Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menikah Itu yang Penting Ijab Kabul, Soal Resepsi Bisa Menyusul

17 Juli 2020   07:14 Diperbarui: 28 Mei 2021   16:25 1476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menikah dengan kekasih pujaan (Sumber: www.kompas.com)

"Nda,nikahannya fix bulan depan. Ada 2 order. Nanti meriasnya di rumah Nda saja, yaa..."

Begitu anak sulung memberitahu saya lewat WA.

Oh, iya. Waktu memang terus bergulir. Tanpa terasa sudah memasuki bulan Zulhijah, bulan yang biasa disebut dengan bulan besar.

Dan, di bulan ini, sejak zaman dahulu kala dipercaya sebagai bulan penuh berkah.Saking berkahnya, sampai semua orang yang berniat melangsungkan hajat--- utamanya hajat pernikahan, pasti memilih bulan besar ini. 

Jadi jangan heran jika selama bulan besar banyak undangan pernikahan berserakan di atas meja, yang artinya, kita harus banyak pula menyediakan amplop beserta isinya.

Sebagai seseorang yang sudah puluhan tahun malang melintang di dunia tata rias pengantin, saya paham betul akan hal itu. 

Biasanya jauh-jauh hari, sekitar satu atau dua bulan sebelum bulan Zulhijah tiba, para pengguna jasa akan datang berbondong-bondong ke rumah atau menghubungi via telpon. 

Baca juga : Terobsesi Menikah di Usia 25 Tahun Tanpa Pertimbangan Matang Dapat Berakibat Fatal

Sekadar menyampaikan keinginan, sekaligus memberitahu secara detil waktu pelaksanaan pernikahan jika kesepakatan antara kedua belah pihak sudah fix.

Di sinilah berkahnya bulan besar itu. Para perias pun ikut kebagian panen job.

Namun tidak dipungkiri, tahun ini adalah tahun terberat bagi para pelaku usaha. Apa pun itu. Tidak terkecuali usaha di bidang jasa tata rias pengantin, yang notabene cara kerjanya harus berkontak langsung dengan customer.

Seorang perias pengantin tidak mungkin menghindari obyek yang akan diriasnya. Bahkan kami harus sangat begitu dekat. Saling berhadapan dengan jarak sekitar hanya 30 sentimeter. Sementara imbauan rentang jarak (social distancing) di masa pandemi adalah minimal 2 meter.

Rias pengantin (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Rias pengantin (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Lantas bagaimana si sulung---yang meneruskan pekerjaan saya sebagai perias pengantin menyikapi hal ini?

Rupanya jauh-jauh hari ia sudah menyusun strategi. Ia tetap bersikeras menjalankan protokol kesehatan yang berlaku demi keamanan bersama. Di antaranya, ia hanya mau merias untuk acara ijab kabul saja. Tanpa acara panggih, karena masa kontaknya relatif sebentar. 

Selanjutnya ia menolak merias di rumah si pemilik hajat---seperti yang biasa kami lakukan sebelum Covid-19. Si sulung memilih merias di rumah saya dengan alasan, menghindari kerumunan orang. Tahu, bukan? Bagaimana kondisi rumah orang yang sedang punya gawe? Pasti heboh, banyak orang hilir mudik, wira-wiri menyiapkan segala sesuatu. 

Nah, di rumah saya, selain jaraknya dekat dengan rumah calon pengantin dibanding rumah si sulung, suasananya sepi banget. Hanya ada saya berdua dengan si bungsu.

Dua poin di atas kiranya belumlah cukup. Masih ada syarat-syarat lain yang harus disepakati antara si sulung dan calon pengantinnya.

Baca juga :Inilah Rahasia Mendapatkan Kebahagiaan, ketika Menikah tanpa Cinta

Nikah di Masa Pandemi, yang Penting Ijab Kabulnya!

Suatu pagi, di klinik, ada yang membuntuti langkah saya. Seorang gadis cantik, perawat khusus luka diabetes dari ruang sebelah yang sebentar lagi akan dipersunting oleh kekasihnya, seorang anggota TNI.

"Bu, mau nunut timbang badan."

Saya gegas membuka pintu ruang praktik. Mempersilakan si gadis menuju timbangan digital yang terletak di pojok ruangan.

Usai menimbang diri, saya melihat wajah di gadis berubah murung.

"Eits, kenapa?", saya menegurnya lembut.

"Berat badan kok turun drastis, ya, Bu. Hampir 5 kilo."

"Pasti sedang diet. Kan mau menikah?"

Si gadis menggeleng. Dengan tatap mata sayu, ia pun mencurahkan isi hatinya.

Baca juga : Gegara Ini, 98 Persen Persiapan Menikah Hampir Gagal, Nggak Jadi Nikah

Si gadis mengaku sedang bingung. Sebagai orang yang paham kondisi pandemi saat ini, ia dan calon suaminya menginginkan pernikahan dilaksanakan secara sederhana saja. Cukup ijab kabul. Dihadiri beberapa keluarga dan kerabat. Yang menjadi masalah, pihak orangtua tidak mau seperti itu. Mereka ingin tetap mengadakan perhelatan besar selayak orang-orang kampung jika menikahkan anak gadis mereka.

Si gadis mengaku kesulitan memberi pengertian kepada kedua orangtuanya. Nah, itu dia yang membuatnya kepikiran dan stres.

Ilustrasi stres sebelum menikah (Sumber: Illustrasi:shawellnessclinic.com)
Ilustrasi stres sebelum menikah (Sumber: Illustrasi:shawellnessclinic.com)
Kasus seperti ini sudah banyak dan sering terjadi. Budaya "isin yen ora diruwa-ruwa" (malu jika tidak dipestakan) masih berlaku di kalangan kita. Terutama bagi mereka yang belum pernah punya hajat.

Saya sendiri pernah mengalami. Dua kali ketika hendak mantu, selalu bersitegang dulu dengan Ibu. Ibu saya selalu bilang, "Jaka karo perawan, kudu dirame-rame. Ora ilok!" (Perjaka dan gadis harus dimeriahkan. Pamali!)

Sayangnya, saya termasuk penganut pola hidup sederhana. Jadi terpaksa mengabaikan kata-kata Ibunda. Duh, semoga dosa saya terhadap beliau diampuni, yaa.

Sebenarnya, budaya meruwa-ruwa tidak ada dalam ajaran Islam. Yang penting---jika sudah siap menikah, syarat dan rukun nikahnya harus terpenuhi. Salah satunya adalah ijab kabul.

Jadi kesimpulannya begini. Yang mau menikah di bulan besar pas jatuh pandemi seperti sekarang, lanjutkan! Meski tanpa pesta meriah? Nggak apa-apa! Tanpa dihadiri teman-teman sejawat? Nggak masalah. Yang penting ijab kabulnya sah! 

Satu lagi. Menyegerakan kebaikan itu termasuk ibadah, guys. Jadi nggak perlu menunggu sampai Corona hilang, yaa. Sebab nganu---nanti kalau ditunda-tunda, calonmu keburu disambit orang.

***
Malang, 17 July 2020
Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun