Besek yang berisi lebih akan dikurangi dan diisikan ke besek yang kurang atau pun besek yang baru. Sehingga semua besek yang ada memiliki kadar isi yang relatif sama.Â
Hal ini dimaksudkan agar semua warga mendapatkan perlakuan yang sama. Prinsip keadilan sangat kental pada proses kegiatan ini. Keadilan perlu ditegakkan tanpa memandang apa, siapa, dan jabatan di belakangnya. Â
Setelah semua besek telah memiliki kuantitas dan kualitas sama, besek ini dibagikan pada seluruh jamaah yang hadir. Tradisi munggahan ini memiliki makna yang sangat baik. Budaya ini mengeratkan tali silaturrahim antarwarga, mempertajam rasa empati, mengasah kepekaan dan kepedulian sesama anggota masyarakat, juga mampu mengikis sifat ego dan sombong yang bersarang di hati. Mengakui bahwa sebagai makhluk Allah, kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang harus kita perhatikan dan perlakukan dengan baik.
Berbagi sangat dianjurkan dalam agama Islam. Dalam salah satu hadits disebuatkan, Nabi SAW bersabda, "Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya, padahal ia mengetahuinya." (HR At-Thabrani).
Bahkan Nabi memberikan contoh secara nyata. Sebelum Beliau menikmati makanan, Nabi selalu menanyakan, "Apakah kau sudah membagi makanan ini kepada tetangga kita si Yahudi?" kalimat itu terus-menerus Beliau ucapakan hingga Ghulam atau pelayannya mengambilkan makanan tersebut dan memberikannya kepada tetangga.
Seiring pergeseran dan perubahan budaya yang terjadi pada masyarakat Cilegon, istilah munggahan digunakan dalam berbagai bentuk dan penafsiran. sebagai contoh, sekelompok masyarakat mengadakan makan bersama sebelum Ramadan datang dan mereka menyebut kegiatan ini dengan istilah munggahan. Begitu pula kelompok masyarakat lainnya.
Sebenarnya tidak ada larangan dalam menggunakan istilah ini. Semua kembali pada penilaian masing-masing. Namun, di sudut-sudut kampung, tradisi munggahan yang sebenarnya masih ada dan tetap lestari hingga saat ini.
2.Kramasan
Tradisi unik yang juga masih eksis di tengah masyarakat Cilegon adalah "Kramasan". Kita tentu paham arti denotasi dari kramas, yaitu kegiatan mencuci rambut dari kotoran yang menempel padanya. Tradisi ini sangat istimewa karena zaman dahulu, kegiatan mencuci rambut yang disebut "kramas" tidak bisa dilakukan setiap hari. Semua terbentur media dan kesempatan.
Pada era modern seperti sekarang ini, kita bisa melakukan aktivitas ini setiap hari bahkan jika kita mau, kita bisa mencuci rambut beberapa kali dalam sehari. Namun begitu, tradisi kramasan masih dilakukan oleh masyarakat Cilegon hingga saat ini.
Kramasan akan dilakukan masyarakat pada sore hari di hari terakhir bulan Sya'ban/Rowah. Zaman dahulu, kegiatan kramasan dilakukan menggunakan media merang yang telah dibakar. Saat ini kita bisa memilih berbagai macam merk sampo yang diatawarkan oleh para produsen.