Di ruang tengah Tubir masih terus bercerita. Ngalor ngidul. Tapi Basuki sudah tidak tertarik lagi dengan apa yang diomongkan oleh laki-laki bertubuh kurus itu. Ia lebih tertarik pada pergelangan kaki Tubir yang terlihat bersih.Â
Dan, itu membuatnya menyadari sesuatu.
"Pak Hansip, ringkus orang ini! Dia penipu. Dia bukan Tubir. Aku bisa menjelaskannya nanti."
***
Basuki merasa lega. Juga bangga. Berkat ketelitiannya ia berhasil menggagalkan modus penipuan aneh itu.
"Apa sih yang membuat sampean yakin kalau orang itu bukan Tubir?" Tukinem bertanya seraya merapikan tempat tidur.
"Tubir yang asli memiliki luka gores pada pergelangan kaki kirinya. Sedangkan orang itu tidak."
Ketukan pada pintu membuat perbincangan suami istri itu terhenti sejenak. Tukinem gegas keluar kamar, membuka pintu depan dan melihat siapa yang datang.
"Tubir dibebaskan!" Seorang warga memberitahu begitu pintu terbuka lebar.
"Dia bukan Tubir. Dia mungkin saja gelandangan atau seseorang yang mirip dengan Tubir." Basuki menanggapi dengan santai. Ia tidak mau terkecoh lagi.
"Tapi, Pak. Dia benar-benar Tubir. Ada goresan luka pada pergelangan kaki sebelah kanan."
Tukinem sontak melirik ke arah suaminya. Lalu dengan suara pelan ia bertanya, "Posisi sampean saat duduk bersama Tubir, berhadapan atau bersebelahan?"