Beberapa tahun lalu saya dan tim membuat akun media sosial untuk mendukung kegiatan komunitas baca anak-anak. Tujuan utama pembuatan akun tersebut adalah agar banyak lebih banyak orang tahu tentang komunitas ini dan harapannya mereka dapat membantu berbagi informasi tentang komunitas ini atau mendukung dengan cara-cara lainnya.Â
Tidak lama kemudian, beberapa anak yang bergabung dalam komunitas menemukan akun ini di dunia maya. Anak-anak yang beranjak remaja ini pun mulai aktif mengunjungi laman media sosial komunitas.Â
Awalnya mereka aktif mengunjungi laman akun komunitas. Lama-kelamaan, beberapa dari mereka mulai melakukan hal-hal yang membuat kami memutuskan untuk sementara menghentikan pembaharuan lini masa akun tersebut. Apa yang dilakukan mereka hingga saya dan tim melakukan hal tersebut?
Beberapa anak-anak mengakses laman media sosial komunitas kami, mulai meninggalkan komentar-komentar unggahan yang sebagian berupa foro-foto dokumentasi kegiatan komunitas.Â
Tentu dalam dokumentasi itu, ada wajah meraka dengan teman-teman yang hadir. Sering kali, komentar yang ditinggalkan mengundang reaksi negatif dari sesama anggota komunitas yang lain. Tidak jarang mereka bertengkar di kolom komentar.Â
Dapat dipastikan, komentar tersebut tentu komentar negatif termasuk berisi penghinaan yang tidak pantas untuk disampaikan pada orang lain baik secara daring maupun ketika bertatap muka.Â
Saat itu, kami menyadari bahwa anak-anak perlu diajari cara bersopan santun di media sosial. Uniknya, kami juga sering kali menemukan anak-anak tersebut berkata kasar, saling menghina, hingga berkelahi secara fisik ketika anak-anak tersebut mengikuti kegiatan komunitas.Â
Hal itu terjadi karena sudah seperti menjadi bagian dari keseharian mereka akibat faktor lingkungan dan pola asuh. Ternyata, cara berkomunikasi seperti ini juga mereka tunjukkan ketika berinteraksi menggunakan media sosial.
Pengalaman itu menjadi sebuah wake-up call bagi saya tentang pentingnya mengajari anak-anak cara berkomunikasi yang baik dan benar secara besikap santun di media sosial.Â
Sayangnya, kebanyakan orang tua hanya memberikan fasilitas gawai dan akses ke internet serta mengizinkan anak aktif mempunyai akun media sosial, tanpa mengajari tata krama dalam menggunakan media sosial.Â
Hal ini diperburuk dengan tingkah polah orang dewasa di media sosial mulai dari bentuk ungguhan di lini masa, penulisan caption, hingga komentar yang ditinggalkan di akun lain.Â