Mohon tunggu...
eli kristanti
eli kristanti Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Inggris

suka fotografi dan nulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Skeptis, Menjauhkan dari Adu Domba

29 Oktober 2018   21:54 Diperbarui: 29 Oktober 2018   22:52 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua tahun lalu , masyarakat Sulawesi Barat pernah heboh adanya suku primitif yang mirip Kurcaci. Suku itu dinamai Yo Banni atau To Lappung yang kabarnya di daerah Mamasa , Sulawesi Barat.  Mereka kabarnya hidup selama beberapa waktu di hutan-hutan Sulbar. Mereka masih memakai busana transional sekali , yaitu semacam penutup aurat dari bahan rumput.

Selama beberapa waktu kabar itu mengagetkan banyak pihak terutama masyarakat yang berasal dari sana dan paham asal usul suku-suku di Sulawesi. Dalam waktu singkat berita itu tersebar melalui grupgrup wad an media sosial, terutama faceboook. Beberapa forum seperti kaskus juga ikut menulis dan mengulas soal kabar itu.

Tak lama setelah heboh, muncul klarifikasi dari beberapa pihak yang kompeten yang mengatakan bahwa orang-orang kerdil itu memang benar-benar ada, tetapi tidak di Sulawesi, tetapi para actor dari sebuah film di Thailand (Tirto.id,30/8/2018).

Setelah itu kita bisa memperkirakan bahwa sedikit pihak yang membuat klarifikasi soal berita yang terlanjur tersebar itu. Mereka ikut menyebarkannya dengan gegabah. Mereka yang ikut menyebarkan tak akan mau repot-repot mengatakan pada komunitas terdekatnya bahwa berita yang ia sebarkan itu tidak benar alias bohong.

Bila kita melihat fenomena arus informasi sekarang ini dimana sosial media sangat berperan dalam menyebarkan informasi, nyaris seluruh berita yang tersiar mirip seperti penyebaran berita suku Yo Banni itu. Menyebar dengan cepat disertai dengan komentar memikat. Karena menarik dan berbeda maka informasi itu ditelan mentah--mentah. Banyak orang menyebarkan lagi. Menyebar dengan cepat karena sajian  menarik, berbeda atau menawarkan (seakan) fakta baru.

Kita dengan mudah mendapatkan kenyataan seperti ini. Hal-hal yang (seakan) baru dikemas sedemikian menarik dan mengundang orang lain ingin tahu (kepo). Padahal bisa jadi, hal-hal yang ditawarkan itu tidak benar alias hoax. Bahkan mungkin saja fitnah.

Fitnah itu akan menjadi hal berbahaya dan menjadi peluru bagi permusuhan karena umumnya melibatkan dua pihak. A dan B. Kita akan terjebak pada politik adudomba. Politik yang membenturkan dua pihak menjadi berseteru karena dipicu hal yang bersifat fitnah.

Karena itu, untuk segala informasi sebaiknya kita bersikap skeptis (ragu-ragu). Bila main percaya saja dan melibatkan dua pihak, akan runyam jadinya. Kita berada di tahun politik, dan masa-masa ini adalah masa kampanye. Membuat segala sesuatu peka bagi semua orang.

Pesan akhir dari saya adalah. Skeptislah terhadap semua informasi, termasuk semua informasi di media sosial,  kampanye atau apapun itu. Dengan skeptis kita akan terbiasa untuk menguji informasi yang kita terima itu. Kita akan terhindar pada permusuhan apalagi di-adu domba.

Semoga pilpres dan pileg berlangsung lancar tanpa politik adu domba.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun