Mohon tunggu...
elin wijaya
elin wijaya Mohon Tunggu... Jurnalis - Bintang Merah Latar Hijau

Post-Humanis Manusia 199x milik Tuhan @elwidjaja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nasib Sama, Buruh Dulu dan Sekarang

1 Mei 2015   23:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:28 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Buruh Internasional atau May Day jatuh pada tanggal 1 Mei yang diperingati di berbagai negara. Yang dari awal sejarahnya mengenai tuntutan pemberlakuan jam kerja selama delapan jam oleh kaum buruh Amerika. Di Indonesia sendiri, hari buruh sudah berlangsung sejak tahun 1920.

Pada masa penjajahan Belanda, nasib buruh diperlakukan layaknya seperti budak, yang bahkan sangat tidak manusiawi dan sangat memprihatinkan kondisi para buruh pada saat itu. Orang Indonesia dianggap sebagai budak dan centeng, seperti yang tertera pada literasi di zaman meneer Van Den Berg yang berkuasa tentang perburuhan.

Keadaan buruh dari zaman reformasi sampai zaman sekarang juga tidak jauh berbeda. Dengan perlakuan dari majikan pada zaman sekarang pun yang ada hanya menganggap kalau buruh adalah mesin pekerja atau sebagai alat.

Kehidupan nyata buruh saat ini masih berada di tingkat bawah atau belum berada pada kehidupan yang layak. Di Indonesia saja masih ada buruh yang bekerja dengan cara perbudakan, tidak diberi makan, bahkan masih ada juga penyiksaan dan penganiayaan terhadap buruh. Dalam hal ini, tentunya pemerintah belum sepenuhnya memperhatikan nasib buruh-buruh di Indonesia.

Dengan adanya unjuk rasa dari para buruh di berbagai daerah di Indonesia, pemerintah seharusnya lebih peka dan lebih peduli dengan keadaan buruh. Bisa dilihat dari demo para buruh hari ini di Bundaran HI, mencapai ribuan buruh bahkan lebih dari berbagai daerah datang jauh-jauh ke Jakarta hanya untuk menuntut hak semestinya sebagai buruh.

Kalau diamati peristiwa unjuk rasa tersebut pasti tidak akan berjalan kalau tidak terdapat alasan yang masuk akal dan kuat di dalamnya, yaitu tuntutan terhadap hak bagi para buruh serta kehidupan layak misalnya.

Pastinya pemerintah paham mengenai masalah penyebabnya. Dan pemerintah juga harusnya dapat menyelesaikan masalah tersebut dan lebih memperhatikan nasib buruh. Bagaimana kalau terjadi pemogokan kerja buruh di seluruh wilayah di Indonesia. Begitu pula pabrik apabila tidak ada tenaga pekerjanya atau buruh, maka pabrik juga tidak jalan. Pastinya Indonesia yang rugi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun