Mohon tunggu...
Elfryanty Novita
Elfryanty Novita Mohon Tunggu... Lainnya - Pegawai BPS Kota Sorong

Suka dengan segala hal berbau analisis data, volunteering, Trainings, Projects, Reading Economics News. Di waktu luang suka mengecek kondisi ekonomi dan pasar saham. Penggemar K-Drama dan slogan hidup adalah" Be good for yoursef before you treat others nicely"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Konsumsi Protein Penduduk Indonesia: Nabati atau Hewani?

24 Agustus 2023   10:30 Diperbarui: 24 Agustus 2023   10:32 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

            Permenkes No. 41 tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang, protein nabati unggul dalam proporsi lemak tidak jenuh, mengandung isoflavon yang berfungsi mirip hormon estrogen, antioksidan dan anti kolesterol serta memicu produksi insulin dan peningkatan sensivitas insulin. Sayangnya kualitas protein dan mineral yang dikandung lebih rendah daripada protein hewani. Sementara protein hewani mengandung asam amino yang lebih lengkap dan mutu zat gizi (protein, vitamin dan mineral) yang lebih baik. Kekurangannya adalah kadar kolesterol tinggi yang dimiliki (kecuali ikan) sehingga asupannya pada usia dewasa tidak boleh berlebihan. Meskipun demikian, dalam peraturan yang diterbitkan oleh Menteri Kesehatan tersebut, direkomendasikan untuk konsumsi protein nabati dan hewani dengan proporsi 70% dan 30% untuk mencapai gizi protein yang dianjurkan.

            Berdasarkan data BPS, penduduk Indonesia rata-rata mengkonsumsi protein (tidak termasuk protein dari makanan jadi) per hari sebanyak 62,28 gram pada 2021 dan sedikit menurun menjadi 62,21 gram pada 2022. Tahun 2021, sebanyak 16 provinsi memiliki konsumsi protein per kapita selama seminggu diatas rata-rata konsumsi nasional, namun tahun 2022 hanya 14 provinsi yang tingkat konsumsi proteinnya dalam seminggu diatas rata-rata nasional. Penduduk di Nusa Tenggara selama 2 tahun terakhir termasuk wilayah yang paling banyak mengkonsumsi protein (75-76 gram per hari). Sebaliknya penduduk di Papua paling sedikit mengkonsumsi protein selama 2021-2022 (hanya 45 gram per hari).

Menurut standar kecukupan konsumsi protein harian rekomendasi dari hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ke-11 tahun 2008, Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk protein adalah sebesar 57 gram. Hanya 5 provinsi yang memiliki konsumsi protein dibawah standar pada 2021, yaitu Sulawesi Tengah (56,30 gram), Papua Barat (54,82 gram), Maluku (53,45 gram), Maluku Utara (51,59 gram) dan Papua. Kondisi yang hampir sama juga terjadi pada 2022. Sebanyak 4 provinsi (Papua Barat, Maluku Utara, Maluku dan Papua) yang tingkat konsumsi proteinnya sangat rendah selama 2 tahun terakhir kecuali Sulawesi Tengah yang berhasil meningkatkan jumlah protein yang dikonsumsi penduduknya pada 2022 (58,12 gram).

Studi yang dilakukan oleh Headey, Hirvonen dan Hoddinott (2018) menyimpulkan terdapat korelasi positif antara konsumsi protein hewani (susu/produk olahannya, daging/ikan dan telur) dan stunting pada balita 6-23 bulan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Anggita, dkk (2018) yang menunjukkan korelasi yang signifikan antara konsumsi protein hewani dan stunting pada anak usia 2-4 tahun. Penelitian Mulyasari dan Setiana (2016) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan balita stunting adalah kekurangan asupan protein hewani. Penelitian Adi, Pratiwi, dan Amanda (2021) menyatakan implementasi Protein Consumption Program (PCP), yaitu program pemberian nutrisi protein pada anak balita selama 8 minggu berperan signifikan dalam pencegahan stunting anak.

Berdasarkan data Susenas BPS 2022 (telah diolah Badan Pangan Nasional tahun 2022) menemukan kesimpulan bahwa konsumsi protein penduduk Indonesia selama tahun 2018-2022 didominasi oleh sumber protein nabati (komposisinya lebih dari 60%), sisanya protein dari sumber hewani. Meskipun demikian, terjadi peningkatan konsumsi pada protein hewani sebanyak 1,6% selama 5 tahun terakhir (2018-2022), diantaranya konsumsi ikan dari 20,7 kg/kapita/tahun di 2018 menjadi 23 kg/kap/tahun di 2022, namun konsumsi daging ruminansia (sapi, kambing, domba, rusa dll) menurun sebanyak 5,4% dan konsumsi susu menurun 3,5%. Rendahnya konsumsi protein hewani disinyalir karena rendahnya daya beli masyarakat. Sementara untuk konsumsi susu, faktor penyebab rendahnya konsumsi tersebut adalah kebiasaan atau karakteristik masyarakat yang memiliki minat sangat rendah untuk mengkonsumsi susu (faktor internal) dan pendapatan serta harga susu (faktor eksternal). Selain itu, konsumsi antarprotein hewani (daging, daging ayam, ikan, dan susu) mengikuti hukum permintaan) dan tergantung pada alokasi pengeluaran komoditas protein hewani, harga daging, harga daging ayam, harga ikan, dan jumlah ART (penelitian Umaroh dan Vinantia, 2018).

Secara umum, penduduk Indonesia masih kurang dalam mengkonsumsi protein hewani dibandingkan nabati. Salah satu faktornya adalah harga protein nabati yang relatif terjangkau (Dieny et al., 2021). Selain itu, asupan protein hewani di Indonesia tergolong masih rendah mungkin disebabkan karena pendapatan per kapita penduduk yang masih rendah. Kelompok pengeluaran per kapita yang lebih dari Rp. 1.500.000,- per minggu cenderung mengalokasikan pengeluarannya lebih banyak pada protein hewani dibandingkan kelompok pengeluaran lainnya. Namun, bahkan Provinsi DKI Jakarta yang memiliki penduduk yang pengeluaran per kapitanya tahun 2022 mencapai Rp. 2,67 juta per bulannya, mengalokasikan hanya 40,77 persen untuk pengeluaran makanan (Rp. 1,09 juta), sedangkan perkiraan pengeluaran untuk protein hewani adalah sekitar 51,49 persen (sumber: data Susenas September 2022, diolah sebagian). Dengan demikian, secara umum konsumsi protein nabati lebih dominan hingga tahun 2022.

Daftar Pustaka:

Adi, G. S., Pratiwi, E., & Amanda, S. P. (2021). Protein Consumption Program (PCP) dalam pencegahan stunting pada anak di masa pandemi corona virus disease 19. Health Sciences ..., 5(3), 74--78. Retrieved from http://eprints.stikes-notokusumo.ac.id/136/%0Ahttp://eprints.stikes-notokusumo.ac.id/136/1/Jurnal_PCP_etik.pdf

Alodokter.com, ---, Kenali Perbedaan Vegan dan Vegetarian, Diakses 18 Agustus 2023, https://www.alodokter.com/kenali-perbedaan-vegan-dan-vegetarian

Anggraeni, E. D., Hidayat, S. I., & Amir, I. T. (2021). Persepsi dan Minat Masyarakat Terhadap Konsumsi Susu. Jurnal Social Economic of Agriculture, 10(1), 41. https://doi.org/10.26418/j.sea.v10i1.47753

Badan Pusat Statistik. 2021. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia per Provinsi, Susenas September 2021. Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun