Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kasus yang Sedang Viral

15 Juli 2022   10:08 Diperbarui: 15 Juli 2022   11:02 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti biasa, kedatangan Jhon ke apartemenku bukanlah tanpa sebab. Ia pasti ingin mengabarkan tentang sesuatu.

Dan, benarlah. Sembari mengempaskan badan di atas sofa, sepupuku itu langsung membahas mengenai kasus baku tembak yang sedang viral, yang melibatkan dua orang pria di sebuah rumah dinas.

"Kejadiannya sangat miris. Satu pria dinyatakan tewas dengan tujuh luka tembak di tubuhnya." Jhon terdiam sejenak, tangan kanannya merogoh saku jaket, mengeluarkan sebatang sigaret dan menyelipkan di antara kedua bibirnya.

"Kukira ini kasus paling menggelikan yang pernah kudengar, Jhon." Aku menyela seraya menarik tirai jendela. Memberi kesempatan pada mata dan pikiranku untuk mempelajari keadaan di luar.

Jhon terbatuk. Aku tahu ia kesal mendapati sikapku yang kurang responsif terhadap berita yang baru saja disampaikannya.

"Tidakkah kau merasa aneh, Sherlick, satu pria --- dari kedua pria yang saling baku tembak itu sama sekali tidak mengalami luka-luka? Padahal jarak tembak mereka cukup dekat. Ng, menurutku ini sangat janggal dan tidak adil." Jhon meletakkan sigaretnya di atas pinggiran asbak. Matanya yang kecoklatan tertuju tajam ke arahku.

"Oh, Jhon. Alurnya terlalu mudah untuk ditebak. Dan kau paham, bukan? Aku paling malas mempelajari hal-hal yang dari awal terkesan dipaksakan." Aku mengangkat bahu.

"Apakah itu artinya kau beranggapan sama sepertiku, Sherlick? Bahwa semua ini hanya rekayasa. Termasuk CCTV yang dinyatakan rusak itu." Jhon masih mencoba memancing-mancing pembicaraan.

"Astaga, Jhon! Di luar langit sedang cerah. Alangkah menyenangkan jika kau bersedia menemaniku mencari angin, sebentar saja." Aku menarik kembali tirai jendela yang tersingkap. Jhon sontak mematikan sigaretnya lalu sigap berdiri.

Ya. Sepupuku itu, ia hafal betul ke mana kami akan pergi.

***
Kami berjalan beriringan di atas trotoar tanpa membahas lagi berita yang sedang viral itu. Jhon memang sepupu, sekaligus partner kerja yang baik. Ia tahu kapan sebuah kasus kami anggap berbobot dan kapan kasus itu sama sekali tidak menarik untuk kami perbicangkan.

Beberapa menit kemudian kami sampai di sebuah taman kota yang sore itu terlihat sangat lengang. Banyak bangku kosong bertebaran menunggu untuk diduduki.

Jhon mendahuluiku menghentikan langkah. Ia memilih tempat duduk tepat di samping air mancur yang dikelilingi kolam berhiaskan bunga lotus.

"Aku tahu gemericik air akan membuat pikiranmu bekerja lebih jernih, Sherlick." Jhon menyindirku. Aku tertawa. Jhon memang selalu memiliki cara unik untuk menggali deduksi yang sengaja kusembunyikan.

"Kau benar, Jhon. Melihat air mancur ini aku jadi teringat Air Terjun Reichenbach di mana Jim Moriarty mengira dirinya berhasil memenangkan pertarungan dan membunuh Sherlock Holmes. Kautahu, Jhon? Meski sama-sama jago bidik, tetap saja saat terjadi baku tembak keduanya mengalami luka-luka."

"Logikanya memang begitu, kan, Sherlick?"

"Yup. Sayangnya banyak kasus menyeruak dan sengaja mengabaikan unsur kelogisan. Tapi, ah, sudahlah! Aku lebih tertarik mendiskusikan bagaimana Tuan Conan Doyle akhirnya memutuskan menghidupkan kembali Sherlock Holmes yang sudah mati ketimbang membahas soal...." Aku sengaja menghentikan kalimat ketika sepasang burung dara berkejaran memutari air mancur.

"Lanjutkan, Sherlick," Jhon memajukan kepalanya 

"Oh, maaf, Jhon. Maksudku --- aku enggan membahas kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha dalam versi modern." Aku menoleh ke arah Jhon dan tersenyum penuh arti. 

Jhon sontak bersiul seraya menjentikkan kedua jemarinya. 

"Bravo! Eh, tapi aneh. Mendadak angin berembus terlalu dingin di sini. Mari kita kembali ke apartemenmu, Sherlick. Aku ingin melanjutkan mengudut sigaret yang tadi lupa kubawa. Kau tidak keberatan, bukan?" Jhon berdiri. Aku mengikuti. 

Dan, di belakang Jhon aku sempat bergumam. Tentu, Jhon. Aku sama sekali tidak keberatan kita kembali pulang ke apartemen. Meski kukira kau akan kecewa sebab diam-diam sisa sigaretmu sudah kulempar ke dalam tong sampah.

***
Malang, 15 Juli 2022
Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun