Mohon tunggu...
Elika Puspa Maharani
Elika Puspa Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hubungan Internasional S1 (Universitas Kristen Satya Wacana)

Saya merupakan seorang Mahasiswa yang mengambil Program Studi Hubungan Internasional. Saya juga memiliki hobi menulis yang sudah saya lakukan sejak saya di duduk di Sekolah Dasar. Selain itu, saya juga gemar untuk melihat fenomena-fenomena sosial yang terjadi disekitar saya untuk dijadikan bahan tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Beda Agama: Realitas Adanya Hak Asasi Manusia atau Pengkerdilan Hukum Agama?

18 Agustus 2023   19:35 Diperbarui: 18 Agustus 2023   19:37 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Indonesia beragama merupakan salah satu kewajiban yang perlu dilakukan setiap warga negara. Karena agama dinilai sebagai pedoman hidup yang berguna untuk setiap umatnya agar memiliki jalan hidup yang lurus. Hal tersebut didukung dengan adanya konstitusi fundamental di Indonesia yaitu UUD 1945, pada Pasal 29 Ayat 1 berbunyi “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.” 

lalu dilanjutkan dengan ayat yang Kedua berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” dari dua ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara perlu memiliki agama dan melakukan ajaran agama tersebut agar memiliki kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Memeluk agama dan beribadah sudah menjadi kultur turun temurun yang terjaga dari nenek moyang Bangsa Indonesia, akibat dari adanya hal tersebut Indonesia menduduki peringkat pertama negara yang paling percaya akan Tuhan. Menurut riset dari situs Statista yang diikuti 18.531 responden dari 23 negara, memberi hasil bahwa sebanyak 93% responden berpendapat Indonesia merupakan negara paling percaya akan Tuhan.

Dikenal dan bahkan terbukti sebagai negara yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi, memiliki berbagai dampak positif. Sebagai contoh nyata religiusitas yang tinggi di Indonesia dapat menciptakan keteraturan dalam kehidupan bernegara maupun bermasyarakat, karena ajaran setiap agama banyak mengandung nilai-nilai yang positif. Contoh-contoh keteraturan yang tercipta karena adanya kepercayaan dan nilai religius ialah sedikitnya kasus kriminal dibanding negara-negara besar lainnya. 

Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa karus kriminal masih marak terjadi di Indonesia, paling tidak dengan adanya kepercayaan bagi setiap individu dapat dijadikan sebagai tindakan preventif mengurangi tingkat kriminal di Indonesia. lebih daripada itu, sebagai negara yang beragama Indonesia juga memiliki tingkat pengamalan hukum agama yang cukup tinggi. Di Indonesia masih sering dijumpai rumah-rumah ibadat yang sedang melangsungkan upacara peribadatan agama masing-masing guna mengamalkan nilai-nilai setiap agama masing-masing. 

Tingginya tingkat pengamalan agama ini tak lekang dengan masih adanya “kontradiksi” bagi segelintir masyarakat oposisi. Beberapa kalangan masyarakat menilai bahwa adanya agama sedikit banyak membatasi hak-hak atau pendapat mereka sebagai lazimnya seorang warga negara. 

Karena minimnya pihak oposisi dari setiap agama di Indonesia, maka dari itu setiap opini yang mereka lontarkan seakan-akan sulit diterima masyarakat. Contoh dari hal yang dinilai menentang agama namun sudah mulai dinormalisasi ialah pernikahan beda agama.

Pernikahan beda agama, merupakan topik kontroversial dan relevan untuk dibincangkan pada masa sekarang ini. Beberapa agama melarang adanya pernikahan beda agama karena dinilai melanggar dari kaidah yang ada, namun seiring majunya zaman hal itu dapat dikatakan sudah “normal” oleh masyarakat. Hal tersebut karena beberapa masyarakat berpendapat bahwa memilih pasangan merupakan hak asasi mereka sebagai manusia yang tidak bisa diganggu gugat oleh apapun. 

Pendapat tersebut dapat diperkuat dengan regulasi yang ada di Indonesia. Pada UUD 1945 Pasal 28B Ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”, lalu hal tersebut juga didukung dengan UU Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 yang mengatur bahwa Hak Asasi Manusia memberikan jaminan bahwa setiap manusia berhak membentuk keluarga dan membentuk keturunan pada Pasal 10 Ayat (1), lalu adanya HAM juga menjamin bahwa setiap manusia diberi kebebasan untuk memilih pasangannya masing-masing. 

Hal serupa terjadi pada sepasang kekasih dari Surabaya yaitu RA beragama muslim yang ingin menikah dengan EDS yang beragama Kristen. Mereka mengajukan pernikahan beda agama sebagai wujud memperjuangkan hak mereka dengan meminta permohonan pernikahan beda agama ke Dispendukcapil Pengadilan Negeri di Surabaya. Setelah upaya yang dilakukan oleh RA dan EDS maka mereka diberikan izin untuk melangsungkan pernikahan secara sah. Mendengar hal tersebut maka beberapa pasangan beda agama melakukan hal serupa untuk berupaya memperjuangkan hak mereka.

Namun hal tersebut mendapat penolakan keras dari berbagai pihak. Bahkan akibat maraknya permintaan pernikahan beda agama membuat Mahkamah Agung turun tangan mengambil tindakan. Pada 17 Juli 2023 Mahkamah Agung secara resmi melarang keras pengadilan untuk mengabulkan pernikahan beda agama dan keyakinan, yang disampaikan lewat Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2/Th. 2023. Secara lengkap isi SEMA tersebut mencakup mengenai Petunjuk Bagi Hakim dan Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat yang berbeda Agama dan kepercayaan. 

Terkait tindakan yang diambil oleh MA, Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan salah satu organisasi keagamaan di Indonesia sepakat dengan hal tersebut. Ketua Bidang Fatwa, Prof. K.H. Asrorun Niam Sholeh berpendapat pada 1 Januari 2023, bahwa praktek legalisasi pernikahan beda agama merupakan salah satu tindakan yang melanggar hukum agama, maka dari itu untuk setiap oknum yang terlibat maka terbukti melawan hukum.

Lalu Bagaimana Perspektif Hak Asasi Manusia Melihat Hal Tersebut?

Hak asasi manusia ialah hak mutlak yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia sejak dilahirkan. Hak ini diberikan secara merata kepada seluruh manusia tanpa memandang apapun. Maka dapat diartikan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama. Bahkan hak untuk memilih pasangan pun juga salah satu dari instrumen hak asasi manusia. Namun di satu sisi di Indonesia juga memiliki hukum agama yang perlu dipatuhi oleh setiap umatnya dan dalam hukum agama tersebut menolak adanya pernikahan beda agama dan kepercayaan. 

Jika ditinjau dari UUD 1945 Pasal 28B Ayat (1) dan UU Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999, pelarangan akan pernikahan beda agama dan kepercayaan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia menurut perspektif penulis. Karena pada hakikatnya setiap manusia berhak untuk memilih pasangannya tanpa pemaksaan suatu apapun. Hal ini juga didukung oleh UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 69 Ayat Kedua yang berbunyi “Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya.” 

Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa pemerintah semestinya ikut menghormati hak asasi tersebut tanpa terkecuali. Namun, tidak bisa dibantah bahwa Indonesia merupakan negara beragama yang menyebabkan pernikahan beda agama dinilai salah secara agama. Karena masih tingginya tingkat ketaatan akan agama maka pernikahan beda agama belum bisa dikatakan sebagai hal yang normal di Indonesia. Meskipun demikian bukan tanpa sengaja pemerintah menolak hal tersebut, tentunya dengan memperhitungkan hal-hal lain seperti hukum agama.

 Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa antara hak asasi manusia dan hukum agama merupakan dua bagian yang sulit mendapatkan titik temu yang tepat. Dikenal sebagai peringkat pertama negara yang percaya akan Tuhan secara otomatis, Indonesia ialah negara yang dapat dikatakan agamis. Akibat hal tersebut maka pengamalan akan nilai agama sangat tinggi di Indonesia yang menyebabkan nilai-nilai agama dijadikan pedoman untuk bertindak. 

Dengan adanya pernikahan beda agama tersebut dinilai sebagai salah satu hal yang melanggar kaidah agama. Namun pada satu sisi pernikahan dan memilih pasangan merupakan hak setiap manusia yang tidak bisa diganggu gugat oleh apapun. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tidak dapat se-ideal seperti apa yang diperkirakan. Hak asasi yang dimiliki setiap manusia juga dapat dibatasi oleh hak asasi manusia lain dan beberapa aturan-aturan yang ada. Maka dari itu, kita berhak memperjuangkan hak kita namun tanpa melanggar hukum yang telah berlaku di negara kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun