Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Horor Artikel Utama

Misteri Bunga Sedap Malam

17 Februari 2024   19:37 Diperbarui: 18 Februari 2024   21:33 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam Jumat Legi. 

Bakda Isya' saya dijemput anak lanang, dibawa ke rumahnya yang terletak di kaki Gunung Arjuna. Kebetulan besok tanggal merah, saya libur kerja, jadi bisa menginap barang semalaman di sana. 

Setiba di rumah anak lanang hujan turun sangat deras. Kondisi ini membuat rasa kantuk menyerang lebih awal. Alhasil, belum terlalu malam saya pun pamit tidur. 

Entah saking pulasnya atau apa, dalam tidur itu saya bermimpi. Mimpi yang sangat panjang dan jelas. 

Dalam mimpi itu saya merasa berada di sebuah bangunan tua yang dipenuhi oleh barang-barang antik. Bangunan itu memiliki daun pintu berukir yang membentuk bunga teratai berukuran cukup besar. Dan, pada bagian atas pintu berukir itu terdapat sederet tulisan menggunakan Huruf Pallawa. 

Saya berdiri cukup lama di dalam bangunan tua itu. Sampai kemudian mata saya tertuju pada sebuah ruangan yang terang benderang, yang di dalamnya terdapat banyak sekali lukisan.

Sesaat (masih dalam mimpi itu), saya melihat ada setangkai bunga sedap malam tergeletak di atas kursi yang terbuat dari gelondong kayu tak jauh dari ambang pintu ruangan yang terang benderang itu. Tangan saya sontak terulur meraih bunga itu, menciumnya perlahan, dan saya pun terjaga. 

Saya terbangun karena tenggorokan saya terasa kering. Sekilas saya melirik ke arah jam dinding. Masih tengah malam. Setengah mengantuk saya beranjak dari tempat tidur menuju dapur untuk mengambil air minum. 

Ketika meletakkan gelas tepat di bawah keran dispenser itulah saya merasa ada sesuatu yang ganjil.

Aroma wangi bunga sedap malam. Tiba-tiba saja merebak memenuhi ruangan. 

https://berita.99.co/mitos-bunga-sedap-malam
https://berita.99.co/mitos-bunga-sedap-malam

***

Akibat keganjilan itu rasa kantuk saya seketika hilang. Usai meneguk segelas air putih saya kembali menyeret langkah menuju kamar tidur. Saya gegas meraih ponsel, mencoba mengalihkan rasa takut yang tiba-tiba mendera dengan mendengarkan musik, menonton konten-konten lucu hingga menjelang waktu Subuh. 

Lega sekali rasanya ketika sederet chat dari sahabat saya, Te Rin, muncul.

"Bu Lilik di mana? Hari ini kita olahraga apa tidak?"

***

Langit pagi itu digelayuti mendung. Saya dan Te Rin memutuskan untuk segera berangkat menuju lokasi di mana kami biasa melakukan olahraga. 

Adalah Candi Sumberawan, sebuah situs peninggalan Kerajaan Singasari yang memiliki hamparan rumput hijau cukup luas. Candi berukuran tidak terlalu besar itu menjadi salah satu tempat favorit kami berolahraga. Di sanalah, di hamparan rumput hijaunya kami kerap melakukan Yoga berlama-lama sembari menikmati eloknya pemandangan. 

Sementara Te Rin sibuk merapikan posisi motor di area parkiran, kaki saya mendadak terayun menuju sebuah rumah berbentuk unik yang terletak di halaman samping candi. Rumah yang bagian terasnya terdapat beberapa etalase berisi ubarampe dan pernak-pernik untuk melakukan ritual mandi di air sumber atau bermeditasi. 

"Sebentar ya, Te! Aku mau membeli sesuatu dulu." Saya berseru ke arah Te Rin tanpa menoleh. Seorang Ibu paruh baya menyambut kedatangan saya.

"Mbaknya membutuhkan apa?" Tanya si Ibu dengan senyum ramah. 

"Saya ingin membeli hio, Bu." Tiba-tiba saja terucap kata-kata itu dari bibir saya. Hio? Saya bahkan tidak tahu untuk apa saya membelinya. 

Si Ibu menganggukkan kepala. Sesudahnya ia menyodorkan beberapa bungkus hio ke hadapan saya. Tanpa pikir panjang saya meraih hio yang dibungkus dengan kertas berwarna hijau. 

"Saya mau yang ini, Bu," ujar saya sembari menyerahkan selembar uang. 

Sesaat menunggu si Ibu menghitung uang kembalian, tak sengaja mata saya tertuju pada sebuah ruangan di samping rumah berbentuk unik itu. Ruangan yang pintunya dibiarkan terbuka. 

Jantung saya sontak berdegup kencang. 

Ruangan itu! Di dalamnya terdapat banyak sekali lukisan terpajang di dinding. 

Dan, jantung ini semakin berdegup tak karuan manakala sudut mata menangkap sesuatu. Sesuatu yang dibiarkan tergeletak di atas kursi gelondong kayu. 

Sama persis seperti yang terlihat di dalam mimpi saya semalam. 

***
"Uang kembaliannya ternyata kurang, Mbak. Hio-nya boleh dibayar nanti saja pas Mbaknya pulang." Suara si Ibu membuyarkan lamunan saya. 

Dengan gugup saya mengangguk. Dan, sebelum beranjak pergi saya bertanya kepada si Ibu. "Bu, bolehkah saya nyuwun bunga sedap malam yang tergeletak di atas kursi kayu itu?"

Si Ibu sejenak menatap saya. Tapi kemudian ia berjalan memasuki ruangan untuk mengambil setangkai bunga sedap malam yang saya maksudkan. 

"Berapa saya harus membayar bunga ini, Bu?" Tanya saya dengan suara pelan. 

"Tidak usah membayar, Mbak. Monggo diambil saja."

Usai berterima kasih saya kembali ke area parkir di mana Te Rin masih berdiri menunggu. 

"Te...ah, nanti saja kuceritakan! Sekarang kita olahraga dulu, trus---setelahnya aku mau mandi di sumber air itu!" Saya menunjuk ke sebuah petirtaan yang terletak di sebelah selatan Candi Sumberawan, yang pagi itu tampak lengang dan singup.

Kami lantas berjalan beriringan memasuki area candi. Tanpa memedulikan hujan rintik-rintik yang mulai berebut jatuh. Saya menggandeng lengan sahabat saya dengan tangan kiri. Sementara tangan kanan menggenggam erat setangkai bunga sedap malam yang aromanya---sungguh, membuat saya seolah terlempar jauh ke masa entah.

****

Malang, 17 Februari 2024
Lilik Fatimah Azzahra
Based on true story

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun