Menyimak berita yang belakangan viral seputar fenomena ramai-ramai menggugat cerai di masa pandemi ini, tentu opini kita sejenak tergiring pada masalah keuangan atau ekonomi yang sedang terputuk. Meski tidak semua kasus perceraian berorientasi pada alasan tersebut.
Bisa jadi ada faktor lain yang mendasari hingga terjadi gugatan cerai itu, semisal; pernikahan yang dilakukan di usia muda. Atau lebih dikenal dengan pernikahan dini.
Menyoal pernikahan di usia muda, saya jadi teringat pengalaman pribadi saya.
Benar. Saya menikah di usia masih sangat muda, 19 tahun. Saya baru lulus SMU ketika memutuskan menerima pinangan seorang laki-laki---yang usianya hanya berselisih 4 tahun di atas usia saya.Â
Saya bahkan rela meninggalkan beasiswa S1 yang diamanatkan kepada saya sebagai lulusan terbaik demi pilihan menikah di usia muda ini. Dan, itu berarti, saya harus pula ikhlas meletakkan cita-cita sebagai seorang pendidik.
Menyesalkah saya menikah di usia muda? Waktu itu, tentu saja tidak. Karena saya menikah berdasarkan cinta. Siapa sih yang bisa menghalangi seseorang yang sedang dimabuk cinta?
Tapi belakangan saya menyadari. Bahwa membangun sebuah pernikahan tidak cukup hanya bermodalkan cinta. Ada unsur-unsur lain yang patut dipersiapkan secara matang. Di antaranya adalah kesiapan lahir dan batin.
Pentingnya Mengenal Lebih Dalam Karakter Pasangan Sebelum Memutuskan Menikah
Penyendiri, introvert, dan cenderung lemah hati. Itulah gambaran tentang diri saya. Saya menyadari dan mengakui sepenuhnya kekurangan-kekurangan itu.
Akan halnya pasangan saya; orangnya supel, suka bergaul, dan keras hati. Sungguh dua karakter yang jauh bertolak belakang.