Lelaki itu mendesah panjang. Jemarinya bergerak pelan, membuka kembali gulungan koran yang tampak kusut.
"Kisahmu sudah resmi kututup."
"Sekali lagi, tolong. Beritahu aku...."
Lelaki itu tidak menyahut. Ponselnya berdering. Buru-buru ia mengangkat benda berbentuk pipih itu lalu bicara dengan seseorang.
"Oke, Siska. Aku akan segera pulang. Apa?! Abaikan saja gangguan-gangguan aneh di dalam loteng bekas ruang kerjaku itu."
Klik. Lelaki itu menutup ponsel dan memasukkannya ke dalam saku jaket. Â Kemudian tanpa menoleh ia berlalu meninggalkankan area bangunan tua.
"Tunggu! Kau harus menyelesaikan semua ini!"
Tapi lelaki itu seolah tidak mendengar. Atau pura--pura tidak mendengar. Kakinya terus saja berjalan menuju arah pulang.
Aku tergugu.
Ini permintaanku yang kesekian kali pada lelaki berambut gondrong itu. Permintaan yang menurutku sangat sederhana; agar ia menyelesaikan ending cerpen horor yang dua puluh tahun silam pernah ditulisnya.
Ya. Sebagai tokoh sentral --- sang perias, aku berhak mengetahui kejelasan nasibku, bukan?