Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di Dzakarta, n hidup di tengah kaum dhua'afa. Ingin menjadi Inpirite for Dhua'fa Communities. Bercita2 mjd Bpk asuh dari anak2 cerdas yg gak mampu, menyuarakan aspirasi mereka Yuuk kita BERCINTA. cinta kelg, anak2, ortu,.... cinta remaja, n'..hmmmm dlm KLINIK CINTA milik elha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Guruku Datang

1 Agustus 2010   00:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:24 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Maafkan aku Guru.... Aku tak mampu menyuguhkan sesuatu kepada Engkau….

---oooOooo---

Selesai baca qur’an, ba’da shubuh, tak seperti biasanya ku nikmati OnLine bersama Kompasiana. Ya..ya…ini karena beberapa artikelku berhasil masuk dalam ‘lubang jarum’ iB Kompasiana Blogshop. Itupun diluar kendaliku, karena artikel yang aku prioritaskan justru tak berhasil terkirim. Then, aku seperti terhipnotis untuk mengikuti perkembangannya Hehehehe…anehnya dunia. The Mistery Problem

Ku lihat anakku, yang juga ikut berjmaah shubuh di Masjid Nurul Iman, khusyu bermain dengan Mumtaz, si kecil manis.

“Assalamu’alaikum…!” suara dari luar

“Wa’alaikumsalam….” Jawabku

Ku berjalan menuju pintu, membukanya…dan……Yaaaaa Allaaaahhhhh

“Guru Ngajiku...…?” jawabku tercekat

Kulihat wajah Guruku yang cerah bagaikan purnama berseri dan tersenyum padaku. Beliau mengangguk, dan tersenyum….

Ku terpana, dan terkesima. Mataku masih menatap lurus ke wajah beliau, mulutku masih terbuka dan tanganku pun masih memegang gerendel pintu yang setengah terbuka…..aku terkesima

Aku belum mampu membalas senyumnya yang indah dan ikhlas……

“Akhina Lukman….!” Serunya

“..eehhh….ha…ehhh..Iyya …” jawabku gelagapan

“Silakan masuk guru….”

“..silakan..anggap saja rumah ini adalah rumah Engkau juga, ”

Ustadz Syam, alumni Ponpes Moderb Gontor Ponorogo, melangkah perlahan memasuki rumahku. Suara Mumtaz yang terdengar ha hu hua..haa..eeeyyaaa menarik perhatian beliau.

“Siapa dia akhi…..?”

“ehh…dia anakku yang bungsu ustadz…”

Ustadz Syam memasuki kamar anakku. Senyumnya mampu ‘menerjang’ hati Mumtaz. Anakku terdiam dan menatap wajah ustadz yang indah. Seolah, sosok yang sudah sangat dikenalnya. Kemudian Mumtaz menyeringai dan menggeliat. Fachri, anakku yang keduapun terpaku menatap tamu muliaku. Terhujam senyumnya hingga Fachri terdiam dan terpaku. Mulutnya terkunci…

Kemudian….refleks tangannya menggamit tangan Ustadz Syam dan menciumnya….

Ku terhenyak…..kusadar kalau aku sendiri belum mencium tangan guruku sendiri.

“Kau jaga mereka akhina. Dunia diluar sangat sarat godaan. Mudah menggelincirkan. Anak-anakmu lucu. Sudah bangun di kala shubuh…jaga mereka akhina. Itu tangung jawabmu….”

“..ii…he..Insya Allah Ya Ustadz…”

Kemudian Ustadz kembali ke ruang tengah dan memperhatikan sajadah yang ‘tersampir’ di atas shofa, bungkusan roti yang masih tergeletak di atas meja dan dua sepeda motor yang masih terparkir di dekat meja tamu…..

Aku menahan nafas, dan membereskan bungkusan roti serta merapihkan kembali sajadah yang kugunakan untuk sholat waktu fajar. Ustadz Syam tersenyum…

“Maaf  Ustadz, rumah kami masih berantakan….”

Kemudian Ustadz Syam memperhatikan dinding rumahku yang mulai lusuh warna catnya, dan dipenuhi lukisan ‘indah’ gunung, mobil, orang, burung dan lingkaran.

“Akhina…anak mu aktif ya, sampai menggunakan dinding rumah sebagai sarana melukis….”

“..ii..iyya ya Ustadz…” jawabku gugup

Fachri memang rajin mencoret-coret dinding dengan pensil dan menggambar apa saja. Hehehehe

Lalu Ustadz Syam menghampiri rak buku yang terletak di sebelah kiri buffet TV. Ah, malunnya aku. Susunan buku-buku tafsir, hadits dan buku umum lainnya tak lagi tertata baik. Karena banyak yang menggunakan dan jarang yang merapihkannya kembali.

“Akhina, aku akan mengunjungi sahabat yang lain. Terima kasih atas jamuannya……”

Belum selesai dengan ucapannya Ustadz memandang kea rah laptopku….

“Engkau sedang menyelesaikan sesuatu akhina…?” Tanya-nya

“,…eh iyya Ustadz ”

“..saya sedang mengikuti lomba menulis di Kompasiana….”

‘….hmmmm….” beliau tersenyum, dan tampak deretan giginya yang putih bersih

“…e..e..ee”

“Tapi…tapi Ustadz, saya sudah niat dan ikhlas, bila saya memenangkan lomba ini, saya tidak akan menikmati sepeserpun hadianya….” Jawabku cepat-cepat

“Lalu untuk siapa hadiah tsb…”

“Akan aku berikan kepada Janda tua, Anak Yatim dan Dhuafa…”

“Bagus….apa saja yang tulisan kau kirim, akhina Lukman….?”

http://lomba.kompasiana.com/group/ib-1000-tulisan/2010/07/29/aku-berselingkuh-dengan-ayahku-sendiri/

http://lomba.kompasiana.com/group/ib-1000-tulisan/2010/07/29/mau-tahu-agar-tidak-boros-di-bulan-ramadhan-1-of-2/

http://lomba.kompasiana.com/group/ib-1000-tulisan/2010/07/29/mau-tahu-agar-tidak-boros-di-bulan-ramadhan-2-of-2/

http://lomba.kompasiana.com/group/ib-1000-tulisan/2010/07/29/stop-exploitasi-wanita-untuk-marketing/

Ustadz tersenyum. Tatapannya seolah menusuk jantungku. Wajahnya menoleh ke kanan, dan berhenti pada satu sticker, bekas kampanye Pilkada DKI…

“..eeehhh..maaf Ustadz, itu sticker-sticker kampanye yang belum aku bersihkan…iiiyyya Ya Ustadz aku tahu kalau itu mengotori rumah….”

Aku tercekat. Alhamdulillah, masih ada beberapa ‘tanda’ yang menunjukkan identitas kami sebagai ummat yang cukup. Seperti pigura pengingat ‘kehidupan’, ayat-ayat suci dan rak buku agama.

Beliau kembali tersenyum ketika matanya membentur gambar Sponge Bob, Kung Fu panda dan…hmmmm

Aku tak kuasa kagi membela diri…ku tertunduk malu.

“Akhina, bagaimana upaya mu agar engkau dapat mensedahkan hadiah lomba tadi…”

“Lomba menulis di kompasiana, Ustadz…..”

Ustadz Syam mengangguk

“Awalnya aku hanya menulis dan meminta bantuan beberepa orang saja untuk memberikan suaranya (Vote) pada tulisanku. Tapi seorang sahabat di Surabaya menyarankan agar aku aktif berusaha via Messege/inbox…..”

“Tapi ...tapi ustadz, kemudian aku tersadar kalau upayaku sepertinya masih belum optimal….

“….maksud akhina, ada yang akan engkau lakukan lagi…”

“Iyya yal….awalnya…”

“Engkau akan menggunakan pengaruhmu untuk menggiring teman-teman kantormu memberikan suara padamu…”

“Iyya Ustadz, tapi tidak jadi karena mereka banyak yang belum menjadi kompasianer…selain aku tidak mau memaksa mereka….”

“,….atau engkau akan membuat akun fiktif seperti di tulis oleh………”

“…tidak Ustadz, aku hindari dan buang jauh-jauh bersitan hati itu…..”

“..atau engkau akan menggunakan akun istri dan anak-anakmu….”

“..tidak juga ustadz ….aku tidak ingin menabah bebanku nanti di sana….”

“…lalu….”

“..aku hanya berharap ada yang bersedia membantu aku di FB ataupun usaha lainnya…”

Beliau terdiam. Kemudian kembali tersenyum dan…..

“Akhina Lukman, muridku yang baik…..”

“….engkau boleh berusaha, namun harus tetap ingat bahwa engkau adalah suami dari isterimu dan bapak dari anak-anakmu….”

“Duuuerrrr….’

Bagai disambar geledek….benar, dua hari terakhir aku seperti mengecilkan kebersamaan dengan keluarga. Hanya karena tulisanku yang dilombakan……

“..engkau juga harus ingat bahwa engkau adalah salah satu milik masyarakat….”

Benar…lagi-lagi aku tersentak. Dua hari terakhir aku seperti melupakan jamaah…..

“..engkau boleh meniatkan dan mengupayakan untuk janda tua, dhuafa dan anak yatim. Karena merekalah adalah dekat dengan Baginda Rasul di Surga nanti….”

“…tapi engkau harus ingat bahwa semua ini hanyalah sarana untuk saling bersahabat, mengenal dan silaturahim….”

“…Biarkan Allah yang menggerakkan hati mereka untuk membantu atau tidak membantu mu. Karena hanya DIA yang mampu menggerakkan hati manusia…”

Kemudian UstadzRasulullah pamit pulang. Kali ini aku tak lupa untuk menggamit tangannya dan mencumnya dengan penuh haru. Kusempatkan juga untuk memeluknya dengan penuh cinta.

“,….Bii..Abiiiiii…..” teriak Fachri mengingatkan kalau pagi ini kami akan mengantar adikku ‘melamar’ sang calon

‘….Haaa……’

Teriakan Fachri membuyarkan terpanaku, yang baru saja mendapat sidak guruku yang dihormati

“…Yaa Allah, bahkan kewajibanku pun hampur terlupakan….”

---oooOooo---

Bagi yang ingin bergabung untuk membantu

Silakan klik & vote artikel dibawah ini.

http://lomba.kompasiana.com/group/ib-1000-tulisan/2010/07/29/aku-berselingkuh-dengan-ayahku-sendiri/

http://lomba.kompasiana.com/group/ib-1000-tulisan/2010/07/29/mau-tahu-agar-tidak-boros-di-bulan-ramadhan-1-of-2/

http://lomba.kompasiana.com/group/ib-1000-tulisan/2010/07/29/stop-exploitasi-wanita-untuk-marketing/

http://lomba.kompasiana.com/group/ib-1000-tulisan/2010/07/29/mau-tahu-agar-tidak-boros-di-bulan-ramadhan-2-of-2/

Salam ukhuwah

elha/KLINIK CINTA

www.jangankedip.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun