Indonesia adalah negara dengan berbagai macam suku, budaya, agama dan latar belakang masyarakat yang berbeda-beda. Meski hidup dalam perbedaan, masyarakat Indonesia bisa hidup saling berdampingan satu dengan lainnya.Â
Itulah yang kemudian disebuat sebagai kerukunan antar umat beragama. Karena itulah, anak-anak Indonesia sudah diajarkan bagaimana menghormati yang tua, bagaimana menghargai yang berbeda, dan bagaimana berinteraksi dalam keberagaman.Â
Anak-anak Indonesia juga diajarkan bagaimana berperilaku dan bertutur kata yang bijak, yang sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal yang dikenalkan oleh nenek moyang. Karena memang beginilah Indonesia. Negara majemuk yang sangat menghargai keberagaman.
Dalam perkembangannya, Indonesia terus tumbuh menjadi negara berkembang. Setiap hari, bulan dan tahun, Indonesia terus mengalami perkembangan fisik dan karakter masyarakatnya.Â
Di era yang serba modern seperti sekarang ini, perkembangan teknologi informasi menjadi sarana penting untuk mengakses setiap informasi. Media sosial yang awalnya hanya digemari oleh kalangan tertentu, kini menjadi kegemaran semua kalangan.Â
Mulai dari manusia dewasa hingga anak-anak. Karena perkembangan teknologi itulah, yang kemudian disalahgunakan oleh oknum masyarakat untuk menyebarkan propaganda radikalisme. Dampaknya adalah, rasa saling menghargai dan toleransi itu terancam terganggu, karena masyarakat yang ramah telah berubah menjadi masyarakat yang mudah marah.
Dan suka tidak suka, kondisi inilah yang sedang terjadi beberapa tahun kebelakang ini. Provokasi demi provokasi terus bermunculan. Satu per satu generasi muda menjadi pelaku persekusi hingga tindak pidana terorisme.Â
Kemunculan semua ini tidak bisa dilepaskan dari merebaknya propaganda radikalisme di dunia maya. Memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menyebarkan kebencian dan propaganda, membuat begitu mudahnya anak muda yang menjadi korban.Â
Terlebih budaya cek ricek informasi, budaya untuk memastikan kebenaran informasi, serta budaya untuk terbuka, tidak dimiliki oleh seluruh generasi milenial. Bahkan tidak jarang mereka merasa dirinya paling benar, dan merasa orang lain selalu berada di pihak yang salah.
Namun penyebaran paham radikalisme di kalangan muda, bisa diputus jika semua orang komitmen untuk terus melawan radikalisme, dan terus menanamkan dasar pendidikan karakter yang kuat dan benar sejak dini.Â
Namun untuk terus konsisten ini membutuhkan komitmen yang kuat. Tidak sedikit dari orang tua yang justru sengaja menjebloskan anak-anaknya ke jurang radikalisme. Contoh yang paling sederhan adalah ketika orang orang tua atau guru di Probolinggo, Jawa Timur, mendandani anak-anak TK dengan pakaian ala tentara ISIS, dalam sebuah karnaval kebudayaan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan yang lalu.Â