Mohon tunggu...
Eli Halimah
Eli Halimah Mohon Tunggu... Guru - open minded

guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembelajaran Daring dan Kemampuan Bahasa yang Garing

19 Agustus 2024   09:50 Diperbarui: 19 Agustus 2024   09:57 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika saja pak guru tadi mengawali pembelajaran dengan pertanyaan-pertanyaan ringan seputar kegiatan anak- anak dalam menggambar, bisa jadi mereka akan antusias dalam belajar. Anak-anak pasti senang menggambar, bukan?

Guru bisa menanyakan, "Anak-anak suka menggambar, nggak? Suka mewarnai nggak?"  Pasti pembelajaran akan lebih komunikatif.

Lalu pertanyaan berikutnya, "Selama ini kalian menggambarnya pakai apa?" Akan muncul jawaban yang bervariasi. Mungkin pensil, krayon, spidol, dll.

"Kalian menggambarnya di mana?" Kemungkinan jawabannya akan berbeda, di kertas, di buku gambar, di tembok, bisa jadi. Tanpa terasa anak-anak telah digiring dan memasuki pelajaran dengan gembira karena mereka merasa sedang ditanya tentang hal yang disukai.

Dalam proses pembelajaran, kesan pertama sangat menentukan tahap berikutnya. Pertanyaan-pertanyaan itu juga memancing anak berpikir kreatif dan menghargai perbedaan. Anak akan terbiasa menerima bahwa sebuah pertanyaan memiliki kemungkinan jawaban yang sangat banyak.

Inilah justru paradigma baru yang ingin dicapai dalam kurikulum saat ini. Siswa memiliki kemampuan berpikir HOTS (high order thinking skill). Yaitu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang memerlukan penalaran, analisis, pemecahan masalah, dan ketrampilan berpikir kritis dan kreatif. Sebuah letrampilan berpikir yang sangat dibutuhkan pada abad 21.

Masa sih anak SD harus berpikir tingkat tinggi. Memangnya bisa? Pertanyaan ini sering muncul dan menjadi perdebatan. Bisa jadi para guru pun belum memiliki pemahaman yang utuh tentang ketrampilan HOTS ini.

Berpikir kritis dan logis pada siswa SD, tentu akan berbeda dengan siswa SMP maupun SMA. Saat anak SD diberi pertanyaan, benda apa saja yang bisa kalian gunakan untuk mengambar? Pertanyaan ini memerlukan analisa dan pada akhirnya mereka harus membuat kesimpulan untuk menentukan satu jawaban.

Nah, sebelum siswa memiliki ketrampilan tersebut, tentu diawali dari para gurunya. Untuk itulah ketrampilan berbahasa seorang guru sangat penting. Bukan saja dalam proses pembelajaran, tetapi untuk menumbuhkan iklim berpikir kritis dan kreatif di kalangan para siswa.

Husnuzzon saya begini, guru terkadang dituntut oleh kepala sekolah agar materi tersampaikan pada siswa, bukan terpahami. Ini menjadi tekanan pada guru. Pada akhirnya, yang dipikirkan guru hanya sisi pedagogisnya saja. Yang penting materi sudah disampaikan. Masalah siswa paham atau tidak, kurang menjadi prioritas.

Karakter pembelajaran daring tentu sangat berbeda dengan tatap muka. Pada pembelajaran daring, guru tidak bisa seratus persen menguasai siswa. Guru tidak bisa memberikan penekanan terlalu dalam. Maka, jika bahasa guru sudah tidak lagi menarik siswa, proses pembelajaran menjadi jauh dari maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun