Misalnya, seorang lulusan SMA/SMK mulai bekerja di sebuah industri manufaktur saat berusia 19 tahun. Menurut aturan perusahaan, setelah 3 tahun bekerja sebagai karyawan kontrak, maka dia harus diangkat sebagai karyawan tetap, atau diberhentikan. Jika perusahaan memilih memberhentikan karyawan tersebut, maka dia harus mencari lowongan lagi di usia 22 tahun.
Di usia 22 tahun tersebut, maka kesempatan si karyawan untuk memperoleh pekerjaan terbilang lebih besar karena memiliki pengalaman kerja. Namun, di usia tersebut, dia juga akan bersaing dengan rekan sejawat yang merupakan lulusan universitas. Bisa saja dia mendapatkan pekerjaan tersebut, namun jabatan dan gajinya tidak akan bisa mengalahkan mereka yang merupakan lulusan universitas.
Jika si karyawan tersebut bekerja di industri manufaktur lain, dan mengalami hal yang serupa, maka dia akan mencari lowongan lagi di usia 25 tahun. Pada usia tersebut, sayangnya di Indonesia, seringnya sudah menjadi usia maksimal bagi seorang lulusan SMA untuk melamar pekerjaan, tanpa melihat riwayat pengalamannya. Terdengar tidak adil, bukan?
Kuliah Kelas Karyawan Menjadi Harapan
Menurut pengakuan rekan-rekan saya, yang merupakan lulusan SMA/SMK, mereka memilih untuk bekerja sambil berkuliah. Kuliah yang diambil adalah kelas reguler B atau kelas karyawan. Kelas ini biasanya diadakan di malam hari atau hanya hari sabtu dan minggu.Â
Dengan mengikuti kelas ini, mereka berharap jika suatu hari nanti mereka harus mencari lowongan pekerjaan baru, mereka sudah memiliki pengalaman sekaligus gelar sarjana. Bahkan jika mereka ternyata diangkat menjadi karyawan tetap, mereka bisa mengajukan kenaikan golongan dengan menyerahkan ijazah S1. Pilihan ini dianggap yang paling aman bagi mereka yang merupakan buruh lulusan SMA/SMK.
Beberapa universitas swasta yang menyediakan kelas karyawan ini juga ada yang menawarkan biaya kuliah yang lebih rendah dari biaya UKT di universitas negeri. Meskipun memang akreditasi kampus swasta tercatat masih di bawah akreditasi universitas negeri. Namun, jika seseorang sudah memiliki pengalaman kerja yang relevan, ditambah gelar sarjana, maka kualifikasinya sudah cukup mumpuni untuk bersaing di dunia kerja.
Ternyata ide menjadi buruh dulu sembari menabung, lalu belajar mengejar gelar bisa menjadi opsi bagi lulusan SMA/SMK yang masih ragu menentukan masa depannya. Kalau menurut Anda apakah ide ini terdengar sulit, atau solutif?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H