Mohon tunggu...
Elina A. Kharisma
Elina A. Kharisma Mohon Tunggu... Guru - Berbagi hal baik dengan menulis

Seorang kutu buku dan penikmat musik.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Ulasan Buku: "Subuh", Membuat Emosi Jiwa

10 Oktober 2020   08:57 Diperbarui: 10 Oktober 2020   09:12 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah seorang Youtuber Indonesia terkenal dengan slogannya "Mantap jiwa!". Nah, setelah membaca dua cerita pertama buku kumpulan cerita pendek (cerpen) berjudul "Subuh" karya Selahattin Demirtas, saya spontan berkata, "Emosi jiwa!" sambil menarik napas panjang untuk menyiapkan diri membaca cerpen selanjutnya. 

Di bagian sampul belakang buku dengan tebal 118 halaman ini, dituliskan bahwa dari balik sel penjara, penulis yang merupakan politikus progresif Turki yang ditangkap oleh rezim yang berkuasa, menuliskan cerpen tentang Turki modern and Timur Tengah dari kehidupan sehari-hari rakyatnya. Ada petugas kebersihan, tahanan, wanita dan anak, pekerja ilegal di bawah umur, juga masyarakat yang terdampak krisis politik dan perang. Semuanya tentang kelompok yang terpinggirkan dan  menderita. 

Cerita-cerita yang disuguhkan juga sederhana, tidak bertele-tele, tetapi sangat mengena. Meskipun ditulis dengan latar Turki dan Timur Tengah, beberapa ceritanya terasa dekat. Kalau di buku ini disebutkan ada seorang petugas kebersihan yang jadi sasaran polisi dan dipenjarakan, bukankah di Indonesia kita sering dengar ada orang yang diamankan saat ada aksi demonstrasi atau menjadi korban kericuhan aksi tapi orang itu ternyata bukan bagian dari demonstran? 

Membaca buku kumpulan cerpen ini, rasanya seperti diyakinkan bahwa perempuan, anak-anak, pengungsi, buruh, orang miskin, kelompok minoritas, dan orang yang masuk golongan sosial dan ekonomi bawah adalah golongan yang rentan. Mereka rentan dilecehkan juga menjadi korban ketika muncul konflik atau perang, diabaikan, dan tidak mempunyai jaminan masa depan. Tragedi-tragedi yang dimunculkan di buku ini memang membuat hati bergejolak dengan rasa iba, kecewa, dan kesal atas kejadian tragis serta ketidakadilan yang menimpa kaum lemah.

Selain ide cerita yang menggugah, pembaca juga dapat lebih memahami konteks dari pilihan kata serta istilah asing karena dilengkapi dengan catatan-catatan kaki. Buku yang diterjemahkan oleh penerbit Marjin Kiri ini juga ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami. Panjang tiap cerita juga bisa dinikmati dengan sekali duduk. Meskipun singkat, tiap ceritanya ada kejutan tersendiri. Kejutan-kejutan ini membuat cerita lebih menarik dan juga membuat pembaca penasaran pada cerpen berikutnya.

Bagi yang suka bacaan fiksi tentang satir politik yang menggugah dan diwarnai kejutan, buku ini bisa menjadi pilihan yang sayang untuk dilewatkan. Kalau sudah membaca buku ini dan melihat cara Demirtas mengemas tragedi dan satir politik dalam cerpen-cerpennya, pasti memahami kenapa saya mengatakan buku ini membuat emosi jiwa. Tidak mengherankan jika buku ini mendapatkan penghargaan Montluc Resistance and Liberty Award.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun