Aku baru saja berniat membuka daun jendela ketika Jhon datang menggeser pintu apartemen.
"Pagi yang indah, Sherlick. Adakah sepotong sandwich kausisakan untukku?" Jhon menyeruak masuk lalu menghempaskan tubuhnya di atas sofa.
"Tak ada sandwich, Jhon. Hanya telur rebus dan segelas susu sereal." Aku menunjuk ke arah meja yang berdekatan dengan pediangan. Dan, tanpa basa-basi sepupuku itu mengulurkan tangan, meraih telur rebus yang kulitnya sudah terkelupas.
"Habiskan sarapanmu, Jhon. Setelah itu mari kita berdiskusi tentang kasus terbaruku ini." Aku menatap Jhon tak berkedip.
***
Kuceritakan pada Jhon, sehari yang lalu aku kedatangan tamu. Seorang perempuan muda berusia dua puluhan.
"Nama saya Anne," perempuan itu memperkenalkan diri. "Saya sengaja menemui Anda, Miss Sherlick, untuk meminta pertimbangan."
Selanjutnya perempuan itu bercerita bahwa dia baru saja mendapat tawaran pekerjaan sebagai pengasuh balita. Dengan gaji yang amat menggiurkan.
"Saya dijanjikan akan menerima upah 4 kali lipat dari upah seorang pengasuh balita pada umumnya." Nona Anne menatapku dengan mata berbinar.
"Itu bagus! Tapi sekaligus mencurigakan." Aku menanggapi ucapannya serius.
"Apa ada sesuatu yang salah, Sherlick? Maksudku---bisa saja upah itu memang keberuntungan bagi Nona Anne." Jhon menyela ceritaku.
"Dengar sepupuku, sayang. Kau masih percaya hukum sebab dan akibat, bukan? Ah, Jhon. Rupanya Nona Anne yang sedang kita bicarakan sudah datang!"
***
Nona Anne duduk dengan wajah gelisah. Sesekali matanya yang bulat mengarah ke arah jendela.
"Waktu saya tidak banyak, Miss Sherlick. Tapi saya menyempatkan diri untuk menemui Anda."
"Silakan Nona." Aku menggeser kursi. Menatap wajah perempuan muda itu dengan seksama. Jhon paham betul kebiasaanku ini.
"Seperti yang sudah saya ceritakan pada Anda, saya akhirnya menerima tawaran bekerja sebagai pengasuh balita dengan gaji yang sangat menggiurkan itu. Majikan saya---Tuan Baron dan istrinya memperlakukan saya dengan baik. Sampai..."
"Lanjutkan," aku memicingkan mataku sedikit.
"Sampai mereka meminta saya memotong rambut pirang saya."
***
Setelah kepergian Nona Anne, Jhon tertawa lebar. Menurutnya tidak ada hal istimewa dari kedatangan perempuan muda itu. Begitu pula dengan cerita yang disampaikannya.
Di sinilah kelemahan Jhon. Sepupuku itu selalu beranggapan bahwa sebuah kasus harus dimulai dari peristiwa yang rumit. Bukan yang sederhana.
Anggapan itu jelas-jelas sangat berseberangan dengan pemikiranku.
Kembali ke Nona Anne.Â
Gaji tinggi untuk pekerjaan yang tidak terlalu berat? Ditambah ongkos potong rambut yang akan diganti dengan separuh gaji?Â
Yup. Dua hal ini cukup bagiku untuk menyimpulkan bahwa, Nona Anne sedang terperangkap dalam masalah besar!
Bersambung....
***
Malang, 04 November 2020
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H