinggi, permasalahan ekonomi, dan persaingan untuk melanjutkan pendidikan turut menjadi faktor buruknya kesehatan mental generasi muda di Indonesia. Nyatanya tidak sedikit remaja yang kesulitan dan tidak dapat melanjutkan pendidikan dikarenakan permasalahan ekonomi, persaingan, dan biaya pendidikan yang kian melambung tinggi.
Sulitnya mengakses pendidikan tinggi di Indonesia dan kriteria melamar pekerjaan yang mayoritas minimal lulusan S1 turut menimbulkan ironi. Tidak sedikit remaja yang stres dan depresi karena tekanan untuk dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi agar dapat memiliki pekerjaan yang layak.
Lebih lanjut, kurangnya dukungan pengetahuan mengenai cara mengelola rasa cemas dan stres serta kurangnya dukungan emosional turut andil dalam tingginya tingkat permasalahan kesehatan mental remaja. Hal ini tentunya akan berdampak buruk dalam jangka panjang bila terus dibiarkan. Adapun kasus bunuh diri di kalangan remaja menjadi bukti betapa krusialnya masalah tersebut.
Tindak Lanjut
Sedikitnya jumlah angka remaja dengan masalah kesehatan mental yang mengakses layanan konseling merupakan bukti keengganan dan ketidakpercayaan terhadap pelayanan yang disediakan. Oleh karena itu, pemerintah perlu lebih aktif dalam rangka mengatasi permasalahan kesehatan mental pada remaja.
Mulai dari upaya-upaya yang mendukung pengelolaan masalah kesehatan mental pada remaja, terutama gangguan cemas. Adapun yang perlu diutamakan adalah edukasi untuk remaja serta keluarganya terkait kapan dan bagaimana caranya mencari pertolongan tenaga profesional untuk gejala kesehatan gangguan mental yang timbul.