Ketika pagi enggan bertemu matahari bukan berarti ia patah hati. Pagi hanya sedang bingung dari mana ia mesti mengawali melarung murung. Setelah semalam langit tak berdaya dikerubuti kabut dan barisan anak-anak mendung.
Ketika pagi tak lagi ramah pada kupu-kupu yang terbang mengudara, jangan lekas berburuk sangka. Ia tidak sedang marah. Pagi hanya tak kuasa dilanda gundah. Setelah dini hari menyaksikan purnama pecah, berkeping di atas permukaan air telaga.
Dan, ketika pagi memilih duduk menyendiri di atas reranting cemara yang pucuk dedaunannya basah oleh titik-titik embun, tak perlu merasa khawatir. Apalagi bersalah tafsir. Pagi hanya sedang belajar mawas diri. Dari kericuhan waktu yang melaju sedemikian beringas tak terkendali.
***
Malang, 28 Desember 2020
Lilik Fatimah Azzahra