Tuhan, aku galau....
Hey,
galaksi bimasakti? Apa kau melihat bumi si bulat? Apa kau melihat nya disana?
Sebagai
dewi dari Venus, sampai sekarang aku tak dapat melihatnya dari sini.. aku sudah
cukup sadar bahwa dia ada di bumi bersama milyaran manusia yang pernah
terlahir. Seorang lelaki dari bumi si Dewi Gaia. Aku sudah enam belas tahun,
dan kuputuskan melihat bumi lebih dekat, dengan mengingat cinta Tuhanku yang
terperi.
Aku
gadis enambelas tahun, yang akhir bulan ini akan menjadi awal mula agar berubah,
menjadisosok yang lebih bersemangat,
berusaha untuk lebih dapat bermanfaat bagi sesamanya. Karena akhir bulan ini
aku akan berusia tujuh belas tahun. Tentu saja tiap tahun usiaku bertambah,
seiring dengan pengetahuanku yang bertambah (tentu, karena aku semakin sering
menanyakan banyak hal yang tak kutahui). Termasuk, “siapakah lelaki yang akan menjadi sosok imam dalam hidupku di dunia dan
di akhirat, yaa Allah?”
Tuhan,
aku galau..
Tuhan,
aku tahu bahwa tugasku sebagai seorang anak perempuan ini, adalah untuk menjaga
diri.. sebagaimana RasulMu, Muhammad SAW pernah menyampaikan, bahwa tugas seorang wanita adalah menjaga diri,
dan tugas seorang pria adalah menjaga hati. Allah, kini ketika kubuat
catatan di akhir enam belas tahun usiaku.. aku ingin sampaikan padaMu.. betapa
tak terperi sayangku padaMu, terimakasih adalah ucapan yang selalu kuhaturkan
tiap doaku. Terima kasih karena sudah memberiku kesempatan hidup, terimakasih
karena aku bisa bertemu Mama Papaku, dan semua saudaraku yang tak ada gantinya,
semua kebaikanMu hingga aku perlahan-lahan menggapai impianku, terima kasih aku
terlahir dalam keadaan islam, bahwa aku memiliki teman yang selalu
mengingatkanku untuk dekat padaMu, dan semuanya yang pernah kualami, yaa Rabb.
Dan
juga Engkau sadarkanku bahwa aku harus menjaga
diriku. Aku ini gadis di era modern, di era teknologi sedang berkembang..
banyak sekali hal yang berubah disini, Allah.. ada yang mengatasnamakan jihad
dijalanMu dengan cara membunuh ratusan orang yang tak tahu apa-apa, orang-orang
yang mereka yang mensalah artikan jihadMu, pun orang-orang disini
‘menghalalkan’ aurat dilihat yang bukan mahramnya, disini anak-anak dikenalkan
dengan ‘pornografi’, disini orang-orang berzina namun tak semuanya setuju itu
salah bahkan dosa. Tuhan, di era-ku ini, banyak yang berubah.. seandainya itu
menjadi lebih baik, tapi tidak, Tuhan.... semuanya berubah memburuk dibeberapa
hal penting.
Tuhan,
aku akui bahwa aku yang bodooh ini pun sempat terpikirkan bahwa semua diatas
adalah boleh.. astaghfirullah.. aku juga sempat berpikir, apabila ada seorang
anak laki-laki di usia tujuh belasku ini akan ‘menyatakan cinta’ nya untukku
dan memintaku menjadi ‘kekasihnya atau pacararnya’ aku akan menerimanya..
ampuni hamba yang bodoh ini, Allah.. semua disekitarku menipuku dalam hal ini,
mereka mendidikku dan mengatur pikiranku bahwa, pacaran itu halal. Bahwa aku
pergi berdua dengan yang bukan mahramku untuk ‘berduaan saja’ adalah halal.
Bahwa berjanji untuk menikah tujuh atau delapan tahun lagi dipersilakan. Bahwa
membiarkan memori pikiranku untuk mengingat semua hal yang pernah kami lakukan
bersama, mengingat matanya, hidungnya, alisnya, rupanya yang elok disebut
romantis.
Kuakui,
sebelum usiaku ganjil tujuh belas tahun. Nyaris
aku melakukannya, ampuun, Allah (-/-) saat itu aku sedang bodoh sekali,
membiarkan diri ini dekat dengan ikhwan itu.
Kami saling menyatakan ‘suka’, ia bahkan tahu (dan bahkan sempat
mengatakannya padaku) bahwa jika ini dibawa ke jalur “pacaran” maka mudlaratnya
lebih banyak daripada yang saat itu. Tapi, bodohnya ia (jelas aku juga bodoh),
ia menyerahkan keputusan ini (untuk pacaran atau tidak) pada diriku yang
emosinya labil ini :3 Tadaaaaaa~ diriku bersuara untuk mengatakan “Tidak”, tapi
setelah itu (karena masih bodoh) kami sering bercakap-cakap berdua, kami saling
menanyakan kabar lewat sms, dan semacam itu. Allah, kuyakin kau tahu itu semua. Aaaaaaahh, bodohnya aku saat
itu, karena kusadari aku sudah membiarkan seseorang masuk untuk menyentuh rekorku dalam hal “manjaga
diri”.
Seandainya
aku tidak dilahirkan dalam keadaan Islam, tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya..
Terimakasih, Allah kau beri aku suatu hal lain yang lebih asyik dilakukan
selain hal seperti ini, yaitu urusan “penelitian dan kompetisi”. Sepanjang usia
enambelas tahun ini, yang kulakukan adalah “penelitian, kompetisi, belajar,
bermain, bersenang-senang” jika kau mau tahu. Aku yang dulu ketika di sekolah
dasar mendapatkan peringkat biasa saja ketika kelulusan, kini aku bisa keluar
negeri membanggakan Indonesia di negara gingseng, karena penelitianku yang
dikader oleh seniorku di SMA. Aku yang ketika smp mengikuti beberapa kompetisi
(macam-macam jenisnya) pun tak satupun pernah juara, kini, adalah penyandang
gelar pembicara terbaik lomba debat bahasa Indonesia se Provinsi DIY bahkan
melaju ke tingkat nasional. Aku yang seumur-umur hanya pernah rangking pertama
satu kali (itupun bukan di akademik, tapi di hafalan qur’an), kini aku bisa
masuk di salah satu kelas terbaik di SMAku (walaupun tak cukup mendominasi). Aku
yang kalau menghibur diri lewat baca komik dari Jepang, atau novel-novel cinta,
kini ‘pernah’ merasakan satu minggu menikmati sinar matahari di tempat
teknologi sedang gencar, yaitu Korea Selatan dan Hong Kong. Tuhanku, iya, aku
sombong dengan semua itu, ego-ku untuk memenuhi nafsu yang selama di SD dan SMP
tak tersampaikan, kesombongan bodoh yang semakin memotivasi diri untuk bisa menjaga diri.
Kau
tahu, kawan? Yang kusebutkan diatas tadi adalah kesombongan dalam bentuk
motivasi. Dariku dan untukku beserta orang-orang disekitarku. Untukku? Iya.
Ego-ku ini besar, untuk tidak memperbolehkan waktu yang ada dihabiskan untuk
memikirkan anak laki-laki keren yang bukan mahramku (kau tahu, jika aku tak
melakukan itu semua, pastilah aku gadis bodoh yang sudah punya banyak mantan
pacar).Iya. Untuk orang-orang di
sekitarku, karena aku yakin perjalanan panjang ini walaupun sedikit saja
sebesar semut, pastilah bermanfaat untuk orang lain, pun aku tak tahu ini dalam
bentuk apa-dan untuk siapa?
Wallahualam, kawan... Perjalanan
enam belas tahunku untuk “menjaga diri ini” adalah sebuah berkah atau musibah
dalam hidupku?
Tuhan, aku masih sering bertanya...
Kapan kau ijinkan aku memeluknya? Seorang makhluk yang disebut laki-laki, yang
berasal dari BumiMu, yang lahir dari rahim kokoh manusia, laki-laki yang ada
diantara ikhwan yang sholih. Tunggu.... Tuhan, kapan kau ijinkan aku melihatnya,
bertemu dengannya? Jodohku.. Aku hanya sanggup sebatas mendoakan kebaikannya
dalam doaku, aku hanya sanggup mendoakan supaya aku pantas untuknya, aku berdoa
“Kebaikannya seperti pada Nabi Muhammad,
kekuatannya sekuat Umar bin Khatab, kesabarannya seperti Nabi Ya’qub,
ketampanannya berkarisma seperti Mas Roykhan (nama disamarkan :p ) , dan kebaikan mimpi-mimpi dan pekerjaanya baik
seperti papa Ali Audah.” Dalam sujud aku menangis (kadang-kadang) karena
aku tidak tahu bagaimana caranya menemuinya, bagaimana caranya ini bisa berlalu
dengan cepat dan kami bisa halal melakukan apa saja bersama-sama. Tuhan, aku
tak begitu bodoh untuk menyadari bahwa, aku bukanlah jin yang terbang ke langit
mencuri tahu rahasia dibaliknya. Aku manusia tak berdaya dibanding KuasaMu....
Pun Fiesha sadar, Allah.. SkenarioMu adalah yang terbaik, seperti apapun itu
yang terjadi, tak ada yang bisa menyaingiMU dalam hal ini. Sabarkanlah Fiesha,
Allah....
Heeybelum
selesai
20:53
Yumeneicha
08
Desember 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H