Kiranya tidak genap seminggu saya kelar membaca Drupadi; salah satu novel Seno Gumira Ajidarma (SGA) yang berkisah seputar tokoh wayang. SGA terbilang cukup rajin menulis hal-hal terkait pewayangan. Beberapa bukunya antara lain, seperti Kitab Omong Kosong---sebelumnya terbit dengan judul Rama-Sinta; tokoh paling beken dalam dunia wayang--- mendapat anugrah Khalustiwa Award pada 2004.
Sebelum membaca Drupadi, saya pernah baca tiga bukunya yang lain. Semuanya dapat dari hasil pinjam. Pertama, Sepotong Senja Untuk Pacar. Kala itu saya masih 1 atau 2 SMA. Lupa. Saya baca beberapa bab saja---tidak tuntas karena mulanya saya belum mengerti betul siapa SGA dan saya pribadi merasa tulisannya tidak jauh dengan penulis lain. Itu asumsi saya sebelum mengenal SGA. Dan kini saya begitu menyesal, Ketika menyadari SGA termasuk salah seorang dari kian penulis yang sosoknya patut jadi rujukan utamanya bidang sastra.
Kedua, Dilarang Menyanyi Di Kamar Mandi. Dengan tidak sengaja saya melirik satu buku dengan judul menarik, ya buku itu, di lemari teman. Karena diberondong keingintahuan---seringkali judul buku membuat siapapun yang memandangnya ingin segera membaca atau membeli---saya Tarik buku itu kemudian meluncur ke daftar isi; memilih judul paling menarik dan setelah membaca satu bagian saya kembalikan buku itu ke muasal. Kira-kira kala itu saya 2 SMA. Dan karena kualitas buku itu rendah (terbitan versi repro yang jelas illegal) saya tidak berani baca bahkan membuka Kembali. Saya sudah lupa entah apa isinya.
Ketiga, Kalatidha. Buku ini saya pinjam kepada satu teman yang senang sekali mengoleksi bacaan sastra. Tidak heran, kadang hampir tiap kali belanja buku, ia memborong 5-6 judul sekaligus dari Gramedia yang nampaknya saya sendiri belum pernah jajan buku sebanyak itu apalagi di Gramedia; toko buku yang saya anggap 'pelit' masalah harga. Jangan sampai CO Gramed tahu!
Untuk Kalatidha ini samar-samar saya masih ingat isi, konflik serta alurnya. Kalau tidak keliru---CMIIW---menceritakan tokoh yang berusaha membobol bank sehingga ia di penjara. Di sana, ia tidak sendirian. Ia ditemani (karena berhasil menyelundupkan) kliping koran 1965 yang terkumpul pada buku catatan kakaknya. Kalatidha ini, agaknya, adalah novel dengan judul serta bahasan yang mirip dengan Kalatidha karya Ronggo Warsito.
Sementara Drupadi, buku keempat---mudah-mudahan akan berlanjut kelima keenam dst---milik SGA yang saya baca. Meski belum membaca karyanya yang lain yang fokus bicara soal pewayangan, saya rasa gaya cerita SGA dalam Drupadi tidak begitu jauh dengan Kitab Omong Kosong. Ini bayangan saya saja terlepas dari pendapat pembaca-pengamat lain.
Rentetan kisah Drupadi---putri kerajaan Pancala yang dipimpin ayahnya; Drupada---dibuka dengan sayembara siapa yang pantas mendampingi hidup Drupadi. Putri paling diidamkan banyak muda karena paras wajahnya itu menjadi akar dimana seluruh konflik dalam buku ini lahir. Beberapa delegasi kerajaan-kerajaan luar hadir demi memenangkan sayembara dan pulang membawa kado yang telah direbutnya dari banyak tangan.Â
Kurawa yang Nampak paling ambisi di antara peserta lain. Tetapi, setelah semua gagal menyanggupi ketentuan juga tantangan Drupada sebagai tiket mempersunting putrinya, Pandhawa tetiba datang sehingga membuat semua tercengang, menyaksikan lima sosok itu masih hiudp sementara telah beredar luas tentang kabar kematian mereka akibat terbakar di perang Baratayudha. Akhirnya, salah seorang di antara Pandhawa; Arjuna sebagai wakil empat saudaranya---berhasil memenangkan sayembara.
Drupadi jatuh di tangan Arjuna, tepatnya Pandhawa. Terjadi perselisihan tentang siapa di antara mereka yang paling berhak menikahinya. Mulanya sepakat Arjuna yang harus mengawininya. Namun, Arjuna menolak dengan dalih bahwa Yudhistira paling berhak atas Drupadi selaku tetua (kakak) Pandhawa. Kemudian putusan beralih kepada Bima sebab dia paling perkasa di antara kelima Pandhawa. Lalu meloncat ke Nakula-Sadewa; si kembar yang dirasa paling pas bersanding Drupadi. Perselisihan itu kemudian berakhir pada putusan Dewi Kunthi, ibu Pandhawa, bahwa kelima Pandhawa harus menikahi Drupadi. Jadilah Drupadi seorang poliandris.
Setelah konflik usai, lahir lagi konflik lain. Begitulah hidup senantiasa menyodorkan benang-benang di sepanjang jalan agar senantiasa kita waspada tanpa bisa menghindar. Akibat kemenangan Pandhawa, Kurawa makin geram serta menyimpan api dendam pada lima saudaranya itu. Maka diadakanlah pesta besar-besar di istana untuk mengundang Pandhawa. Mereka sudah mempersiapkan ranjau guna menjebak Pandhawa di atas meja judi.Â
Mula-mula Yudhistira yang paling gemar dan pandai berjudi mengalami kemenangan telak. Ini salah satu jebakan Kurawa yang tidak disadari geng Pandhawa. Berawal dari taruhan koin emas hingga berani mempertaruhkan kerajaan---bahkan Drupadi tidak luput jadi taruhan setelah Yudhistira tumbang akibat muslihat Sengkuni, penjudi yang licik. Setelah tak ada yang tersisa dari Pandhawa dan semua berpindah tangan pada Kurawa seketika di meja judi, saat itulah Pandhawa runtuh. Mereka beralih jadi budak istana.
Bertahun-tahun Pandhawa buruk nasib, tiba kemudian saatnya membalas kelicikan saudaranya sendiri. Pandhawa berencana menumpas Kurawa serta komplotannya. Dan rencana itu berjalan mulus sehingga Pandhawa Kembali mengibarkan bendera kemenangan-kebebasan. Namun tidak lama kemudian anak perkawinan Pandhawa dengan Drupadi juga dua saudara Drupadi dibunuh oleh pendendam yang tidak terima kematian Kurawa. Sehingga atas semua kejadian beruntun yang mereka alami itu kemudian menetaskan inisiatif untuk berhenti saling menumpahkan darah satu sama lain.Â
Mereka; Pandhawa dan Drupadi beritikad menunaikan Yoga Pemusnahan menuju Mahameru. Pada pagi yang telah disepakati, mereka berangkat ke gunung tertinggi di Pulau Jawa itu meninggalkan rakyat dengan damai demi lahirnya ketrentaman. Tengah perjalanan menuju puncak, Drupadi tidak kuasa meneruskan sehingga dirinya terkulai di antara awan sambal menatap negerinya dari kejauhan sementara ia tertinggal rombongan dan bayangan lima Pandhawa makin mengecil di matanya.
01 September 2020, Malang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H