Pada suatu pagi, aku bertanya pada bulir embun. Untuk apa ia diciptakan jika kemudian harus dilesapkan?
Bulir embun menjawab ringan, "Tuhan menciptaku tidak sia-sia. Aku ada untuk memeluk daun-daun, menyejukkan mereka dari sisa terik tiada ampun."
Pada suatu pagi yang lain, aku bertanya pada kupu-kupu yang hinggap di ujung kelambu ruang tamu. Untuk apa ia lahir di dunia dalam kurun waktu sedemikian singkat?
Kupu-kupu riang menjawab, "Tuhan menciptaku sebagai penghibur. Bagimu---perempuan yang sendirian. Yang pada matamu masih tersimpan anak-anak hujan. Jadi jangan segan! Berkisahlah padaku tentang apa saja. Tentang hutan, gunung-gunung, sungai-sungai, juga sepotong hati yang pernah kautaklukan."
Pada suatu pagi yang lain lagi. Aku terdiam. Tidak bertanya apa-apa pada sesiapa pun. Kubiarkan embun mencium lembut pipi ranum daun-daun. Kubiarkan kupu-kupu menunggu ajalnya dengan tenang. Kubiarkan hatiku berdansa di atas panggung kesunyian.
***
Malang, 17 November 2020
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H