2. Mengenalkan Prosedur
Latihan evakuasi tidak hanya cukup dilakukan sekali, namun secara rutin agar mereka memahami betul proses evakuasi yang benar. Sekolah saya rutin mengadakan latihan evakuasi tiap tiga bulan sekali dan berlangsung sekitar 45 menit.Â
Di satu sisi, ada anak-anak yang bosan karena hal ini rutin dilakukan. Namun, di sisi yang lain, ini juga merupakan waktu belajar bagi semua orang yang ada di sekolah agar tetap ikut prosedur bahkan di saat darurat sekalipun demi keselamatan diri sendiri dan orang lain.Â
Selain itu, anak-anak juga diberi pengertian bahwa sikap mereka pada saat latihan kemungkinan besar mencerminkan sikap mereka  ketika bencana benar-benar terjadi.Â
Jadi, tidak hanya prosedurnya yang dijelaskan dan dipraktikkan tetapi juga memberikan pengertian tentang pentingnya menyikapi latihan evakuasi dengan serius sehingga harus dilakukan dengan benar.
3. Mengurangi Kepanikan
Lalu, kami menghitung bersama-sama 60 hitungan, kemudian berbaris keluar gedung lewat tangga darurat dengan tenang.Â
Meskipun ada satu anak yang hampir menangis karena takut, saya salut dengan anak-anak yang langsung melakukan prosedur "Drop, Hold, Cover" seperti yang sudah diajarkan pada latihan evakuasi gempa. Dengan melakukan prosedur itu, anak-anak tidak panik karena tahu betul yang harus mereka lakukan.
Anak-anak dan para guru tidak panik bukan berarti menganggap gempa itu sebagai hal yang tidak penting, tetapi kepanikan kami jauh berkurang karena kami tahu hal yang harus kami lakukan agar tetap aman dan selamat.Â
Saya tidak bisa bayangkan jika anak-anak panik, mungkin ada yang berlarian, menangis berlebihan, bahkan mungkin berteriak-teriak. Bisa jadi ada guru yang meninggalkan murid-muridnya karena bingung harus bagaimana.