Emosi remaja memang terkenal labil. Perubahan hormonal disebut-sebut sebagai penyebabnya. Namun bagaimanakah seharusnya remaja meluapkan emosi? Di sinilah peran orang tua sekali lagi dibutuhkan untuk memperhatikan perubahan-perubahan emosi anak. Jika dia marah apa yang dilakukan, adakah kecenderungan melakukan kekerasan.Â
Terkadang orang tua sudah merasa bahwa mereka tidak memberikan contoh yang buruk dan selalu mendengar curahan hati anaknya. Namun, lingkungan memberikan atmosfer yang berbeda, sebut saja tayangan televisi, konten youtube, atau berita kekerasan yang berseliweran.Â
Setiap Orang Butuh Ilmu Parenting
Saya pernah menanyakan kepada rekan yang bekerja di instansi BKKBN, apakah ada materi parenting yang disediakan gratis bagi umum? Dan nyatanya memang ada, namun terkesan terlalu umum. Tidak mendalam. Saya ingin lebih. Saya haus ilmu parenting. Haruskah saya kuliah mengambil jurusan psikologi, BK, atau membaca banyak buku parenting untuk tahu?
Saya pernah iseng mengunduh panduan parenting dari situs pemerintah Australia terkait sex education yang diberikan gratis, di web. Dan panduan tersebut disertai beberapa testimoni dari anak dan orang tua. Jujur saya menyukainya, tak bisakah saya mendapatkannya di Indonesia? Tak perlu muluk-muluk bahas sex education yang jelas masih pro-kontra di negeri ini, tapi bisa terkait ilmu parenting yang aplikatif, seperti misalnya menghadapi remaja pubertas.Â
Tak hanya orang tua yang membutuhkan ilmu parenting, tapi juga mereka calon pengantin. Pun guru-guru yang mungkin masih lajang, serta para kakek nenek, tetangga yang mungkin ilmu parentingnya perlu beradaptasi dengan jaman sekarang.Â
Jika setiap orang memiliki bekal ilmu parenting, tentunya lingkungan yang lebih kondusif untuk anak akan tercipta. Tak bisakah tayangan edukatif untuk orang dewasa belajar mendidik anak tersedia gratis, di layar televisi mungkin?
Ah, angan-angan saya saja yang mungkin terlalu tinggi. Kelas parenting saja berbayar, hehe.
Kasus Audrey Tak Boleh Sekedar Petisi
Dengan adanya kasus ini, seharusnya lebih banyak pihak yang terlibat. Bukan hanya dengan petisi warganet, tapi juga ada wacana lebih luas, dari sekolah, institusi pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Korban bisa saja masih trauma, pelaku bisa saja tidak jera, tapi apakah kita juga nanti akan lupa? Jangan, tolong jangan berhenti di petisi.Â
Tengoklah anak Anda, keponakan Anda, murid Anda, tetangga Anda, tanyakan pendapat mereka tentang kasus ini. Tanyakan apakah mereka mengalami perundungan di sekolah. Tanyakan apakah mereka pernah melakukan hal buruk pada temannya. Tanyakan apakah ada hal serupa di sekolah mereka. Tanyakan, dengarkan, dan perhatikan.Â
Jangan berhenti di petisi, karena kasus ini hendaknya jadi evaluasi bagi siapa pun, yang menggantungkan harapan pada anak bangsa.Â