Mohon tunggu...
Nur Hudda Elhasani
Nur Hudda Elhasani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sekarang ini juga aktif menulis di http://flora-faunaindonesia.blogspot.com/ yang berisi tentang keaneka ragaman flora dan fauna di Indonesia\r\ngooglebe13744e1ad07cac.html

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Depresi karena UN?

25 April 2013   15:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:37 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1366878236311683551

[caption id="attachment_239991" align="aligncenter" width="300" caption="ilustrasi dari http://petikmakna.blogspot.com"][/caption]

Perhelatan Ujian Negara (UN) untuk SMA dan SMP telah usai dan terlepas dari penjadualan yang tidak tepat waktu maupun materi naskah soal yang kurang terdistribusi dengan baik. Namun beberapa anak-anak SMP yang hari ini merupakan hari terakhir UN, siang tadi mulai terlihat di beberapa ruas jalan sedang mendemontrasikan kegembiraannya dengan melakukan aksi corat-coret pada seragam putih birunya.

UN selesai dianggap selesai sudah kewajiban-kewajiban membosankan baik dari sekolah maupun orangtua, seperti burung yang lepas dari sarangnya. Hampir kurun waktu 8 bulan bahkan mungkin lebih mereka terpaksa bergelut dengan buku-bukunya. Konsentrasi dan tuntuntan yang tinggi akan harapan keberhasilannya menjadikan mereka stress dan UN yang telah usai bagaikan hujan yang tercurah di padang yang tandus.

Walaupun bagi mereka yang sadar terutama para orangtuanya pastilah UN bukanlah segala-galanya untuk merayakan kesuksesan mereka, karena hasil UN juga belum ada. Di sisi lain setelah UN dan mereka dinyatakan lulus masih ada langkah selanjutnya yang tak kalah rumitnya entah itu terus sekolah ke jenjang lebih tinggi, cari kerja ataupun mungkin malah memilih kawin muda bagi mereka yang sudah tidak mempunyai pilihan peningkatan hidup kecuali sekedar harus menjalaninya.

Namun benarkah UN itu membuat guru dan murid stress?

Berbagai keluhan dari para guru memang mengatakan demikian, bahkan ada yang mengatakan bahwa UN itu menyalahi metode pembelajaran yang efektif. Dalam metode pembelajaran yang efektif diciptakan kondisi yang kondusif agar mampu meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dengan melibatkan siswa secara aktif, mampu menarik minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran, mampu membangkitkan motivasi belajar, pelayanan individu (pembelajaran privat) dan penggunaan media dalam pembelajaran.

Kata mereka UN justru membuat siswa ketakutan, gelisah dan tegang. Belum lagi ditambah dengan kehadiran aparat berseragam yang membuat para guru dan murid tegang. Sedangkan yang ditunda semakin panjang stresnya, dan dibayangi beragam ketakutan. Karena yang sudah ikut saja mengatakan soal sangat sulit dan kertasnya mudah sobek.

Sebetulnya kalau kita lihat sejarah ujian nasional ini sudah berlangsung lama, sekilas tentang perkembangan UN sebagai berikut:

  1. Tahun 1965-1971, pada tahun ini, sistem ujian dinamakan ujian negara. Hampir berlaku untuk semua mata pelajaran, semua jenjang yang ada di Indonesia, satu komando dan satu kebijakan pemerintah pusat.
  2. Tahun 1972-1979, pada tahun ini, ujian negara ditiadakan, diganti dengan ujian sekolah. Jadi sekolah yang menyelenggarakan ujian sendiri-sendiri. Semuanya diserahkan kepada sekolah, sedangkan pemerintah pusat hanya membuat kebijakan-kebijakan umum terkait dengan ujian yang dilaksanakan.
  3. Tahun 1980-2000, pada tahun ini, untuk mengendalikan, mengevaluasi, dan mengembangkan mutu pendidikan, Ujian sekolah diganti menjadi Evaluasi Belajat Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Dalam ujian ini, dikembangkan perangkat ujian paralale untuk setiap mata pelajaran yang diujikan. Sedangkan terkait denga penggandaan dan monitoring soal dilaksanakan oleh daerah masing-masing.
  4. Tahun 2001-2004, pada tahun ini, EBTANAS diganti menjadi Ujian Akhir Nasional (UNAS). Hal yang menonjol dalam peralihan nama “EBTANAS” menjadi “UNAS” adalah penentuan kelulusan siswa, yaitu Dalam Ebtanas kelulusannya berdasarkan nilai 2 semester raport terakhir dan nilai EBTANAS murni, sedangkan UNAS ditentukan pada mata pelajaran secara individual.
  5. Tahun 2005-2009 ada perubahan sistem yaitu pada target wajib belajar pendidikan (SD/MI/SD-LB/MTs/SMP/SMP-LB/SMA/MA/SMK/SMA-LB) sehingga nilai kelulusan ada target minimal.
  6. Tahun  2010-Sekarang, UNAS diganti menjadi Ujian Nasional (UN). Untuk UN tahun 2012, ada ujian susulan bagi siswa yang tidak lulus UN. Dengan target, para siswa yang ujian dapat mencapai nilai standar minimal UN sehingga dapat lulus UN dengan baik.

Nah dari situ sudah jelas kalau ujian nasional ini sudah ada sejak tahun 1965, bahkan dahulu kala semua matapelajaran diujikan dan pasti ada saja anak yang tidak lulus. Bagi yang tidak lulus juga katanya tidak perlu harus ngamuk-ngamuk atau bakar sekolah, berlangsung damai walaupun demikian persoalan pastilah ada namun tidak cetar membahana seperti di jaman sekarang.

Dari sisi kualitas pendidikan konon katanya juga lebih bagus daripada sekarang, karena faktanya dulu banyak warga negara asing yang berguru ke Indonesia, namun sekarang kebalikannya kita yang bersusah payah berguru ke Negara tetangga yang katanya pendidikannya lebih maju dari pada bangsa kita.

Bagi yang siap UN baik sekolah, guru maupun siswanya pastilah tidak akan mengalami stress berat atau depresi. Ketidaksiapan menghadapi UN biasanya yang paling utama dalam memicu stress, apalagi peluang bermain curang juga dipersempit dengan kehadiran para aparat berseragam, karena konon katanya beberapa tahun sebelumnya banyak terindikasi bocornya soal-soal ujian tersebut.

Siswa dan guru menghadapi UN menjadi stress, menurut penulis itu wajar saja dan merupakan indikasi yang positif, karena ingin berhasil dan menjadi yang terbaik. Dimanapun orang yang akan diuji atau bertanding pastilah stress dan tegang, karena dibebani dengan berbagai harapan keberhasilan, kecuali bagi mereka yang sudah tidak mempunyai harapan. Dan yang penting stress di sini tidak mengarah ke depresi yang lebih parah lagi.

Stress itu sendiri merupakan pelajaran hidup, selain rasa senang, sedih, kecewa dan lain sebagainya. Nah tugas pendidiklah yang harus mengarahkan siswa agar bisa mengatasi stress yang terjadi akibat adanya UN ini, bukan malah ikut-ikut meneror siswa bahkan malah melarikan ke hal-hal yang irasional seperti pensil yang dimantra, mandi kembang, ini sangat tidak rasional. Akal sehat betul-betul direduksi dalam kebijakan seperti ini. Bukankah hal demikian malah menambah kesan horror bagi para siswa yang bersangkutan.

Namun bagaimanapun juga di era demokrasi ini UN bakalan menjadi perdebatan antara yang pro dan kontra, tetapi alangkah baiknya jika energy tersebut dicurahkan saja untuk memberikan pemahaman, solusi, pembekalan maupun mengkondisikan bagi sekolah, guru dan siswa agar dapat menghadapi UN tanpa perlu sampai depresi. Toh semuanya adalah untuk mengembangkan kualitas pendidikan di Indonesia untuk menciptakan generasi yang unggul dalam semua bidang. Menciptakan siswa yang mempunyai pendidikan karakter berbasis Pancasila dan UUD 1945. Masalah belum sempurnanya pelaksanaan UN merupakan suatu proses yang akan terus mengalami perbaikan hingga mencapai idealisme yang diharapkan semua pihak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun