Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Puisi pada Suatu Pagi: Baper Boleh, Menghujat Jangan!

18 November 2020   06:21 Diperbarui: 18 November 2020   06:29 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap dari kita---para penulis, khususnya penulis fiksi tentu memiliki ciri khas sendiri dalam menyampaikan karya-karya indah mereka.

Di Kompasiana sendiri---sejauh ini penulis puisi (baca: penyair), mereka pun memiliki kebebasan alias hak merdeka untuk menulis dan memilih genre puisi apa yang hendak ditulis. Dengan catatan selama itu tidak melanggar konten yang berlaku.

Tentang pemilihan genre puisi. Sebagai contoh, kita bisa temukan genre filosofi pada karya-karya Mas Mim Yudiarto, puisi absurd karya say Syahrul Chelsky, puisi cinta milik Mas Zaldy, puisi tentang keindahan alam yang membius milik Mbak Ari Budiyanti, dan masih banyak lagi.

Bagaimana dengan saya sendiri?

Yup, akan halnya para penulis fiksi tersebut di atas, dari dulu, sejak awal menulis di Kompasiana saya telah memilih genre berkarya sesuai dengan minat dan bakat yang saya miliki. Jujur, jika dipaksa menulis puisi seperti gaya Mas Mim atau say Syahrul, saya tidak akan sanggup.

Oh, iya. Tentang gaya berpuisi saya yang terkesan melow dan mendayu-dayu---yang seolah saya selalu meratapi kesedihan, apakah ada yang salah? Apakah saya telah melanggar hukum atau konten dengan menulis puisi bernada kesedihan?

Begini. Saya menulis---mungkin Anda juga---kadang memperoleh ide tulisan dari berbagai sumber. Tidak melulu harus murni kisah sendiri, bukan?

Jika Anda menelisik jejak saya di Kompasiana, tidak semua kok karya puisi bernada kesedihan. Ada juga yang bernuansa cinta tanah air. Cinta keluarga. Cinta kekasih. Pokoknya yang berbau cinta. Intinya, saya menulis apa yang ingin saya tulis. Dengan ide yang melintas di benak saya, tentunya.

Hayuk, deh. Kita sama-sama belajar dan gali bersama darimana seorang penulis itu menangkap dan memerangkap sebuah ide. Agar wawasan kita bertambah.

Baper Boleh, tapi Menghujat Jangan!

Loh, memang ada yang baper usai membaca sebuah puisi bernada kesedihan? Ada! Bahkan ada yang sampai rela membuatkan puisi tanggapan sebagai ungkapan rasa tidak nyaman. Senyampang isinya masih di batas koridor kesantunan, sah-sah saja. Asal nganu---jangan sampai terbersit kalimat hujatan di dalamnya yaa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun