Akhir September. Saat yang tepat bagi para hantu untuk memasang propaganda dan slogan-slogan di pinggir jalan, menakuti-nakuti masyarakat. Juga momen yang bagus untuk mengembuskan isu agar setiap orang saling curiga satu sama lain.
Tak terkecuali Ratmo. Laki-laki usia empat puluhan itu sejak pagi memilih mengurung diri di dalam kamar. Menolak bertemu siapa pun. Termasuk bertemu Sumi, istrinya sendiri.
"Takut apa sih, Kang?" Sumi bertanya lantang sembari menggedor pintu yang dikunci rapat-rapat dari dalam.
"Takut hantu!" Ratmo menjawab tak kalah lantang.
"Han-tu? Mana ada hantu di siang bolong begini?" Sumi menengok kanan kiri. Ia mulai cemas. Jangan-jangan telah terjadi sesuatu terhadap diri suaminya.
Ya, Sumi patut menaruh curiga. Sejak kegagalan mencari pesugihan di Gunung Kawi tempo hari, perilaku Ratmo berubah menjadi agak aneh.
Digedornya pintu kamar sekali lagi. Kali ini tidak ada sahutan. Sumi hanya melihat secarik kertas tersembul dari bawah pintu.
Sumi gegas meraih kertas itu dan membacanya.
"Waspadalah! Hantu PKI sudah mulai beraksi!"
Hantu PKI? Sumi mengernyitkan alis. Hantu apa pula ini?
Sejenak otak perempuan beranak tiga itu berputar keras, sibuk mencari jawaban. Sampai kemudian tangannya yang mungil mengepal kuat.