Mohon tunggu...
Eli Halimah
Eli Halimah Mohon Tunggu... Guru - open minded

guru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu yang Terlarang

7 Maret 2024   05:31 Diperbarui: 7 Maret 2024   05:32 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kehilangan sosok ayah sejak kecil, membuatku jatuh cinta pada pada lelaki yang umurnya terpaut jauh dari usiaku. Perasaan itu kumiliki sejak Pak Najwan, dosen penasihat akademikku yang berusia 45 tahun, sering meminta bantuanku mengoreksi skripsi mahasiswa bimbingannya. Tugasku hanya menganalisa sistematika kepenulisan dan segi tata bahasanya saja. Pak Najwan memercayaiku karena nilai IP-ku selalu tertinggi di satu angkatan.

Sudah beberapa minggu ini beliau tidak nampak di kampus. Aku rindu dengan sapaan dan senyum ramahnya. Kabar terakhir yang kudengar, Pak Najwan tengah mempersiapkan ujian doktoralnya. Aku memberikan dukungan doa untuknya, semoga beliau diberi kemudahan dalam semua urusannya.

Tak bisa kupungkiri sayatan hatiku sering muncul demi menahan rindu yang kian membuncah. Namun, aku cukup tahu diri. Aku tak lebih dari mahasiswanya. Tak pantas rasanya aku memiliki bongkahan rindu yang salah ini.

Hari ini seluruh keluarga kakak-kakak ibuku berkumpul. Malam ini akan dilangsungkan akad nikah ibuku. Aku bahagia karena akhirnya ibu akan memiliki sandaran dalam kehidupannya. Aku tahu ibu sangat memerlukannya. Kehidupan ibu semakin berat dan memerlukan kehadiran seorang suami yang membuatnya tegar.

Selepas Isya rombongan calon pengantin pria datang. Aku sibuk menyiapkan meja prasmanan bersama sepupu yang lain. Setelah semua beres aku berkumpul dengan semua keluarga di belakang rombongan mempelai lelaki. Aku hanya bisa melihat punggungnya. Badannya cukup tinggi dan berisi.

Tidak banyak acara yang dilalui. Paman Darwis mengambil perannya sebagi wali yang akan  menikahkan ibu dengan lelaki yang saat ini berjarak beberapa meter di depanku. Semua hadirin terdiam saat calon mempelai pria mengucapkan qabul.

"Saya terima nikahnya Fauzah Binti Almarhum Ruswanto dengan mas kawin dua puluh gram emas dibayar tunai."

Suara merdu yang beberapa minggu ini kurindukan, kali ini terdengar seperti bom atom yang meluluh-lantakkan hidupku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun