Menjelang libur sekolah, bisa dipastikan paman dan bibi saya sibuk merencakan liburan keluarga bersama anak mereka yang duduk di kelas 4 SD. Bahkan mereka juga menabung khusus untuk memastikan agar bisa berwisata saat liburan sekolah tiba.Â
Saudara sepupu saya yang sudah mulai mencoba bermain-main dengan media sosial itu, akan merasa kecewa berat jika saat liburan hanya di rumah saja. Tidak peduli pergi ke tempat wisata yang dekat rumah atau ke tempat wisata yang jauh, pokoknya harus berwisata.Â
Ternyata setelah saya mengamati baik saudara saya ini maupun para murid saya, ada beberapa alasan yang membuat "kids zaman now" merasa bahwa berwisata menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi.
1. Gengsi
Mendekati libur sekolah, anak-anak biasanya akan mulai membicarakan rencana liburan mereka, mulai dari waktu, lokasi, kegiatan, hingga makanan selama hari libur mereka. Lalu, sekembalinya dari masa liburan, mereka akan bertukar cerita.Â
Tidak jarang saya menemukan anak-anak yang enggan berbagi cerita karena liburannya biasa-biasa saja lantaran hanya di rumah atau hanya bepergian ke keluar kota sedangkan teman-teman yang lain berlibur ke negara lain.Â
Semakin jauh liburannya, semakin keren. Ternyata anak-anak juga punya gengsi, sehingga berlibur di Bali saja disebutkan dengan kata "hanya" karena merasa kurang keren dibandingkan dengan tempat-tempat di luar negeri. Â
Liburan tidak hanya menjadi salah satu media eksistensi diri tetapi juga memberikan pengaruh terhadap kepercayaan diri mereka di depan teman-teman mereka.
2. Media Sosial
Bagi anak-anak yang sudah mempunyai akun media sosial, berwisata tidak hanya untuk mencari hiburan tetapi juga untuk berfoto lalu diunggah ke akun media sosial mereka. Tentunya semakin menarik tempat dan kegiatan liburannya, mereka akan semakin "hits" di dunia sosial media. Tidak sekedar untuk menggunggah foto, tetapi juga untuk menunjukkan eksistensi diri mereka. Semakin eksis di tempat yang "hits" maka akan terlihat semakin keren.
3. Bosan
Banyak orang berasumsi bahwa liburan di rumah atau di tempat yang dekat dari tempat adalah suatu hal yang membosankan, termasuk anak-anak. Padahal asumsi itu belum tentu benar. Â
Minimnya pengalaman dan pengetahuan orang tua, atau keengganan untuk menyiapkan aktifitas yang menarik membuat kebanyakan orang tua memilih mengajak anak jalan-jalan ke tempat wisata agar anak mereka tidak bosan. Jika tetap di rumah, mereka akan memberikan gadget sebagai alternatif agar anak "diam" di rumah.Â
Padahal jika orang tua tahu cara mengisi liburan di rumah dengan kegiatan yang menyenangkan, maka liburan pun akan menarik meskipun tidak bepergian ke tempat yang jauh sehingga anak pun tidak keberatan liburan di rumah.
4. Tugas Sekolah
Ada guru-guru yang memberikan tugas seputar aktifitas liburan. Tugas seperti tidak jarang menjadi sebuah dorongan bagi anak-anak untuk meminta "jalan-jalan" saat liburan.Â
Bagi yang liburan di rumah, tentu merasa tidak punya bahan untuk mengerjakan tugas tersebut. Tidak jarang orang tua lalu mengajak anak-anak mereka ke tempat wisata karena alasan tersebut. Padahal bisa saja pendapat mereka belum tentu sesuai dengan ekspektasi guru mereka.
Sudah seharusnya orang tua memberikan pengertian tentang makna liburan yang sebenarnya. Liburan adalah waktu bersama keluarga. Makna liburan bukan dari tempat atau kegiatannya.Â
Anak-anak juga harus belajar untuk mensyukuri setiap hal yang mereka lakukan selama liburan, tidak hanya ketika mereka mengunjugi destinasi wisata yang mereka inginkan.Â
Dengan demikian, mereka akan tidak merasa rendah diri pengalaman liburan mereka karena mereka paham bahwa nilai diri mereka tidak diukur dari cara mereka melewatkan liburannya. Orang tua pun terhindar dari anak yang selalu  menuntut "pokoknya harus liburan" karena pandangan yang keliru.