Mohon tunggu...
fiqih kurniawan
fiqih kurniawan Mohon Tunggu... -

Mahasiswa UIN Syahid Jakarta / Pemikir Bebas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sawah: Cerita dari Kampung

23 April 2016   01:02 Diperbarui: 23 April 2016   01:09 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak kampung memiliki etos yang sangat tinggi. Dengan didukung oleh lingkungan sekitar yang masih ciamik nan eksotis. Penghijauan dalam bentuk sawah-sawah yang membentang berhektar-hektar, ditambah dengan desahan angin yang mengusik-ngusik telinga kanan dan kiri. Di tengah sawah terdapat pengasinan sebagai tempat teduh yang diisi oleh pepohonan mangga serta sungai kecil yang mengaliri sawah. Tidak jarang di tempat itu menemukan ular dan juga kulit ular yang lapuh baru saja berganti kulit.

Ini bukan cerita seorang petani, namun seorang anak-anak yang hobi main ke sawah. Pada waktu itu Bi Muna tetangga yang sering jualan makanan jenis sawah mengadakan sayembara kepada anak-anak yang sedang ngumpul di depan rumahnya. Dengan nada lantang yang berupa tawaran bi Muna berujar:

‘Cah sapa sing pengen melu meng sawah’ (anak-anak, siapa yang pengen ikut ke sawah).

Bagi orang jawa panggilan ‘cah’ merupakan sudah maklum ditelinga anak-anak. Itu merupakan potongan dari kata ‘bocah’ yang memiliki arti anak.

Sepintas anak-anak langsung menyaut dengan nada tinggi dan penuh semangat.

‘kita bi, kita bi’ penuh ribut tak karuan.' Sahut anak-anak.

Kita adalah bahasa jawa dari kampung yang berada di daerah Cirebon yang artinya saya. Akhirnya, tanpa basa basi anak-anak bergegas untuk mengikuti bi Muna. Dengan membawa peralatan wadah seadanya bocah-bocah saling berebut minjem wadah tersebut karena wadah yang terbatas.

Sepanjang jalan penuh canda dan tawa serta kebiasaan anak kampung yang suka saling mengejek namun penuh rasa humoris dan rasa cinta dalam merespon. Arif anak laki-laki pertama dari bi Muna memimpin perburuan kraca yang ada di sawah. Kraca adalah bahasa jawa dari keong sawah, dalam bahasa sunda biasa disebut tutut.

Sesudah sampai di lokasi, masing-masing bocah saling menyebar. Seperti dalam perlombaan, bocah-bocah saling berebut dan saling mendahului. Karena keadaan kraca yang dianggap tertutup karena agak sedikit terlumas atau tertutupi oleh tanah sawah bercampur air. Sehingga harus penuh ekstra mencukil dan meraba-raba. Terkadang dikagetkan oleh benda-benda aneh, si Rojik anak ke dua bi Muna punya kebiasaan latah yang tidak dimiliki oleh anak-anak biasanya. Jadi ketika itu si Rojik mendapatkan hewan aneh yang terangkat, lantas ia secara tiba-tiba menjerit dan berlari-lari. Biasanya anak model seperti itu banyak dijadikan lelucon oleh teman-temannya. Dan teman-temannya ketawa terbahak-bahak. haha..haha

 Tidak kerasa waktu berjam-jam berkeliling di sawah serta kaki melangkah ke mana-mana tanpa sadar sudah terlalu jauh melebar dari posisi semula. Setelah dirasa kraca sudah mendapatkan banyak dan wadah terisi secara penuh, lalu bi Muna menginstruksikan kepada bocah-bocah untuk segera cabut pulang dari lokasi. Dan anak-anak segera pulang untuk mempersiapkan sekolah madrasah diniyyah yang berada di sekitar rumah mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun