Ilmu kesehatan masyarakat merupakan ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang masa hidup, dan meningkatkan kualitas hidup dengan melakukan upaya pencegahan yang terorganisir dan memberikan layanan informasi atau promosi kepada kelompok masyarakat yang terkoordinasi untuk : (1) Perbaikan sanitasi lingkungan, (2) Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit menular, (3) Pendidikan kesehatan untuk masyarakat/perorangan, (4) Pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini serta pengobatan, dan (5) Pegembangan gerakan sosial yang akan mendorong setiap individu di masyarakat untuk menjaga kesehatan dalam kehidupan sehari-hari, menurut Winslow (1920). Berdasarkan definisinya, ilmu kesehatan masyarakat memiliki upaya pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan sifat preventif untuk pencegahan. Meski demikian, perkembangan ilmu kesehatan masyarakat di Indonesia tentunya tidak terlepas dari sejarah kebudayaan dunia, khususnya dalam bidang kedokteran yaitu budaya dari Persia, Cina, Mesir, Yunani, dan Romawi. Pada dasarnya, perkembangan kesehatan di Indonesia dibedakan menjadi dua, yakni era sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan.
Revolusi Indonesia setelah meraih kemerdekaan pada tahun 1945, pemerintah yang baru terbentuk menghadapi tantangan kesehatan yang signifikan. Negara itu harus menghadapi kehancuran akibat tiga setengah tahun pendudukan Jepang dan empat tahun perjuangan revolusioner melawan Belanda. Era Soekarno (1945-1967) ditandai oleh rencana-rencana berani untuk kesehatan masyarakat namun aspirasi yang tidak terpenuhi. Pemerintah menekankan pada kedokteran sosial, yang menghubungkan kesehatan masyarakat dengan kepentingan praktis dalam pembangunan bangsa. Pendekatan ini bertujuan memperkuat masyarakat dan mencapai keadilan sosial dengan menyediakan layanan kesehatan dasar bagi semua warga Indonesia.
Awalnya, pendidikan kedokteran pribumi yang pertama kali didirikan di Indonesia adalah STOVIA (School Tot Oplelding von Indische Arsten) di Batavia oleh dr. Bosch. Kemudian disusul dengan didirikannya sekolah dokter di Surabaya, NIAS (Neederland Indische Arsten School) yang saat ini merupakan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Memasuki era kemerdekaan, pada tahun 1967, pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) digagas oleh dr. Achmad Dipodilogo. Kemudian pada tahun 1968, melalui Rapat Kerja Nasional II, konsep Puskesmas diresmikan sebagai sistem pelayanan kesehatan masyarakat terpadu. Pada awalnya, Puskesmas dipimpin oleh seorang dokter, namun selama perkembangannya pada tahun 2000, terdapat peraturan baru yang mana Puskesmas dapat dipimpin oleh seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Program studi ilmu kesehatan masyarakat didirikan atas dasar usulan Dokter Mochtar, Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal yang melandasi usulan tersebut adalah karena Indonesia belum dapat menciptakan tenaga ahli kesehatan masyarakat. Sarjana kesehatan masyarakat hanya berasal darilulusan luar negeri yang mana jumlahnya sangat terbatas. Sedangkan jumlah tenaga ahli kesehatan masyarakat di Indonesia untuk penanganan masalah kesehatan tergolong di bawah tingkat kebutuhan dari negara. Sedangkan dari segi pembiayaan, beban pendidikan tinggi di luar negeri sangat berat bagi pemerintah. Peresmian Fakultas Kesehatan Masyarakat dilakukan atas desakan dari Dokter Sajono Sumodidjojo kepada Rektor Universitas Indonesia dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada tahun 1964. Dengan Surat keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan No.26 tahun 1965, diputuskan bahwa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) dibentuk di bawah naungan Universitas Indonesia.
Fakultas Kesehatan Masyarakat memiliki peran yang krusial dalam pengembangan dan implementasi kebijakan kesehatan. Lulusan FKM sering kali terlibat dalam penelitian, perencanaan, dan evaluasi program kesehatan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Mereka berkontribusi dalam merancang intervensi kesehatan, mengelola program-program kesehatan masyarakat, serta memberikan pelatihan dan edukasi kepada masyarakat.
Di Indonesia, FKM juga berperan penting dalam pengembangan dan pelaksanaan program-program kesehatan pemerintah, termasuk upaya penanggulangan penyakit menular, promosi kesehatan, dan pengelolaan kesehatan lingkungan. Keberadaan FKM membantu pemerintah dan lembaga non-pemerintah untuk lebih memahami kebutuhan kesehatan masyarakat.
                                           Â
Kata Kunci : Kemerdekaan, Kesehatan, Revolusi.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Untari, Ida. (2017). 7 Pilar Utama Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Thema Publishing.
Neelakantan, Vivek. (2017). Science, Public Health and Nation Building in Soekarno-Era Indonesia. United Kingdom: Cambridge Scholars Publishing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H