Waktu terus bergulir. Tiba masanya telur itu meretak dan pecah. Sang Hyang Tunggal terkejut bukan alang kepalang. Pasalnya telur itu pecah berantakan menjadi tiga bagian.
Teringat petunjuk Sang Hyang Wenang, Sang Hyang Tunggal lalu menyiramkan air kehidupan Tirta Kamandalu secara bersamaan di atas pecahan-pecahan telur itu.
Ajaib! Bagian telur yang berantakan masing-masing menjelma menjadi bayi mungil yang tampan.
Bayi yang tercipta dari cangkang telur diberi nama Antaga, bayi dari putih telur diberi nama Ismaya, dan bayi yang tercipta dari kuning telur diberi nama Manikmaya.
***
Perihal merukunkan dua istri, Sang Hyang Tunggal boleh dibilang sukses. Tapi bagaimana dengan anak-anak yang terlahir dari dua Ibu yang berbeda? Bisakah mereka seakur Ibu-ibunya?
Adalah Manikmaya yang mulai memantikkan api curiga terhadap kakak tirinya---Rancasan. Setelah mendengar kabar angin bahwa Rancasan telah berhasil membangun istana megah di negeri Keling. Manikmaya sontak berpikir, Rancasan bisa saja membahayakan Suralaya.
Maka dihasutnya dua saudara sekandungnya, Ismaya dan Antaga. Dibisikinya hal-hal buruk tentang Rancasan. Bahwa Rancasan telah dianakemaskan oleh Ayahanda mereka. Terbukti Sang Hyang Tunggal lebih memilih ia sebagai pewaris pusaka Jamuslayang Kalimasada.
Mendengar bisikan tersebut, Ismaya dan Antaga pun panas hati. Lalu ketiganya memutuskan untuk datang ke negeri Keling tempat Rancasan berkuasa.
Kedatangan ketiga adik tiri itu disambut gembira oleh Rancasan. Tapi keadaan berbalik seratus delapan puluh derajat ketika pembicaraan mulai menyinggung benda pusaka warisan Ayahanda mereka.
Perdebatan berujung pada peperangan. Masing-masing mengklaim bahwa dirinya paling pantas memangku pusaka Jamuslayang Kalimasada daripada yang lain.
Sama-sama sakti mandraguna. Sama-sama berambisi. Lantas apa yang terjadi?