Mohon tunggu...
ELGIESHI
ELGIESHI Mohon Tunggu... Sales - Youtuber belajar nulis

Seorang youtuber yang merindukan menulis. Menulis itu adalah ungkapan hati yang di sampaikan melalui tulisan. Semoga bisa bermanfaat bagi semua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hikmah di Balik Cukur Gundul

8 Mei 2020   21:15 Diperbarui: 8 Mei 2020   22:26 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di masa Pandemi Covid 19 ini membuat saya sedikit takut mengunjungi barbershop untuk merapikan rambut saya yang sudah mulai acak kadul tak beraturan. Setelah menunggu 1 bulan, pandemi ini tidak menunjukan sedikitpun tanda-tanda akan berakhir, malah sebaliknya kasus positif semakin banyak saja.

Rambut semakin tak beraturan, saya tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk merapikan rambut ini (gerah rasanya). Seminggu yang lalu saya memutuskan untuk membeli Clipper (alat pemotong rambut) di sebuah toko online dengan harapan mendapatkan harga murah.

Setelah menunggu cukup lama, dan tidak betah dengan rambut yang semakin tak karuan bentuknya, hari ini dari depan rumah terdengar seorang pria berteriak "pakeeet!!!" Serta merta saya sambut dan saya terima paket tersebut. Tidak lupa paket tersebut saya semprot dengan desinfektan dari pemutih pakaian yang di encerkan dengan air.

Setelah merasa semua aman, langsung saya ambil kamera dan mulai membuka paket clipper tersebut sambil membuat sebuah video unboxing untuk selanjutnya saya upload di kanal youtube milik saya (Elgieshi Jalan-Jalan Kenyang).

Setelah semua terbuka sempurna, saya mencoba menjadi seorang tukang cukur amatiran. Saya mulai mencukur rambut saya yang tentunya dengan model gundul (bukan sebagai tolak bala corona yang juga pernah di lakukan walikota solo)

Dengan bermodalkan sebuah cermin kecil, saya mulai mencukur rambut saya dari depan ke belakang dan tidak lupa samping. Di depan  sebuah cermin, saya melihat kepala saya semua tampak sempurna, semua tampak baik. Dalam hati memuji diri sendiri ternyata saya bisa melakukannya sendiri.

Istri saya dari belakang tertawa sambil berkata "rambut belakang nya emangnya gak di potong?"

Saya raba kepala belakang saya, dan ternyata saya menyisakan sedikit rambut di kepala belakang.

Dari situ saya sadar kalau ternyata saya kelupaan memotong rambut bagian belakang kepala saya. Saya mencoba memotong bagian belakang kepala tersebut tapi ternyata itu hal sulit di lakukan dan saya gagal!

Dengan sigap istri saya mengambil alih clipper itu dan mulai memotong rambut belakang saya.

Semua jadi rapi dan benar-benar sempurna.

Dari kejadian ini saya mendapatkan sesuatu yang sangat menarik.

Ternyata saya sombong dan merasa bisa melakukannya tanpa bantuan orang lain. Dengan bantuan cermin yang saya anggap sudah cukup sebagai sarana refleksi diri saya untuk mendapatkan hasil yang sempurna.

Tapi saya salah!!! Saya membutuhkan bantuan orang lain untuk melihat dan menyempurnakan apa yang tadinya terlihat bagus oleh mata saya melalui cermin sebagai refleksi diri saya, tetapi pada kenyataannya hal ini adalah jauh sekali dari sempurna.

Saya tidak dapat melihat keseluruhan kepala saya, dan hanya bisa melihat apa yang ada di depan saya walaupun di bantu refleksi oleh dari sebuah cermin.

Refleksi cermin di sini kita anggap sebagai intropeksi diri kita sendiri. Tapi pada kenyatannya dalam mengatasi semua permasalahan, introspeksi diri tidaklah cukup untuk menyelesaikannya.

Mungkin ada beberapa kasus cukup dengan introspeksi diri untuk menyelesaikan sebuah masalah dan melihat kesalahan kita. Tapi tidak semua.

Kita membutuhkan orang lain untuk melihat "blindspot" pada diri kita. Kita membutuhkan orang lain melihat kesalahan yang kita tidak pernah sadar akan adanya kesalahan itu.

Kritik itu sangatlah penting, dengan syarat di sampaikan untu tujuan membangun orang yang di kritik.

Kritik membantu kita untuk menjadi lebih sempurna, seperti istri saya membantu saya menyempurnakan pot

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun