Baru-baru ini, pihak Kepolisian merilis bahwa ada sekitar 1.125 lebih orang yang terpapar ideologi Negara Islam Indonesia (NII) di Sumatera Barat. Diantara jumlah itu sekitar 400 adalah anggota aktif yang bertemu dan berdiskusi secara rutin. Dari 400 itu ada sekitar 77 anak di bawah umur yang sudah dibaiat menjadi anggota.
Data lain menyebut memang ada beberapa daerah yang sebagian penduduknya punya ketertarikan dengan NII diantaranya Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Bali serta Sulawesi.
Fenomena ini tentu saja amat mengagetkan mengingat jumlah itu termasuk besar. Soal ada anak-anak yang terkait dengan NII ini juga membuat kita tidak lagi berfikir soal masa kini namun juga masa depan, mengingat tantangan soal antiradikal . Anak-anak ini tentu sudah dicuci otak soal ideologi dan dalam lima sampai 10 tahun jika ini dibiarkan akan menjadi bumerang yang fatal bagi bangsa kita.
Kita tentu ingat pada masa ISIS bertekuk lutut setelah sekian lama disuport para simpatisannya selama beberapa tahun. Sama seperti NII pada masa kini, para simpatisan ini juga punya mimpi adanya negara berdasar syariat Islam. Diantara para simpatisan ISIS ini juga terdapat anak-anak dari Indonesia yang selama beberapa tahun akrab dengan kekerasan dan otomatis secara ideologi, mereka juga sudah merekamnya di otak mereka dengan baik.
Jika anak-anak ini kembali ke Indonesia, tentu tidak mudah untuk membalikkan lagi ideologi yang sudah menancap di otak mereka. Keinginan untuk mewujudkan negara Islam ditambah dengan referesi soal kekerasan selama mereka di Suriah memang menjadi paduan yang sempurna untuk kekerasan dan terorisme.Â
Dan jika itu diupayakan oleh beberapa pihak di Indonesia akan sangat bertentangan dengan tujuan awal berdirinya negara ini. Karena itu seorang tokoh Hubungan Internasional Universitas Indonesia menyatakan bahwa mereka tidak perlu diterima lagi menjadi warga negara karena dengan sadar orang tua mereka membawa mereka pergi dari Indonesia dan sebagian sudah membakar paspor yang merupakan identitas warga Indonesia di luar negeri.
Selain itu banyak sekali cerita tentang kanak-kanak dan remaja yang sejak usia dini sudah akrab dengan beberapa ideologi melenceng dan akan jadi hambatan bagi masa depan negara
Dari contoh ini kita bisa belajar tentang bagaimana ancaman soal ideologi radikal dan keinginan untuk membentuk negara Islam adalah persoalan serius dan tidak berasal dari ruang hampa. Benih dan fenomenanya ada di negara ini dan butuh penanganan serius untuk dicegah dan diberantas karena ini akan mengancam keberadaan negara.
Karena itu jangan menafikan penelitian atau temuan yang memperlihatkan bahwa soal radikalisme dan terorisme terus bergerak di berbagai ranah di sekitar kita : pendidikan, ormas, keluarga, sisi kegiatan agama dan lain sebagainya. Dia ada di medsos, di pengajian ibu ibu, beberapa tokoh agama dan beberapa orang yang sebelumnya kita kenal sebagai pribadi yang baik-baik saja.
Jangan pernah tersinggung bahwa agama sudah tersusupi dengan ideologi yang tidak seharusnya. Dengan tidak menafikannya kita bisa mencegah ideologi itu berkembang.
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H