Mohon tunggu...
Eli Maymunah
Eli Maymunah Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Guru, Ibu Dan Istri dari Mamat Rahmatulloh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pancasila di Hati Rakyat Indonesia

1 Juni 2021   18:18 Diperbarui: 1 Juni 2021   18:25 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia didunia dinilai sebagai salah satu negara yang menjadi ukuran demokrasi dan toleransi yang sangat baik. Banyaknya masalah yang timbul yang disebabkan oleh perbedaan pada berbagai hal ternyata di dalam Indonesia sendiri dianggap masih memiliki toleransi dan persatuan yang masih bisa dipertanggung jawabkan. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya persoalan yang masih dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan. (Tapi saya secara pribadi sebenarnya ingin mengoreksi pendapat ini).

Pada saat saya masih balita maka orangtua pada waktu itu akan mengajarkan lagu Garuda Pancasila kepada anak-anaknya untuk mengawali kecerdasan anak dalam berbicara. Saat itu jika anak telah mampu menghafal dan menyanyikan lagu Garuda Pancasila maka nilai tambah luar biasa bagi orangtuanya. Hal ini tentu sangat jauh jika dibandingkan dengan era milenial ini, pergeseran teknologi dan juga kebiasaan menjadikan nilai-nilai juga bergeser entah kearah mana. Yang jelas tidak sedikit anak-anak balita mengisi aplikasi tiktok dengan joget entah ala-ala siapa dan juga dengan fasih menyanyikan lagu-lagu yang menurut telinga saya kata-katanya berisi hewan-hewan bahkan mungkin hal-hal yang tidak diketahui artinya oleh balita tersebut, dan banyak orangtua yang tidak menegur atau malah bangga dengan konten itu.

Sungguh pergeseran yang menurut saya bagaimana harus ditoleransinya. Anak-anak sekolah PAUD atau TK mungkin jarang yang mengetahui lagu-lagu kebangsaan atau lagu daerah. Konsumsi mereka terhadap hiburan dan juga asupan pengetahuan adalah bergenre teknologi dengan platform digital. Sungguh Literasi digital telah berhasil membuat anak dikampung paling pelosok atau desa paling tertinggal dinegeri ini mampu mengikuti perkembangan jaman.

Saya adalah balita era orde baru dimana televisi saat itu merupakan barang mewah dengan stasiun TVRI yang menggema diseluruh tanah air tanpa kecuali. Saat itu juga radio yang berkumandang masih menggunakan frekuensi AM dengan siaran yang kurang variatif. RRI adalah no choice dimana berita pagi adalah informasi yan  didengarkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Dengan berita yang menyejukan telinga bahkan membuat tentram hati pendengarnya. Hanya berita perang luar negeri yang menghiasi ingatan saya. Indonesia aman damai sentosa. No Hoax, No kontroversi, No saling menjatuhkan dimedia.

Masih terngiang dalam ingatan setiap hari minggu  pada pukul 6.30 pagi di saluran RRI akan disiarkan secara langsung acara yang dipandu oleh Bapak Tedjo sumarto Sarjana Hukum yang membawakan tema Forum Negara Pancasila. Dengan khas suaranya yang berat menjawab berbagai permasalahan tentang negara, hukum dan pancasila. Masih ada di ingatan saya bagaimana beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dipilih dari ribuah penanya diseluruh Indonesia melalui surat pembaca. Yang juga selalu saya tunggu( mungkin ini agak ekstrim untuk anak jaman sekarang) adalah berita ekonomi di RRI jam 20.00 malam yang khusus membahas tentang warta ekonomi negara Indonesia.

Bagian yang paling saya suka adalah saat pembaca berita menyampaikan harga-harga kebutuhan pokok seperti harga bawang merah, kentang, cabe keriting, tomat dan lain sebagainya. Saya bukan tipe remaja yang suka belanja sayuran kala itu, tapi menurut saya suara pembaca berita itu begitu menarik, mengajak saya untuk merekam dan mengingat ritme yang saya anggap syahdu dan mendayu-dayu. Harga -harga itu tidak menarik  bagi saya namun pembaca berita itu sudah menyihir saya untuk menjadi pengikutnya selama bertahun-tahun. Emejing bukan ?

Perubahan adalah mutlak, jaman tidak mungkin berputar ditempatnya. Keniscayaan ini tentu saja membawa perubahan yang sangat besar. Rasanya saat ini saya belum pernah mendengar ada anak atau remaja yang membicarakan tentang Pancasila bahkan untuk sekedar menyinggung tanpa membahasnya. Bahkan siswa saya yang ikut lomba tentang Kewarganegaraanpun gagal paham ketika ditanya mengenai Pancasila dalam keberagaman.  Ketika ditanyakan siapa yang salah tentu tidak ada yang mau disalahkan. Semua berjalan mengalir sesuai dengan jaman dan juga dengan suasana pendukungnya. Kalo anda ? 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun