Mohon tunggu...
Elin Moevid
Elin Moevid Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Hanya seseorang yg sibuk duniawi dan rindu menulis

Selanjutnya

Tutup

Love

Tiga Oknum Inilah yang Berpotensi Mengguncang Keharmonisan Mertua dan Menantu

13 Mei 2024   11:31 Diperbarui: 13 Mei 2024   13:29 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

"Ya Allah semoga jodohku adalah seorang yatim piatu jadi aku dijauhkan dari drama mertua" adalah salah satu candaan dalam kolom komentar di salah satu video TikTok. Video tersebut mengisahkan keluh kesah seorang menantu perempuan tentang sifat dan sikap ibu mertuanya. Video sejenis curhatan menantu tersebut adalah contoh secuil drama rumah tangga yang berseliweran di sosial media.

Ada juga yang mengatakan bahwa ras terkuat adalah para menantu yang tinggal seatap dengan mertuanya, sekaligus berbagi kamar mandi dan dapur. Apakah benar demikian? Sesulit itukah tinggal bersama dan berbagi fasilitas antara mertua dan menantu?

Tentu saja sulit! Tinggal bersama orang tua dan saudara saja, di saat kita sudah beranjak dewasa, dan orang tua semakin lanjut usia, sering terjadi pertengkaran-pertengkaran kecil di rumah. Apalagi jika tinggal bersama pasangan dan orang tuanya, yang pastilah memiliki nilai, kebiasaan, dan aturan yang berbeda dengan diri kita.

Menurut pengalaman saya, serta beberapa cerita orang yang memiliki drama rumah tangga terkait mertua dan menantu ini, sejatinya masalah dimulai dari tiga hal. Tiga hal tersebut berasal dari sisi mertua, menantu, dan anak.

Jika ada salah satu saja oknum yang memiliki hal tersebut, niscaya keharmonisan mertua dan menantu akan terguncang. 

Pertama, oknum mertua yang terlalu sayang pada anaknya. Kata "terlalu" tentu mengacu pada hal yang berlebihan, dan segala yang berlebihan itu tidak baik. Terlalu sayangnya mertua pada sang anak membuat sang mertua lupa bahwa si anak telah beranjak dewasa dan memiliki kehidupannya sendiri.

Curahan sayang berlebihan tersebut membuat mertua terlalu perhatian dan berujung pada campur tangan urusan rumah tangga si anak. Misalnya, yang sering menjadi bahan curhat di sosial media, sang mertua mengatur dapur dan menentukan menu masakan mana yang disuka dan tidak disuka oleh anaknya. Sang mertua lupa bahwa kini ada seorang pendamping yang juga mengerti kebiasaan pasangannya.

Terlalu sayang juga bisa membuat mertua tidak mengijinkan anaknya bersusah payah dalam menjalani kehidupan barunya. Mengomentari kondisi rumah tangga, meminta menantunya berusaha lebih agar anaknya hidup nyaman, atau menyediakan fasilitas untuk si anak tanpa bertanya terlebih dulu adalah contoh kecil yang dapat memicu konflik. Mertua ini lupa bahwa si anak dan menantunya sudah berkomitmen hidup bersama dan berjuang bersama.

Tidak ada yang salah dengan rasa sayang tersebut, hanya saja bisa menimbulkan salah paham jika dilakukan tanpa komunikasi yang baik. Berdalih demi kebaikan anakku, aku yang lebih tua dan pengalaman, aku yang lebih tahu anakku, bisa perlahan menciptakan bom waktu bagi hubungannya dengan anak dan menantu.

Kedua, anak yang tidak pandai membujuk orang tua dan pasangannya. Membujuk merupakan kata-kata manis yang digunakan untuk meminta orang lain melakukan sesuatu. Membujuk adalah keahlian yang ,di luar dugaan, ternyata dibutuhkan dalam kehidupan rumah tangga.  

Misalnya, si anak memahami bahwa pasangannya sedang lelah karena begadang mengurus bayi mereka, sehingga dia berinisiatif menyiapkan makanan. Sayangnya, sang ibu menangkapnya sebagai bentuk kelalaian atau sikap acuh menantunya. Peran si anak di sini sangat diperlukan untuk mencegah adanya kesalahpahaman.

Kalimat seperti, "Tidak apa, Bu. Mengurus bayi juga lelah. Suami istri harus saling membantu. Ibu tidak perlu khawatir. Aku sudah dewasa dan kami bisa kok saling menjaga", bisa menenangkan hati orang tua. Sayangnya, tak semua anak mampu berkata manis pada orang tua. Jangankan membujuk, berkomunikasi dengan santun, sambil menatap mata saja belum tentu semua anak bisa. 

Begitu juga sebaliknya, ketika mertua menegur menantu karena suatu hal, maka si anak bisa menjelaskan dan meminta pengertian dari pasangannya. Bersikap sebagai penengah dalam hubungan rumah tangga seperti ini memang melelahkan. Namun, sikap ini bisa membuat pihak mertua dan menantu sama-sama dihargai.

Ketiga, menantu yang acuh dan kekanakan. Ketika seseorang telah menjadi menantu, maka dia sudah menjadi bagian dari keluarga tanpa hubungan darah. Posisi ini juga tak kalah sulit, baik itu bagi menantu perempuan maupun lelaki.

Bergaul dalam keluarga yang kebiasaan, nilai, dan kepribadian yang berbeda dengan lingkungan kita sebelumnya adalah tantangan tersendiri dalam hidup berumah tangga. Apalagi adanya pihak ipar dan keluarga besar pasangan, yang terkadang sifat dan komentarnya bisa saja di luar prediksi. Meskipun begitu, kita dituntut untuk menjaga hubungan baik karena kini kita telah menjadi bagian keluarga.

Bukan berarti kita harus menjadi menantu yang baik nan budiman, tapi cukup bisa menempatkan diri. Menyadari bahwa pasangan memiliki orang tua yang mungkin masih membutuhkan perhatian dan bantuan. Memahami bahwa kita tak bisa selalu menjadi prioritas dalam setiap urusan.

Misalnya saat mertua minta diantarkan pasangan untuk menjenguk sanak saudaranya, sementara kita ingin menikmati waktu berakhir pekan. Sudah pasti ada rasa lelah dan sedikit berat, namun tidak ada salahnya bila sekali-kali kita mengalah. Kita bisa mengubah rencana liburan untuk selanjutnya.

Sejatinya tidak ada kehidupan rumah tangga yang sempurna. Konflik mertua-menantu mungkin akan menjadi sebagian kecil cerita. Cukup berusaha untuk tidak menjadi oknum yang memaksakan kehendak atas nama sayang, oknum yang membiarkan kesalahpahaman antara orang tua dan pasangan, serta oknum yang selalu ingin dinomorsatukan. 

Mencoba menghindari konflik tidak selalu buruk, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun