Sore itu, aku dan beberapa temanku menjemput anak-anak yatim di panti Asuhan di kawasan rawamangun sekitar kampus, tiba di sana aku menemui ketua yayasan yang sebelumnya kami sudah janjian untuk ijin membawa 20 anak yatm untuk menghadiri acara berbuka bersama yang kami gelar di kampus.Â
Waktu menunjukan hampir ashar, aku mencari supir odong-odong (kereta kelinci mini) untuk bersiap membawa ke dua puluh anak-anak yatim menuju ke kampus, anak-anak itu semua laki-laki berusia sekitaran SD ada beberapa yang sudah SMP.
Mereka bersal dari daerah yang berbeda-beda bahkan sampai Ambon, ada yang berasal dari Bima dan luar Jawa lainnya.Â
Mereka menyambut kedatangan odong-odong dengan ceria dan penuh semangat, ditambah lagi suara iringan musik odong-odong yang kencang membuat mereka tak sabar menaiki dan beranjak menuju kampuskuÂ
Aku mulai mempresensi kehadiran mereka, menulis nama mereka dan menghitung agar nanti tidak ada yang tertinggal. Aku ikut serta menaiki odong-odong duduk bersama mereka, dan teman-temanku membawa motor memboncengkan pendamping anak-anak yatim itu menuju kampus, disepanjang perjalanan sungguh aku tak henti tersenyum haru melihat keceriaan mereka, mereka yang tidak seberuntung aku yang masih memiliki orang tua yang lengkap, mereka yang tersenyum bahagia bercanda bersama teman-temannya, tak terlihat kesedihan sedikitpun di raut wajah mereka, sungguh aku ingin menangis rasanya,Â
Ada satu anak yang membuatku tak ingin berjauhan darinya, dia anak yang sangat manis, tampan dan menyenangkan. Rizon namanya, dia
masih berusia 5 tahun, dan Rizqon merupakan anak yang paling kecil diantara anak yatim lainnya. Ia sangat murah senyum dan mudah akrab dengan siapapun termasuk aku, yang baru ia kenal, ia mau aku pangku saat naik odong-odong,Â
Sesampainya di kampus, mereka turun dan bergegas menuju aula yang sudah kita siapkan, ada dua anak yang membuatku tertawa reflek sembari aku mencoba menyembunyikan tawa geliku, pasalnya dua anak itu bilang kepadaku bahwa ia ingin naik tangga saja menuju lantai 6, dia mabuk kalau naik lift. Bisa-bisa nanti pingsan, tambah temannya memberikan keterangan kepadaku.Â
Aku mencoba menguatkan mereka namun gagal, dua anak itu malah bergegas menuju tangga, padahal mereka sedang berpuasa, sama sekali bukan alasan untuk mereka menaiki tangga sampai lantai 6. Aku merasa sangat kasihan, lalu aku masuk ke dalam lift bersama anak-anak yatim lainnya, sampai akhirnya kedua anak itu kelelahan sampai di atas dan akhirnya saat turun mereka berani mencoba naik lift dan ternyata tidak seburuk yang mereka bayangkan, malah mereka ketagihan ingin mencoba naik lift lagi,Â
Di aula kami melakukan banyak bermain bersama, kuis dan mendengarkan tausiah bersama, mereka senang karena mendapat hadiah-hadiah meski kecil menurut kami tapi mungkin istimewa menurut mereka, aku semakin merinding ingin menangis terharu ketika mereka satu persatu maju ke depan untuk membaca hafalan surat-surat pendek, subhanallah.. suara mereka sangat merdu, lantunan yang mereka ucapkan sangat menyentuh kalbu, sungguh aku malu karena tidak bisa melantunkan surat-surat sebaik mereka,
Kemudian acara diakhiri dengan sholat, makan dan foto bersama,
Ketika perjalanan pulang, aku mengantar mereka ikut serta dalam odong-odong, aku memangku Rizqon yang paling kecil tadi, sungguh aku tak tega melihatnya, di usianya yang sedang membutuhkan kasih sayang orang tua namun Rizqon tidak bisa merasakannya, sungguh aku tak henti memeluknya dalam perjalanan, baru beberapa menit kita jalan Rizqon tertidur lelap, sepertinya ia kelelahan karena sepanjang acara dia sangat aktif bererak ke sana ke mari, ya Allah sungguh manis anak ini, aku mengusap usap kepalanya agar dia nyaman tidur dipangkuanku,