Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di Dzakarta, n hidup di tengah kaum dhua'afa. Ingin menjadi Inpirite for Dhua'fa Communities. Bercita2 mjd Bpk asuh dari anak2 cerdas yg gak mampu, menyuarakan aspirasi mereka Yuuk kita BERCINTA. cinta kelg, anak2, ortu,.... cinta remaja, n'..hmmmm dlm KLINIK CINTA milik elha

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tips Agar Gaji Cukup untuk 3 Bulan

21 Februari 2011   23:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:24 2313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Gaji saya cuman buat bayar kartu kredit aja...." demikian komentar seorang karyawati

---oooOooo---

Fenomena umum yang terjadi dikalangan pegawai/karyawan di Indonesia dari sisi ekonomi adalah jumlah pendapatan yang tidak sebanding dengan kebutuhan. Atau dalam bahasa yang lebih transparan, nilai salary yang diterima 'terasa' sangat kecil dan tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. [caption id="attachment_90595" align="aligncenter" width="300" caption="gaji bulanan (republika.doc)"][/caption] Percaya atau tidak, fenomena tersebut dijawab dengan 'anomali' atau lebih tepatnya paradox perilaku dari pegawai/karyawan itu sendiri. Sudah menjadi rahasia umum bila populasi kelas menengah keatas sebagian besar dihuni oleh mereka yang beraktifitas bukan ranah kepegawaian/bikrokasi. Secara logical formal atau kalkulasi matematis, dengan penghasilan sebesar Rp. 5 juta/bulan, atau sebesar-besarnya Rp. 10 juta/bulan sulit bagi sebuah keluarga untuk menapaki level kelas rapat atas. Apalagi bila pendapatan keluarga tsb dibawah Rp. 5 juta/bulan. Dari analisa sederhana, rata-rata pengeluaran keluarga :

  1. Belanja rutin bulanan Rp. 400.000,- untuk sayur mayur dan buah-buahan
  2. Belanja rutin bulanan Rp. 1.000.000,- untuk kebutuhan dapur non sayur/buah
  3. Biaya listrik & telepon Rp. 600.000,-
  4. Voucher HP Rp. 200.000,-
  5. Retribusi warga Rp. 100.000,-
  6. Biaya sekolah anak Rp. 200.000,-
  7. Transportasi Rp. 500.000,-
  8. Makan di kantor Rp. 300.000,-
  9. Rumah Rp. 1.000.000,- (baik cicilan atau kontrak rumah)
  10. Tak terduga 10% Rp. 500.000,-

Total pengeluaran Rp. 4.800.000,- Mungkin diantara kita akan berfikir kritis bahwa pengeluaran yang terpampang diatas relative lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran sesungguhnya, terutama bagi mereka yang menyekolahkan anaknya di sekolah swasta, atau mereka yang memiliki anak sekolah di tingkat SMP atau SMA atau bahkan kuliah. Justru disini anomali jawaban itu muncul. Jika memang pengeluaran diatas Rp. 5 juta, atau dua kali lipatnya, atau memiliki penghasilan dibawah pengeluaran tersebut, mengapa kita masih saja bermain dengan masalah tersebut. Berulang dan terus berulang. Lalu bagaimana agar gaji kita mampu mengcover kebutuhan hidup atau bahkan bisa bertahan hingga 3 bulan....? Solusinya sangat simpel dan sederhana. Pembaca tinggal memilih salah satu diantara alternative choises, beberapa atau boleh seluruhnya.

  1. Bekukan pendapatan/gaji
  2. Tingkatkan penghasilan
  3. Kurangi pengeluaran

Cara 1, membekukan pendapatan dengan memasukannya dalam plastic dan simpan dalam freezer. Insya pendapat akan utuh selama 3 bulan Cara 2, meningkatkan pendapatan dengan side jobs atau usaha lain yang tidak menggangu main job Cara 3, membuat skala prioritas kebutuhan, dengan mendahulukan kebutuhan very urgent, urgent dan ordinary serta lainnya (bahasanya elha_nya kebutuhan luxury) Metode 1 rasanya sulit ya. Karena tidak mungkin membekukan uang gaji secara vulgar seperti itu. Metode 2 sangat masuk akal, karena hanya dengan meningkatkan penghasilan maka semua kebutuhan akan terpenuhi. Namun cara ini tidak bisa menjangkau semua insan, mengingat membuka usaha memerlukan modal dan kemauan. Konsep yangb ketiga adalah langkah yang paling efektif dan dapat dijalankan oleh siapa saja. Disadari atau tidak pengeluaran kita lebih banyak pada kebutuhan-kebutuhan luxury. Kebutuhan yang sebenarnya bisa ditunda atau di substitute dengan yang lain yang relative lebih terjangkau. Atau bahkan jika kita mau jujur dan sedikit terbuka, akan terkuak bahwa pengeluaran yang menghabiskan sebagian besar uang gaji kita ada pada tataran 'KEINGINAN'. Secara konseptual dan factual keinginan sangat berbeda dengan kebutuhan. Keinginan lebih kepada ajakan 'nafsu' untuk memiliki atau memenuhi hasrat. Sedangkan kebutuhan adalah sesuatu yang memang harus dipenuhi. [caption id="attachment_90596" align="alignright" width="300" caption="Promo Belanja Yang Menarik (photo dari indocashregister.com)"]

12983290121550382261
12983290121550382261
[/caption] Dari pengalaman sehari-hari, misalnya belanja di pasar tradisional, minimarket, supermarket, swalayan, jalan-jalan atau aktifitas diluar rumah lainnya, mana yang lebih mendominasi 1. Kebutuhan yang sudah tercatat, atau 2. Kebutuhan (baca : keinginan) tiba-tiba saat dilokasi atau diperjalanan...?? Discount price, hadiah atas pembelian suatu produk, promo buy 1 get 1 free, point rewards, lounching produk baru, emosi hati dengan belanjaan orang lain dan kondisi lainnya adalah godaan yang sangat dominan mempengaruhi 'penyimpangan' pengeluaran belanja kita. Karena itu, agar bisa efektif menjalankan metode ketiga, mengurangi pengeluaran adalah dengan cara sbb :
  1. Buat skala prioritas kebutuhan dari yang very urgent, urgent, ordinary dan luxury
  2. Buat catatan khusus tentang segala sesuatu yang harus dibeli, ditunda dan dibatalkan
  3. Pastikan setiap belanja untuk membaca catatan barang atau produk yang harus dibeli dengan uang pas (atau debit)
  4. Sebisa mungkin memprioritaskan penggunaan kartu kredit hanya keperluan mendesak
  5. Yang tak kalah penting adalah jangan laper mata dan jangan terpancing emosi dengan teman, tetangga atau orang lain yang membeli produk yang tidak terlalu kita butuhkan
  6. Kalau bisa, targetkan agar setiap bulan ada dana yang di-saving dalam tabungan khusus
  7. Sisihkan sebagian untuk biaya darurat seperti biaya dokter dll, yang bila tidak digunakan dapat dimasukan dalam tabungan khusus

Bila semua itu kita jalankan, Insya Allah gaji kita akan cukup selama tiga bulan (bagi yang mampu). Atau setidak-tidaknya tidak terjebak dalam ketimpangan pendapatan atau terjerembab dalam 'kubangan' keinginan yang tak tentu Note : Untuk tulisan berikutnya, sudah ada 3 request dari kompasianer antara lain ;

  1. Pembahasan tentang saham
  2. Cara membuat usaha yang efektif dengan modal seadanya
  3. Membuat usaha kontrakan

Bagaimana dengan pembaca lainnya... Salam cinta n ukhuwah Salam ekonomi - KLINIK USAHA --elha / konsultan keuangan- twitter : @elha71,    fb : abi elha www.jangankedip.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun