Ilmuan fisika Indonesia dari Universitas Pattimura
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara terluas ke-14 sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km², serta negara dengan pulau terbanyak ke-6 di dunia, dengan jumlah 17.504 pulau.
Berbeda dengan Negara kontinental adalah negara yang memiliki wilayah benua yang luas, umumnya dengan lokasi jauh dari lautan atau samudera. Ini berbeda dengan negara kepulauan yang terletak di pulau di lepas pantai benua, dengan lokasi yang dikelilingi lautan.
Oleh karena itu Sebagai negara kepulauan, tentu saja harusnya dapat menyesuaikan dalam implementasi pembangunan secara adil dan merata. Khususnya di bidang pendidikan.
Kita masih menemui siswa yang berjalan ber kilometer, pulang pergi sekolah dan rumah. Ada yang masih menempuh sekolah menggunakan sanpan/perahu
Lain lagi yang dialami di wilayah, provinsi, kabuaten/kota yang terdiri dari banyak kepulauan dan berpenduduk. Pastu memiliki tantangan tersendiri, dalam pemerataan kualitas pendidikan, karena kondisi alam apalagi tergolong dalam daerah 3 T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal).
Misalnya Provinsi Maluku, dari data PKP (Perumahan dan Kawasan Pemukiman) Provinsi Maluku dijelaskan lebih lanjut bahwa provinsi yang berbentuk kepulauan ini merupakan bagian dari Kepulauan Maluku.
Dengan Luas wilayah 712.479 Km2 terdiri dari daratan 54.185 Km2 (7,6%) dan lautan 658.294 Km2 (92,4%), memiliki gugusan pulau sebanyak 395 buah, 83% atau sekitar 331 pulaunya belum berpenghuni.
Secara geografis Provinsi Maluku terletak diantara Laut Seram di utara, Samudra Hindia, dan Laut Arafura di selatan. Pada bagian timur, Provinsi Maluku berbatasan dengan Provinsi Papua barat.
Sedangkan pada bagian barat, Provinsi Maluku berbatasan dengan Laut Banda. Secara Administratif Provinsi Maluku terbagi menjadi 2 Kotamadya dan 9 Kabupaten.
Kondisi dan karakteristik Provinsi Maluku inilah, menjadi perhatian penuh pemerintah, khususnya Universitas Pattimura Ambon, untuk melakukan berbagai program di dalam peningkatan kualitas pendidikan dari tahun ke tahun. Dan jujur saja, bahwa kondisi ini tidaklah mudah dengan berbagai persoalan-persoalan yang kompleks.
Namun bukan berarti upaya ini berhenti, akan tetapi justru terus menerus memacu seluruh komponen di daerah dengan dukungan pemerintah untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan bersama.
Sebagai bagian yang terpenting dari seluruh upaya yang sudah, sedang dan akan dilakukan ke depan perlu disadari bahwa Sang Pencipta (Creator/ELoHYM in Hebrews/O GOD in English) atau ROH Allah yang Maha Hadir (Omnipresence GOD) dalam bahasa Indonesia adalah pahlawan tanpa kondisi (Unconditional GOD).
Ia tidak seperti guru yang sering disalah persepsi sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, padahal jasa para guru sangat banyak tidak terukur (immeasurable) dari setiap murid yang dididiknya selama hidupnya (a long learning education system) mulai dari masa sebelum sekolah (playground/ nursery/ kindergarten), sekolah SD, SMP, dan SMA, hingga perguruan tinggi (university).
Gelar seorang pencipta dalam sains dan teknologi sering disebut penemu (inventor) atau innovator yang membangun industri umat manusia sangat terbatas jika dibandingkan Pribadi yang Maha Hadir/Sang Pencipta (GOD). Lagi pula seorang inventor biasanya bekerja keras untuk meniti karirnya karena hobby ataupun kesenangan diri sendiri (self-controlled scientist) .
Seorang Pahlawan (national hero) biasanya dalam bahasa popular adalah seorang yang sangat berjasa berjuang hingga akhir hayatnya (meninggal) untuk kepentingan suatu bangsa. Jadi gelar pahlawan pada seseorang pribadi adalah berujung setelah pada kematiannya sesuai jasa yang tidak terhitung pada kepentingan banyak orang/ suatu negara.
Berbeda dengan Sang Pencipta sebagai seorang Pahlawan (victorious warrior), Allah yang Maha Hadir, Ia memiliki Kebangkitan (Salvation/ Resurrection), Hidup Kekal (Eternal Life), dan tidak terbatas sepanjang jaman atau melampau jaman (limitless era Being). Generasi kepahlawanan manusia biasa berubah di setiap abad (100 tahun) ke abad lainnya atau paling sedikit dari satu generasi (25 tahun) ke generasi lainnya, dengan ciri khas teologi, filsafat, budaya, seni maupun sains/ teknologi “perang”/ perjuangan-nya.
Sang Pencipta sebagai seorang Pahlawan (victorious warrior) atau bukan sekedar pahlawan (national hero) pada penyajian ini akan difokuskan pada fungsinya sebagai victorious warrior yang merupakan contoh teladan pada para guru kebenaran (the truth educators), karena banyak orang sangat pandai dan bertalenta tinggi (smart scholars) dalam mengajar (teaching) dengan berbagai tipe (styles) sebagai seorang motivator maupun inspirator, namun sedikit yang dapat berfungsi sebagai pendidik (educator) yang penuh hikmat dan pengetahuan (highly educator with wisdom, knowledge, and understanding).
Untuk membahas hal signifikan di atas, diperlukan perjalanan proses yang panjang (a tough long process of education). Singkat penjelasan, kami berusaha sharing pemahaman implementasi Sang Pencipta sebagai seorang Pahlawan untuk para guru kebenaran dalam suatu ulasan kearifan lokal (a pure local wisdom) dan pengalaman kami dalam mengembangkan ilmu dan mendidik para guru dan murid dari pulau ke pulau di provinsi 1344 pulau Maluku dengan lab mobile kami yang berada hanya dalam 1 tas peralatan riset pintar (a smart mobile laboratory in a bag) (lihat link youtube).
Motivasi kami mengembangkan ilmu untuk mendidik para guru dan murid di daerah 3T seribuan lebih pulau adalah untuk menjadi terdepan dari Indonesia Timur, sebagai contoh sederhana dari para ilmuan sederhana.
Suatu negara menjadi terdepan (frontier country) untuk memakmurkan penduduknya membutuhkan sumberdaya berspirit manusia yang sempurna (as perfect as GOD), meskipun secara manusiawi tidak ada satupun mahluk ciptaan yang sama persis sempurna seperti Allah (ThEOS in Greek/ RuWaCh in Hebrews) itu sendiri.
Namun spirit reformasi dalam berpikir, melayani sesama, dan mengembangkan ilmu untuk kemuliaan Sang Pencipta (ELoHYM/ The Almighty GOD) sangat menentukan integritas sumber daya pekerja (Highly integrity character of man) atau orang yang selalu berkontribusi terhadap lingkungan hidupnya.
Di lab terintegrasi (i-LAB) kami seluruh mahaiswa riset didik dengan porsi kearifan lokal dan pengetahuan fisis 60% ditambah 40% pendidikan karakter seorang ilmuan sejati.
Banyak Negara di bumi khususnya negara-negara yang telah maju secara sains dan teknologi seperti Amerika, Rusia, Perancis, Inggris, Jerman, Jepang, Cina, Korea Selatan, dan Singapura sangat mampu menghargai pekerjaan rakyatnya baik yang berpendidikan tinggi (educated people/ scholars) maupun rakyat biasa (ordinary people) yang secara alamiah tidak berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi karena kondisi keluarga, daerah maupun keinginan pribadi sendiri.
Indonesia merupakan Negara yang unik (a unique blessed country) karena letaknya secara geografis di tengah garis bumi (khatulistiwa) merupakan bangsa dengan sekitar 17.480 pulau-pulau kecil dan ada sekitar 4 hingga lima pulau besar (continent-like-islands) contohnya: pulau Jawa, pulau Sumetra, Pulau Kaliman, Pulau Papua, and pulau Sulawesi.
Jika dibandingkan negara-negara maju di Eropa dan Amerika yang merupakan sistim negara kontinen sehingga sangat mudah merealisasikan percepatan pembangunan pendidikan, kesehatan, infrastuktur, dan sistim pertahanan angkasa (space-defence region), maka seharusnya sistim kerja negara Indonesia disesuaikan kondisi geografis yang jauh berbeda karena perlu perjalanan udara/ laut dari pulau ke pulau.
Dalam pengalaman membangun negara Repubrik Indonesia (RI) oleh para pendahulu negara sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945, kebanyakan mengunakan cara pikir Negara Barat yang disesuaikan dengan latar belakang para ahli pendidikan, dan teknologi serta ekonomi bangsa RI, mulai dari presiden pertama, Ir. Soekarno, hingga president ke 7, Ir. Joko Widodo. Hal ini telah berakar dalam beberapa decade terakhir kemerdekaan RI.
Untuk mengubah atau mereformasi sesuatu yang telah berakar dari hasil pemikiran yang telah terimplementasi dan membudaya lebih dari setengah abad, tidaklah mudah seperti membuat software computer dengan kecepatan tinggi (ultrafast-like-speed).
Herannya, para pendahulu Negara RI telah meletakan fondasi yang kuat buat keturunannya untuk terus menguasai negara rumit (a complex nation) dengan lebih dari belasan ribu pulau ini hanya dalam keluarga pemimpin tertentu. Seakan-akan Negara berpotensi unggul ini hanya dikuasai para pimpinan dari pulau Jawa dan Sumatra saja.
Sadarkah kita sebagai ASN RI?
Sebagai Renungan bersama: Apakah ada keserakahan dalam kekeluargaan pendahulu pimpinan Negara RI?
Sebagai ilmuan ASN (pegawai negeri Indonesia) sederhana Fisika dari Timur Indonesia yang terdiri dari sekitar 1344 pulau-pulau kecil, kami mungkin melihat dengan teropong lebih baik dari menggunakan mikroskop untuk menjawab pertanyaan genting tersebut sebelum terlambat untuk generasi masa depan RI menjadi korban yang kurang berkenaan (future unpredictable victims).
Dalam ilmu fisika nanosains dan nanoteknologi yang kami tekuni sejak 2001 di beberapa negara asia seperti Singapore dan Jepang, untuk menjadi nanochip yang yahut/top (excellent) diperlukan persatuan sekitar 100-1000 atom dalam membentuk suatu sensor nanochip yang memiliki ikatan tanggap (Work response) yang berkolaborasi baik dan saling menguntungkan (good collaboration) dan instant task (ultrafast).
Hal ini karena ketika atom-atom yang berjumlah ratusan tersebut bersatu maka energi yang diperlukan menjadi jauh lebih efektif (berjumlah kecil) untuk merespons cepat dan berfungsi dengan efektif/baik dan benar sebagai sensor multitasking (serba bisa) dalam mendeteksi suhu/ cahaya/ getaran disekitar lingkungannya.
Dengan menerapkan prinsip kekekalan muatan, momentum maupun energi seperti pelajaran nanochip tersebut diatas di abad 21 yang canggih ini, maka seharusnya cara efisien dan efektif dalam fokus pembangunan multitasking pendidikan, sains, kesehatan, teknologi dan ekonomi dengan anggaran persatuan RI dari Sabang hingga Merauke perlu belajar dari Provinsi Maluku yang masih banyak daerah tertinggal 3T dengan sebagian besar rakyatnya di pulau-pulau kecil hidup tanpa uang dan hanya bergantung hasil alam yang subur seperti, pisang, singkong, ubi, buah-buahan dan tambahan protein dari berbagai hasil laut yang kaya seperti ikan, udang, kepiting, lobster dan teripang.
Dengan kata lain, hidup yang hanya bergantung belas kasihan (mercy life) dari alam sekitar hidup mereka (natural blessing).
Apasih kontribusi ilmuan dari timur tentang hal ini, gimana pendapat bapak Prof? Wow keren pertanyaan saudara sebangsa dan setana air yang tercinta. Salut, deh.
Menurut bapak Prof., perlu belajar paling cepat sekitar 1 generasi atau 25 tahun untuk mencari solusi dalam menjawab pertanyaan rakyat kepulauan ini, dan kami di Universitas Pattimura udah memulainya sejak akhir 2014 dengan mendirikan lab-lab riset serta Pusat Penelitian Nanoteknologi dan Rekayasa Inovasi (PPNRI) pada 24 April 2015 hingga kini secara konsisten berkontribusi buat negara tercinta ini.
Anyway/baiklah, bapak coba menjawab dari sudut pandang ilmu Fisika yang bapak telah tekuni sejak belajar S1 di UGM pada 1989 hingga tahun ini 2023 (34 tahun) atau sekitar umur kehidupan Nabi Yesus (6 Januari 5 BC hingga Mei 28 AD) di bumi yang kehidupannya hanya berada di dalam Israel dan Palestina, tanpa pernah keluar dari daerah terisolasi tersebut.
Solusinya: sistim pikir Allah (Eternal GOD) mengerjakan ciptaan alam semesta (universe) adalah sesuai dasar-dasar kekekalan (conservation laws) yang hasil ciptaannya dapat menuntun kehidupan makhluk ciptaannya untuk mencapai hidup kekal (eternal life) di akhir perjalanan hidupnya di bumi sebagai pijakan kaki Allah Yang Maha Suci.
Contoh pendidikan Nabi Yesus yang hanya mendidik 12 murid secara arif dan bijaksana dengan karakter mengasihi Allah dan sesama manusia serta mengasihi para musuh mereka, dalam jangka waktu sekitar 2 ribu tahun kemudian telah berimpak menambah jumlah pengikutnya menjadi jauh lebih dominan atau terdata 2/3 penduduk bumi di tahun 2023 ini dari para pengikut ilmuan pemenang Nobel, ataupun agama/ kepercayaan tertentu termasuk para free thinker (atheist). Wow…sebagai ilmuan Fisika kami perlu banyak belajar tentang karakter unik tersebut dibandingkan personaliti kekekalan keilmuan Fisika.
Apasih kelebihan karakter fisis suatu bahan atau dari berbagai mahluk hidup?
Pangalaman mengerjakan dan merenungkan dalam membangun ilmu fisika mulai dari prinsip- prinsip dasar kekekalan muatan, momentum dan energi, hingga pengujian eksperimennya serta terapan dalam nanoteknologi dan nanomedis khususnya herbal medis yang berbasis local wisdom, sifat-sifat atau tingkah laku materi nanochip maupun sel hidup terkecil manusia (DNA) yang juga terdiri dari beberapa molekul kimia membentuk struktur hidup nano (100 kali lebih kecil dari tebal rambut manusia) memiliki kemiripan sistim bekerja dan respons dalam berkolaborasi dengan lingkungan sekitar.
Contoh: dalam nanochip sistim kerjasama hanya sekitar persatuan 100 hingga 1000 atom memiliki kesamaan dengan sistim pembangunan DNA (sel hidup terkecil di tubuh manusia) hingga menjadi seorang bayi terlihat dari sistim hidup bayi dalam 1000 hari hidup pertama manusia di bumi yaitu mulai dari 9 bulan kandungan hingga mencapai 2 tahun sebagai anak balita.
Keren, bukan?
Hal tersebut secara signifikan menyiratkan adanya korelasi baik benda mati (nanochip) maupun bayi atau dengan kata lain: proses kematian dan jalan kehidupan.
Jadi baik sumber hidup dan kematian berasal dari Sang Pencipta. Artinya pertanyaan rumit teman-teman di atas akan lebih baik dijawab oleh hubungan pribadi anda dengan Sang Pencipta, yaitu dengan tunduk dan takut akan kebesaran-Nya, kita akan peroleh ilmu hikmat dan kebijaksanaanNya.
Okay, Pak Prof., gimana dengan misi untuk menjadikan Indonesia terdepan, sudah ngak sabaran menunggu opininya?
Hmm….cool man…. Itu yang saya idam-idamkan dalam berkerja melayani Allah dan sesama manusia sehari-hari di Negara tercinta “tempat katong potong pusa” (our born nation of life) dalam bahasa orang basudara kepulauan Maluku.
Anehnya hingga umur 54 tahun ini ketika guru besar fisika saya telah diakui Negara RI ini, baru saya sadari berkat tersebut (such amazing blessing).
Untuk apa sih saya kerja keras tanpa kondisi melayani (unconditional services) dan mendidik para murid saya (focused on highly educated system) di universitas Pattimura?
Mengapa saya harus kerja hingga terkadang harus tidur, mandi, gosok gigi, berkebun di kampus (our research motto: “our lab. Is our home”)?
Semangat mendidik para murid-murid sederhana yang dari pulau-pulau kecil yang terdapat banyak desa-seca kecil yang pendidikannya sangat tertinggal dan terbelakang (daerah 3T) dengan kondisi guru-guru yang juga serba terbatas berlatar belakang pendidikan dan ekonomi menengah ke bawah, agar mereka memiliki spirit kerja keras yang lebih pandai untuk mengejar masa depan mereka yang jauh kebih baik dari para guru mereka.
Sebagai penutup, Lab Riset Mobile kami telah terbukti menginspirasi rakyat kecil di daerah 3T yang dapat digunakan untuk mendidik para murid dari pulau ke pulau.
Salam Indonesia Terdepan, Sahabatmu, Hendry
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H