Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di Dzakarta, n hidup di tengah kaum dhua'afa. Ingin menjadi Inpirite for Dhua'fa Communities. Bercita2 mjd Bpk asuh dari anak2 cerdas yg gak mampu, menyuarakan aspirasi mereka Yuuk kita BERCINTA. cinta kelg, anak2, ortu,.... cinta remaja, n'..hmmmm dlm KLINIK CINTA milik elha

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Indonesia Vs Uruguay. Ada Apa dengan PSSI..??

9 Oktober 2010   04:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:35 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia diprediksi kalah 8-0 dalam pertandingan bertajuk Big Match Indonesia – Uruguay di Gelora Bung Karno, Senayan, 08/10/2010.

[caption id="attachment_283891" align="aligncenter" width="300" caption="suasana Indonesia vs Uruguay (elha.doc)"][/caption]

---oooOooo---

Seklumit Sejarah Sepak Bola Indonesia

“Kata Abi, Indonesia kalah apa menang lawan Uruguay..?” Tanya anakku sebelum pertandingan dimulai.

“Uruguay…” Jawabku enteng

“Kok..? Emang Abi gak dukung Indonesia..?” Tanya anakku dengan suara agak meninggi

“Dukung dong. Tapi untuk menang atau kalah, kita lihat realita…” Jawabku lagi

Indonesia versus Uruguay. Demikian tajuk yang diusung oleh media massa meramaikan suasana menjelang pertandingan. Uruguay adalah juara dunia dua kali (1930 dan 1950). Pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, Uruguay menempati posisi ke-4 setelah dalam perebutan tempat ketiga dikalahkan Jerman dengan skor 3-2

Di daratan Amerika Selatan (lazim disebut Amerika Latin), Uruguay adalah raja Libertadores bersama Argentina dan Brasil. Mereka tak henti-hentinya melahirkan pemain berbakat seperti  Juan Caros Gonzales (alm), Jose Pedro Cea, Victoriano Iriarte, Hector Castro dan terakhir eranya Diego Forlan.

Indonesia? Era tahun 1950 – 60, Indonesia adalah macan Asia. Bahkan pada pertadingan pembuka Olimpiade 1956 di Melbourne Indonesia mampu menahan Raksasa Eropa/Dunia saat itu, Uni Sovyet 0-0. Era 1970-80, meski tak setrengginas sebelumnya, namun wilayah Asia masih tetap dalam genggaman.

Era ke-emasan terakhir yang masih bisa kita saksikan adalah saat Herry Kiswanto, Dede Sulaeman, Hermansyah dkk menjuarai Sub Grup 3-B pada Pra Piala Dunia 1986. Dan ketika bertemu bertemu Korea Selatan (Korsel) untuk menuju babak play off, Indonesia hanya kalah 1-0 di Seoul dan 3-1 di Jakarta. Itupun Korsel harus berjibaku dan berusaha keras.

Setelah itu prestasi Merah Putih terus menurun. Bahkan dengan Negara yang sebelumnya menjadi ‘makanan’ seperti Singapore, Kamboja, Vietnam dan Hongkong Team Garuda harus mengeluarkan tenaga penuh untuk menang, sekedar seri atau menghindari kekalahan. Tak terkecuali kekalahan memalukan 7-0 dari Negeri Gajah Putih pada Babak Penyisihan Sea Games 1991.

Keterpurukan prestasi Indonesia tak lepas dari kegagalan system pembinaan yang kurang efektif, kompetisi yang bergulir tak terkelola dengan baik dan kepengurusan PSSI yang ‘hampir’ selalu diramaikan oleh issue reshuffle, re-organisasi atau Munaslub.

Sejak berakhirnya era Kardono medio 1980an, hampir tidak ada prestasi yang dapat dibanggakan oleh PSSI. Bahkan dalam satu dekade terakhir kekisruhan antar pengurus PSSI, pengurus klub dan supporter lebih mewarnai hajat sepakbola Indonesia ketimbang berita bahagia dari lapangan hijau.

Harapan prestasi sempat tersemat ketika Indonesia melahirkan pemain berbakat dalam ‘Primavera’ yang dilanjutkan dengan ‘Bareti’. Namun, seperti kebiasaan sebelumnya, Indonesia (PSSI) tak pandai dalam memelihara mutiara, sehingga talenta masa depan Indonesia itu perlahan redup dan padam.

Indonesia – Uruguay

Kembali ke pertandingan Indonesia vs Uruguay. Terlihat jelas bagaimana Indonesia jauh kalah kelas dibandingkan dengan Uruguay, terutama dalam hal stamina, teknik dan strategi.

Lima menit pertama, team Merah Putih seperti demam panggung. Panic dan silau oleh nama besar Rodrigues, Edinson Cavani dkk. Mereka bermain sapu bersih dan terburu-buru. Baru, setelah mereka bisa memainkan one touch one dengan baik Indonesia dapat keluar dari tekanan Uruguay. Terlebih lagi ketika Boaz Salosa berhasil mengecoh Kiper Uruguay dan menyarangkan si kulit bundar ke gawang kosong di menit 17 dan 1-0 untuk Indonesia.

[caption id="attachment_283897" align="alignright" width="300" caption="Gol Boaz Solosa di menit ke 17 (elha.doc)"][/caption]

Meski kalah kualitas, namun di babak I, khususnya s.d menit 40, Indonesia mampu mengimbangi permainan cantik Uruguay. Bahkan tendangan kelas dunia kearah gawang Markus Haris Maulana, dapat ditepis dengan baik oleh penjaga gawang nasional yang penuh senyum tsb.

Mala petaka terjadi setelah memasuki menit ke 43 hingga babak pertama selesai. Mala petaka itu berlanjut tanpa perlawanan berarti di babak kedua hingga kedudukan akhir 1-7 untuk Uruguay.

Ada apa dengan PSSI…??

Pertanyaan ini layak dikemukakan. Meski kalah telak 1-7, namun kita bisa mengatakan bahwa semangat dan teknik dasar serta moril pemain Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata. Kelemahan mendasar justru ada pada Stamina pemain. Kita bisa melihat bagaimana pemain tengah dan belakang sang sangat kedodoran setelah memasuki menit ke-30. Banyak kesalahan sentuhan, adu sprint yang selalu kalah, terlambat menutup ruang gerak lawan dan pengolahan bola tak sempurna.

Ada beberapa factor yang bisa diangkat. Pertama system kompetisi kita yang (mungkin) sangat padat dan panjang. Kedua rotasi dan atau pelapis pemain yang tak berjalan baik di klub. Ketiga PSSI/Pelatih/Manager yang kurang perhatian dengan stamina pemain.

Bukan tidak mungkin bila stamina mendukung, Indonesia masih mampu mengimbangi Uruguay hingga babak kedua usai. Kalaupun mengalami kekalahan, setidaknya hanya pada kisaran 3-1. Kita bisa melihat bagaimana indahnya gol yang disarangkan oleh Boaz Salosa.

Kekalahan telak dari Uruguay (mungkin) akan menimbulkan pertanyaan baru. Mengapa harus Uruguay jika hanya untuk uji coba Tim Nasional? Mengapa tidak Thailand, China, Korea Utara dan Australia. Toh mereka adalah anggota AFC. Atau bila ingin lebih tinggi lagi dapat mengundang Aljazair, Mesir, Turki, Slovenia atau Iran. Bukankah pertandingan dan games yang akan di-ikuti Indonesia berada dalam jalur AFC, seperti AFF, Sea Games, Asian Games atau Piala Asia, dimana gaya permainan tim-tim tsb lebih mewakili lawan yang akan dihadapi Indonesia, ketimbang Uruguay.

[caption id="attachment_283898" align="alignright" width="300" caption="Penalty Uruguay (elha.doc)"][/caption]

Pelajaran berharga yang kita dapat dari pertandingan semalam adalah bagaimana tim professional itu memainkan bola dengan efektif, efisien dan semangat hingga peluit akhir dibunyikan.

Padahal pada tahun 1974 di tempat yang sama, Tim Merah Putih berhasil mengalahkan Uruguay 2-1.

Berbenahlah PSSI…

Salam sepak bola

Salam ukhuwah

--elha / KLINIK CINTA—

www.jangankedip.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun