Mohon tunggu...
Elia Mahatma Rayhan
Elia Mahatma Rayhan Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kepercayaan: Belajar dari Usaha Pendidikan dalam Membuat Kebijakan

7 Mei 2020   07:20 Diperbarui: 7 Mei 2020   07:30 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Meluasnya pandemic Corona Virus Disease telah terlihat dampaknya di berbagai penjuru dunia. Selain sektor kesehatan, sektor ekonomi juga menjadi bagian yang terdampak besar. Situasi lockdown yang diterapkan untuk mencekah penyebaran virus mengharuskan banyak usaha untuk mengambil langkah-langkah yang tidak biasa. 

Sektor pendidikan juga merasakan dampak yang besar. Institusi pendidikan berbagai strata diharuskan mencari metode pembelajaran alternatif. Selain itu, kebijakan-kebijakan khusus juga perlu dibuat untuk memastikan kelancaran operasional bagi pihak lembaga dan pihak siswa. Universitas, sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi juga diharuskan membuat kebijakan yang tidak biasa untuk memastikan kelancaran pendidikan.

Pada tanggal 20 April 2020, salah satu universitas di Surabaya memberikan pernyataannya di salah satu media cetak mengenai kebijakan-kebijakan yang dilakukan sebagai tanggapan terhadap situasi yang kurang menguntungkan ini. Pihak universitas telah melihat berbagai kesulitas yang telah dialami oleh berbagai pihak. Ini tidak terkecuali kesulitan ekonomi yang telah memberi dampak pada banyak pihak terutama mahasiswa. 

Mahasiswa yang kini tidak lagi secara fisik pergi ke kampus dan melakukan perkuliahan secara konvensional diharuskan menjalani perkuliahan secara online. Ini, bagi beberapa mahasiswa merupakan hal yang secara finansial cukup membebani karena membutuhkan biaya untuk mengakses internet. Itu hanya salah satu hal yang dirasakan mahasiswa. 

Selain itu, universitas juga sudah melihat bagaimana mahasiswa cukup dirugikan dengan tidak dapat menikmati fasilitas dari universitas yang seharusnya bisa mereka gunakan. Ini suatu hal yang perlu dimaklumi karena situasi. Dengan demikian, pihak universitas menyatakan dalam surat kabar tersebut bahwa mereka melakukan beberapa kebijakan untuk mengurangi beban mahasiswa, terutama secara finansial.

Beberapa kebijakan yang mereka publikasikan dalam surat kabar tersebut adalah sebagai berikut:

1.Meniadakan sanksi atau denda kelalaian pada mahasiswa yang telat membayar SPP.

2.Mengalihkan pengurangan pembayaran operasional kampus untuk menyubsidi SPP mahasiswa.

3.Perkuliahan online diarahkan menggunakan aplikasi yang tidak memakan banyak kuota.

Kebijakan-kebijakan tersebut memberikan harapan, setidaknya, bahwa dalam kondisi krisis samacam ini, pihak universitas memberikan kebijakan untuk membantu berbagai pihak agar perkuliahan tetap dapat dijalankan dan secara finansial, pihak yang membutuhkan terbantu.

Walaupun demikian, ada berbagai hal yang disayangkan dari pernyataan tersebut. Pada tanggal pernyataan tersebut dipublikasi, diedarkan juga surat pengumuman soal pengajuan pembebasan denda. 

Dalam surat tersebut, dinyatakan bahwa pembebasan denda akan dilakukan namun diperlukan suatu surat permohonan dengan menyertakan bukti bahwa pendapatan telah berkurang akibat kondisi pandemi dan penghapusan denda dibutuhkan. Surat permohonan yang dimaksud harus diberikan pada pihak universitas maksimal 7 hari setelah surat pengumuman tersebut diedarkan. Jika tidak, maka pengurangan denda dapat dimohonkan pada periode permohonan berikutnya. 

Hal ini dapat dipahami sebagai prosedur untuk memastikan bahwa mereka yang memohon adalah mereka yang benar-benar membutuhkan. Walaupun demikian, prosedur tersebut menunjukan kesan yang berbeda dari apa yang telah dinyatakan dalam surat kabar dimana dinyatakan bahwa ‘seakan’ pengurangan denda diberlakukan untuk semua mahasiswa; ‘seakan’ telah dilakukan sebagai suatu kebijakan umum.

Mengenai kebijakan nomor dua, pengalihan pengurangan biaya operasional – akibat tidak digunakannya fasilitas kampus – untuk menyubsidi SPP mahasiswa, hingga tulisan ini dibuat (6 Mei 2020), belum ada kebijakan apapun yang diumumkan. Para mahasiswa terus menanti janji yang telah dinyatakan dalam media cetak tersebut. Ini menunjukan bahwa ada pernyataan yang telah terlebih dahulu dipublikasikan sebelum adanya kebijakan yang diterapkan. 

Menjadi masuk akal jika penjelasan universitas atas hal tersebut adalah karena biaya untuk mengupah staff universitas tetap harus dikeluarkan. Namun, yang sangat disayangkan adalah adanya pernyataan public yang tidak sesuai dengan sebagaimana adanya.

Pada akhirnya, semua pihak harus dapat memahami kondisi yang memang sulit. Mahasiswa di satu sisi juga perlu memahami bahwa pihak universitas memiliki berbagai permasalahannya sendiri. Namun disisi lain, pihak universitas juga perlu memahami bahwa client mereka, yaitu mahasiswa, juga menuntut pertanggungjawaban atas pernyataan dalam media cetak serta memohon keadilan secara finansial.

Satu hal yang bisa diperdebatkan mengenai kasus ini adalah soal pernyataan publik dan korespondensinya dengan keadaan nyatanya. Dalam bisnis apapun, termasuk pendidikan, kepercayaan antara produsen dan konsumen merupakan suatu hal yang layaknya dihargai. Suatu perusahaan atau institusi seharusnya paham bahwa ‘distrust’ yang timbul dapat mencederai hubungan antara mereka dan client atau customer. Image memang merupakan suatu hal yang dikejar oleh usaha manapun. 

Suatu perusahaan yang menjual produknya pasti ingin memiliki image yang baik dari pelanggannya. Image penting, namun hal tersebut tidak boleh mengalahkan apa yang sebenarnya. Dari sudut pandang etika, kebohongnan publik oleh suatu usaha atau institusi dapat mencederai usaha atau institusi tersebut. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa lembaga universitas yang memberi pernyataan public diatas telah melakukan kebohongan publik. 

Namun, tulisan ini ingin menggunakan contoh pernyataan tersebut, untuk melihat kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi jika pada akhirnya hal tersebut tidak terpenuhi. Melalui suatu penilaian etis, tulisan ini juga bermaksud mengingatkan kembali pembaca pada prinsip-prinsip etis dalam branding dan membangun image.

Satu hal yang perlu diingat dalam etika bisnis – bisnis apapun, bisnis komoditas maupun bisnis pendidikan – adalah prinsip bahwa bisnis yang baik adalah bisnis yang etis. 

Pernyataan publik sebagai pembangunan image atau promosi atau bahwa sekadar pengumuman harus setia pada apa yang sebenarnya ada. Jika penyataan tersebut merupakan janji yang diberikan untuk hal yang akan dipenuhi di masa yang mendatang, maka sebaiknya tidak diberi kesan bahwa hal tersebut sudah terjadi. 

Disisi lain, jika hal yang dinyatakan tidak benar, sebaikanya tidak dipublikasikan. Membangun hubungan kepercayaan dalam berbagai hal jauh lebih ‘sustainable’ dibandingkan menjadi percontohan namun gagal memenuhi janji. Trust akan menjadi modal yang besar bagi berkembangnya suatu institusi, bahkan, dalam arti tertentu, merupakan modal yang lebih besar daripada profit. Maka koherensi antara ‘image’ lembaga atau usaha dengan kenyataan di lapangan perlu sangat diperhatikan dalam membangun opini publik.

Mengenai universitas yang telah memberi pernyataannya soal kebijakan-kebijakannya, para mahasiswa masih menanti janji-janji yang harapannya dalam waktu dekat akan dipenuhi. 

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menjelekan nama baik institusi tersebut. Bahkan, perlu diapresiasi bahwa institusi tersebut berani membuat langkah dengan memberi pernyataan yang demikian. 

Namun, perlu diingat bagaimana hal tersebut juga harus sesuai dengan kenyataannya. Tulisan ini berusaha belajar dari kasus tersebut untuk menekankan sisi ‘trust’ dan relasi antara institusi dan client. Sebagai usaha pendidikan, selayaknya, universitas juga menjalani prinsip-prinsip etika usaha dalam menjalin hubungannya dengan klien mereka yaitu mahasiswa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun