Mohon tunggu...
Muhammad Taufik Rahman
Muhammad Taufik Rahman Mohon Tunggu... -

Sederhana. Radikal. Mencerahkan. Insya Allah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pelacuran Bersubsidi

30 Agustus 2014   18:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:05 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu menolak pelacuran bersubsidi, sekarang memaksa  orang lain untuk ramai-ramai melacur. Pembenarannya pun macam-macam:

1. Dulu, ketika menolak pelacuran bersubsidi, alasannya subsidi dianggap hanya menguntungkan hidung belang "high class." Hidung belang kelas teri, kelas coro dan kelas bulu ringan terbukti tidak merasakan dampak pelacuran bersubsidi secara langsung.

2. Dulu, subsidi untuk pelacuran dianggap bukan solusi yang utama untuk memperbaiki kehidupan para pelacur, anak-anak dan saudara-saudara mereka. Subsidi dianggap lebih tepat jika dialihkan untuk tujuan mulia seperti: mendanai pendidikan nasional agar anak-anak dan saudara-saudara para pelacur itu tidak ikut melacur.

3. Dulu, pendapatan devisa dari seluruh lokalisasi yang tersebar, dianggap masih dalam konteks dan tren EKOPOL (ekonomi pelacuran) yang positif.

4.. Dulu, tarif cukai alat-alat kontrasepsi masih dapat diterima para hidung belang.

5. Dulu, harga kebutuhan pokok para pelacur masih normal, stok cairan penambah stamina juga masih dalam rencana pemenuhan kuota yang tepat. Setidaknya sampai tanggal 20 Oktober 2014.

6. Sekarang, pengangguran terlihat meningkat. Khususnya semenjak Dolly ditutup. Jalur Pantura dikhawatirkan lumpuh akibat sopir-sopir "trans-provinsi" yang sering menitipkan pembayaran pajak di Dolly, menolak beroperasi.

7. Sekarang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Ngelokalisasi (APBN) terancam minus sampai akhir Desember 2014. Sedangkan rencana angggaran baru, hanya dapat diajukan pada tahun 2015. Itupun kalau tidak ditolak fraksi PSK dan kawan-kawannya di parlemen.

8. Sekarang, gejolak sosial-ekonomi di "Pantai Selatan" pun ikut-ikutan terkerek. Gejolak ini secara tidak langsung juga dipicu komentar panas dan kata-kata kasar seekor ayam kampus  (S2) di media sosial, akibat pelayanan TIDAK SENONOH yang didapatnya di SPBU (Stasiun Pelampiasan Birahi untuk Umum).

9. Sekarang, ancaman inflasi, resesi dan suksesi ulang menghantui jaringan para Germo. Dilema antara mempertahankan harga pelacur, harga diri dan dosa di mata tuhan semakin jelas menghantui.

10. Sekarang, keresahan para hidung belang dan tante girang memuncak seiring langkanya stok pelacur di SPBU (Stasiun Pelampiasan Birahi untuk Umum). Alternatif yang disediakan cuma dua: ayam kampus yang jelas mahal dan omongannya rada kacau, atau anjing kampus yang jelas gratis. "Kan yang penting bisa goyang," Kata Si Butet Yogya. Soal PENAMPILAN, tutupi aja mukanya pake koran!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun