Suatu hari Sang Hyang Tunggal turun dari Kahyangan untuk melakukan tapa bujur di atas batu besar. Mendadak ia diculik oleh Rekatama, raja siluman dari negeri kepiting.
Di istananya yang megah Rekatama meminta sang Hyang Tunggal menikahi putrinya, Dewi Wirandi.
Meskipun sudah memiliki seorang istri dan beberapa orang putra, melihat kecantikan Dewi Wirandi tak pelak hati Sang Hyang Tunggal luluh juga. Maka disaksikan oleh penghuni seantero laut upacara pernikahan dua insan berlainan jalma itupun berlangsung sakral.
Selanjutnya Dewi Wirandi diboyong ke Kahyangan. Sang Hyang Tunggal dengan sukacita memperkenalkan istri barunya---Dewi Wirandi kepada istri tua, Dewi Darmani.
"Diajeng, ini adalah Dewi Wirandi. Kuharap kau tidak keberatan ia kuboyong ke istana ini."
Pada zamannya, perempuan digambarkan sangat penurut. Mereka dianggap durhaka jika membantah apa kata suami. Pepatah swarga nunut neraka katut, benar-benar ditaati.
Singkat ceeita tak berapa lama Dewi Wirandi mengandung putra Sang Hyang Tunggal. Sampai tiba waktunya ia melahirkan. Seluruh kerajaan Suralaya pun menyambut gembira.
Namun alangkah terkejutnya Sang Hyang Tunggal begitu mengetahui anak yang dilahirkan oleh Dewi Wirandi bukanlah bayi seperti pada umumnya. Perempuan putri raja siluman  itu melahirkan sebutir telur.
Kembali Sang Hyang Tunggal melakukan semedi, mengheningkan cipta menembus ke Swargaloka Awang Uwung Kumitir untuk menghadap Sang Hyang Wenang, pemilik segala keputusan.Â
Di hadapan Sang Hyang Wenang, Sang Hyang Tunggal menceritakan perihal telur yang dilahirkan oleh istrinya.
Sang Hyang Wenang merasa prihatin. Lantas memberikan air kehidupan Tirta Kamandalu kepada Sang Hyang Tunggal seraya memberi petunjuk apa yang harus dilakukan terhadap telur itu.