Mohon tunggu...
eli kristanti
eli kristanti Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Inggris

suka fotografi dan nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bersatu dan Guyup untuk Kemajuan Bersama

14 Agustus 2024   10:35 Diperbarui: 14 Agustus 2024   10:38 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Foto: ANTARA FOTO/Olha Mulalinda 

Setiap peringatan hari kemerdekaan RI, kita selalu menemukan kemeriahan di mana-mana sejak awal agustus. Jika di kota -kota besar, peringatan itu hanya itu-itu saja, berbeda halnya dengan di pelosok desa atau kampung-kampung. Kemeriahan di pelosok, sangat terasa, apalagi jika berdekatan dengan ritual desa seperti nyadran, bebersih desa dll.

Lampu-lampu atau kain berwana merah dan putih akan kita temukan di pelosok-pelosok desa itu sejak awal bulan Agustus. Terkadang lampu-lampu itu dihias sedemikian rupa sehingga menarik hari. Tawa para bocah dan remaja ketika mereka bertemu di lapangan untuk berlomba sangat menyejukkan hati.

Kita tahu bahwa masyarakat terutama di desa amat kental dengan tradisi atau adat lama yang turun temurun. Bahkan di beberapa tempat aliran kepercayaan masih dianut oleh beberapa masyarakat. Mereka juga tak segan menyambut dengan antusias perayaan kemerdekaan itu.

Di titik itu kita tersadar bahwa di akar rumput dan di jantung warga Indonesia (di perdesaaan) tanpa direkayasa, persatuan itu sangat kental terasa. Mereka saling bantu ketika nyadran dan bersatu dalam satu semangat. Begitu juga dalam peringatan kemerdekaan RI, mereka terlihat bersemangat sekali.

Ini agak berbeda dengan beberapa kawasan kota atau wilayah yang tidak kental dengan budaya. Bahkan beberapa warganya menolak untuk mengibarkan bendera merah putih untuk beberapa alasan. Secara sembunyi mereka malah meyakini bahwa syariat Islam adalah alteratif terbaik untuk mengganti dasar dan filosofi negara kesatuan republik Indoensia; Pancasila. Mereka yang seperti itu seringkali bersifat tertutup dan jarang bergaul dengan masyarakat sekitar.  

Fakta penangkapan terduga teroris di Batu adalah salah satu hal yang perlu dicermati bersama.  Mereka adalah keluarga pendatang di lingkungan itu, dan jarang bergaul dengan tetangga, sehingga kegiatan mereka tidak bisa terpantau dengan baik. Pada saat penangkapan, pak RT memancing mereka keluar dengan  dalih pembayaran iuran untuk 17 Agustusan, baru salah satu dari mereka keluar.

Pada momentum peringatan kemerdekaan Indonesia ke 79 ini, marilah kita berkaca pada sejarah masa lalu yang resonansinya masih bisa kita lihat di masyarakat perdesaan. Mereka bersatu dan guyup apapun perbedaan yang ada. Justru dengan semangat bersatu itu, kita yakin bisa meraih kemajuan yang lebih cepat dibanding jika kita terpisah-pisah karena kehendak yang berbeda-beda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun