"Ma, doakan aku lolos seleksi beasiswa S2 ke Jepang, ya."Â Si bungsu lirih membisiki saya. Selang beberapa waktu usai kelulusan S1 diterimanya.Â
Sebagai ibu tentu saya mengamini apa yang menjadi cita-cita putri bungsu saya ini, seraya, tentu saja, berusaha menyembunyikan bulir bening yang tiba-tiba saja berebut ingin jatuh.
Mendadak saya merasa deja vu. Dulu, ketika baru lulus SD, ia pernah membisiki saya hal yang sama. Ia minta didoakan agar bisa lolos melanjutkan ke jenjang SMPN impiannya yang berada di pusat kota.Â
"Di sekolah itu sainganmu banyak, Nduk. Nilai Nem-mu harus perfect." Kala itu saya mengingatkan demikian.
"Ok, Ma. Siap!" Ia menjawab tegas. Tak sedikit pun merasa surut.
Anak Cerdas Istimewa
Masuk jenjang SMU pun demikian. Lagi-lagi saya dibuat tertegun. Sebab ia dengan tenang hanya mengambil satu sekolah pilihan, sama sekali tidak mengambil sekolah cadangan.Â
"Nduk, kamu yakin cuma pilih satu sekolah?" Saya menatapnya was-was. Sembari tersenyum si bungsu menjawab, "Tenang, Ma. Aku pasti lolos!"
Alhasil, Ibunya ini selalu dibuat haru sekaligus baper. Bagaimana tidak, bocah yang dulu bertubuh ringkih dan kerap absen tidak masuk sekolah ini (dalam satu bulan bisa dihitung dengan jari karena sakit-sakitan), selalu bersemangat dan berprestasi di bidang akademiknya.Â
Ia langganan ranking 1 sejak di bangku SD. Demikian juga di jenjang SMP dan SMU. Bahkan dua jenjang terakhir ini dijalaninya masing-masing hanya 2 tahun.Â