Mohon tunggu...
Madeleine Sophie
Madeleine Sophie Mohon Tunggu... Wiraswasta - Travel Consultant

Traveler | Travel consultant @eratour

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gen Z Disebut Generasi Lemah! Salah Siapa?

20 November 2024   07:00 Diperbarui: 20 November 2024   07:06 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai pengajar SMK , belakangan ini saya sering mendengar keluhan  dari management kantor tempat mereka PKL atau mereka bekerja tentang generasi Z,  Katanya, mereka malas, manja, nggak tahan banting, dan kurang bisa kerja sama. 

Hal ini tentu ditanggapi serius oleh para guru, dan orang tua juga mengeluhkan hal yang sama. 

Tapi, pernah nggak kita bertanya, apa sebenarnya yang membuat mereka seperti itu? Apa benar ini salah mereka sepenuhnya?

Coba kita ingat-ingat. Berapa banyak anak kecil yang sudah pegang gadget bahkan sebelum mereka bisa bicara dengan lancar? Orang tua sering memberikan HP atau tablet supaya anak-anak "anteng." Niatnya sih baik---biar anak nggak rewel atau biar kita bisa fokus kerja. Tapi, ini sebenarnya langkah awal yang membentuk kebiasaan mereka.

Contoh, ada seorang anak usia 5 tahun yang terbiasa main game di tablet setiap hari. Ketika dia diminta berbagi mainan dengan temannya, dia marah dan menangis. Kenapa? 

Karena dia tidak biasa menghadapi situasi sosial. gadget tidak bisa mengajari dia caranya berbagi atau bernegosiasi.

Orang tua nowadays Overprotektif, Bukannya Membantu!

Sebagai orang tua, kita sering nggak tega lihat anak kesulitan. Misalnya, ketika mereka nggak bisa membuka tutup botol atau mengerjakan PR yang sulit, kita buru-buru membantu. Niat kita baik sih, tapi efeknya justru membuat anak merasa mereka nggak perlu berusaha keras karena ada kita yang akan menyelesaikan semuanya!.

Bisa anda bayangkan, Seorang remaja bingung saat harus mengurus SIM sendiri. Dia nggak tahu harus mulai dari mana karena selama ini semua dokumen penting selalu diuruskan oleh orang tuanya. Ujung ujungnya  dia menyerah sebelum mencoba.

Gaya Hidup yang Serba Instan 

Saya sebagai generasi X sebetulnya sudah menjadi penikmat Mie Instant, jujur kami suka sekali karena ingin mie dengan rasa apapun dari seluruh nusantara bisa kita nikmati hanya dalam waktu 3 menit. 

Tapi sekarang,tidak hanya mie instan yang cepat dan instan, Ingin  makan yang lainnya seperti pizza, fried chicken bahkan gudeg dan gado gado  tinggal pesan lewat aplikasi. 

Ingin tanya sesuatu, Membuat tugas atau mencari data, tinggal browsing  di Internet. Bahkan saat kita ingin tahu mengenai suatu benda tinggal gunakan Google Lenz dan ingin tahu judul sebuah lagu tinggal click di google search. 

Ini yang membuat generasi muda terbiasa dengan kemudahan dan kurang menghargai proses. Saat menghadapi sesuatu yang butuh usaha lebih, mereka jadi gampang menyerah!.

Misalnya, salah seorang siswa saya harus membuat laporan kelompok. Karena malas mencari data, dia hanya copy-paste dari internet. Hasilnya, laporan itu mendapat nilai kurang baik karena ternyata kurang relevan. Di sini terlihat, kemudahan instan kadang jadi jebakan karena mereka malas berpikir kritis, bahkan malas membaca artikel secara lengkap. 

Jadi, SALAH SIAPA ?

Kalau anak terlalu bergantung pada gadget atau nggak tahan tantangan, apa ini salah mereka?                                                                                   Atau sebenarnya kita sebagai orang tua yang perlu introspeksi? 

Pola asuh kita punya pengaruh besar. Saat kita membiarkan gadget menggantikan waktu berkualitas dengan anak, atau terlalu sering memanjakan mereka, tanpa sadar kita yang membentuk mereka jadi pribadi yang seperti itu.

africa images
africa images

Sebetulnya ada hal yang masih bisa kita Lakukan, 

  1. Ajak Anak Beraktivitas di Dunia Nyata: Daripada membiarkan mereka tenggelam di layar, kenalkan aktivitas yang melibatkan interaksi langsung. Misalnya, main sepak bola di lapangan atau masak bareng di dapur. Atau apabila liburan ajak mereka ke desa wisata agar mereka bisa beraktifitas dengan alam dan berinteraksi dengan masyarakat desa yang ramah.
  2. TEGA ! dan Biarkan Mereka Gagal: Kalau anak kesulitan mengerjakan sesuatu, beri mereka kesempatan untuk mencoba.  Misalnya, saat mereka nggak bisa memasang puzzle, tahan diri ...untuk tidak langsung membantu.
  3. Kurangi Kemudahan Instan: Ajarkan anak arti sebuah proses. Kalau mereka mau sesuatu, biarkan mereka berusaha mencapainya. Contoh sederhana, kalau mereka ingin sepatu baru, ajarkan mereka menabung.
  4. Orang tua adalah Contoh yang Baik: Anak belajar dari apa yang mereka lihat. Kalau kita ingin mereka bekerja keras, tunjukkan bagaimana kita berjuang menghadapi tantangan sehari-hari.

Akhir kata, 

Generasi muda adalah hasil dari pola asuh yang kita tanamkan. Kalau kita ingin mereka tangguh, mandiri, dan siap menghadapi dunia, kita harus mulai dari diri kita sendiri. Jangan hanya mengeluh. Dengarkan mereka, dukung proses belajarnya, dan beri mereka ruang untuk tumbuh.

Karena pada akhirnya, masa depan mereka ada di tangan kita sekarang. 

SELAMAT HARI ANAK DUNIA - 20 NOVEMBER 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun