Saya tidak segan menjawab, "Saya mendapat sesuatu yang lebih berharga daripada uang."
Tahun 2024 ini, sembilan tahun sudah saya bergabung di Kompasiana. Dan, jika ditanya perihal perolehan materi, jawaban saya tetap sama. Tidak pernah berubah. Saya tidak pernah mengukur perolehan karya dengan materi. Jikalau toh pada akhirnya saya mendapat "uang" dari kegiatan tulis menulis yang saya geluti, itu adalah rezeki yang memang sudah ditakdirkan untuk saya.
Kenangan Pertama Kali Bertemu dan Menulis di Kompasiana
Saya termasuk orang yang memercayai kalimat ini, "Esok atau lusa, kita tidak pernah tahu akan dipertemukan dengan siapa."
Dan, saya memang tidak tahu ketika akhirnya dipertemukan dengan blog bernama Kompasiana ini. Ketika itu (pertengahan tahun 2015), saya masih berprofesi sebagai guru les bimbel. Suatu hari saya mencari materi pembelajaran untuk anak didik saya via internet. Dengan menggunakan laptop jadul saya berselancar. Tidak diduga, saat berselancar itulah pandangan saya terhenti pada sederetan tulisan ini; kompasiana.com.Â
Kompasiana? Apa pula ini?
Demikian saya sempat berpikir. Karena penasaran terhadap sosok Kompasiana jemari saya sontak meng-klik deretan tulisan itu. Dan, sungguh, saya merasa takjub. Sebab baru pertama kali ini saya mengenal sebuah blog. Jadi ada semacam euforia yang membuncah. Apalagi saat mengetahui, ternyata di Kompasiana banyak penulis yang mengunggah karya-karya mereka. Dan, salah satu nama penulis yang muncul saaat itu adalah Mas Robbi Gandamana.
Dari rasa penasaran menggiring saya untuk ikut mencoba menulis di blog itu. Blog yang masih terdengar asing di telinga saya.Â
Malam itu juga saya mempelajari cara bergabung di Kompasiana. Entah karena jaringan internet yang bermasalah atau apa, 3 kali berturut-turut registrasi saya gagal. Tapi saya pantang menyerah. Di kali keempat, registrasi saya akhirnya berhasil.
Nah, ada kejadian seru yang tak terlupakan. Setelah login berjalan lancar, berhari-hari saya malah bingung mau menulis apa. Padahal tulisan saya (cerpen dan novel) bertumpuk di file komputer. Alhasil, di suatu malam dengan perasaan deg-degan tidak karuan saya memberanikan diri menulis. Menulis asal saja. Semacam perkenalan diri.Â
Dan, saya semakin ndredeg karena begitu tulisan terunggah, tanggapannya sungguh luar biasa. Tulisan perdana saya dibaca sekitar 900 orang. Dikomentari sekitar 30 senior.Â