"Kalau buku-buku motivasi itu yang mana sih, Ma?" tanya Kiki.
"Ya seperti ini." Saya menunjukkan deretan buku-buku dengan tema motivasi tetapi berbeda judul. "Bedanya, kalau ini (12 cara mengenali diri sendiri) buku motivasi secara umum. Kalau yang ini (Kenali dirimu, temukan tujuan hidupmu) buku motivasi Islami. Jadi ada pembahasan tentang agamanya." Saya berusaha menerangkan dengan bahasa yang simpel.
Kiki manggut-manggut mendengar penjelasan saya. Dia kembali menimbang-nimbang buku mana yang akan dipilih. Akhirnya dia mengambil buku yang kedua. Diletakkannya lagi buku yang satunya.
Lalu saya melihat satu buku yang sangat menarik juudulnya, "Menangis boleh, menyerah jangan" dan saya sodorkan pada Kiki. Dai menerima dan membaca bagian belakangnya sesaat. Kelihatannya dia cukup tertarik. Tebal buku itu sama dengan buku yang sudah dia pilih sebelumnya.
Saya mengakui kalau Shidqi anak yang cukup perasa. Dia berbeda dengan dua kakaknya. Saat dua kakaknya pertama kali mondok, semua berjalan lancar dan tidak ada drama tangisan bawang bombay. Kata orang tua dulu, Shidqi itu "Atine cilik". Maksudnya, Kiki mudah terbawa suasana yang mengharukan. Hatinya sangat halus karenanya dia mudah sekali menangis.
Melihat judul buku itu, dia seperti ingin mencari afirmasi bahwa sebagai lelaki dia boleh menangis. Tangisan bukanlah pertanda bahwa kita orang yang lemah apa lagi menyerah. Tangisan hanya sebuah tanda bahwa kita makhluk berperasaan yang hatinya masih normal dan hidup.
"Ya udah, Kiki beli dua buku," katanya memutuskan.
Alhamdulillah, aku terharu.
Kami menuju Akifa yang masih bingung melihat-lihat buku yang berbaris di depannya.
"Akifa mau beli yang mana?" tanya Kiki.
"Yang itu tuh, Ma," katanya menunjuk satu buku yang berada di rak paling atas.